Galen Fahnrio √ ²

9.3K 1.2K 196
                                    

"Brengsek!"

Dita tak henti-hentinya mengumpat geram sembari menekan tisu di lubang hidungnya guna menghentikan pendarahan. Ia tidak habis pikir, bagaimana mungkin dirinya bisa mimisan hanya karena melihat wajah orang asing?

Dita sama sekali tidak mengerti. Selama ini para kaum adam-lah yang biasanya mimisan saat melihat parasnya. Tapi sekarang? Oh my god! Ini jelas bukanlah hal yang bagus!

Bahkan sampai sekarang Dita masih terbayang-bayang akan mata hitam kelam yang seolah membawanya ke jurang penuh misteri. Tatapan matanya yang sangat tajam dan penuh dengan aura mengintimidasi, juga ekspresi dingin yang menghiasi wajah adonisnya-membuat Dita dapat dengan mudah mengetahui kalau lelaki itu berbahaya.

Tapi benar kata orang, tidak ada manusia yang sempurna. Lelaki itu cacat, terbukti dengan kursi roda yang ia pakai.

"Itu cowok pasti ganteng banget sampai bisa bikin lo kayak gini, Dit!" Adara terkikik geli setelah mengeluarkan buku paket kimia yang selalu ingin ia bumi-hanguskan.

Dita melirik malas kepada Adara, "Biasa saja."

"Nggak usah bohong! Gue tahu selera lo itu tinggi, nggak mungkin lo sampai mimisan cuman karena cowok biasa." sangkal Adara yang sudah mengetahui tabiat Dita. "Lagipula kalo dibandingin, gantengan mana cowok itu sama calon suami gue Manu Rios?"

"Kepo!" jawab Dita ketus.

Adara manyun, bibirnya menggerutu kesal. "Kalo nggak kepo, nggak dapet info!"

Dita lebih memilih untuk tak melanjutkan percakapannya dengan Adara. Ia mengambil tisu dari hidungnya lalu melemparnya ke tempat sampah di belakang. Gara-gara mimisan, niatnya untuk membolos langsung hilang seketika. Dengan berat hati, ia harus mengikuti pelajaran kimia yang mau dijelaskan sampai mulut berbusa pun ia tidak akan pernah paham.

"Eh, Dar. Pinjem buku dong! Matematika atau apalah gitu yang ada itung-itungannya!" ucap Dita sembari menunjuk ke arah tas biru laut milik Adara.

Mata Adara menyipit, "Jangan bilang kalau lo nggak bawa buku kimia?"

Dita langsung cengengesan dan tak menjawab apapun. Jangankan buku, tas saja Dita tidak bawa!

"Ck, kapan sih lo itu berubah!" keluh Adara namun tetap memberikan buku fisika kepada Dita dengan sedikit ogah-ogahan.

"Entar kalo gue udah jadi power rangers!"

Kelas 12 IPS 3 yang semula tampak ramai langsung berubah menjadi hening ketika Pak Karim, guru titisan macan yang sedang masuk ke dalam kelas.

"Buang sampah di pojokkan!"

"Berhenti bermain handphone!"

"Bagas, buang sampah di bawah kursimu!"

"Chelsea, hapus lipstikmu!"

Serentetan perintah langsung diberikan oleh Pak Karim setelah menatap penjuru kelas. Pak Karim memang selalu seperti itu, tapi bedanya sekarang dia tidak berkeliling seperti biasanya.

Dita yang melihatnya pun hanya bisa memutar bola mata. Ia lebih memilih untuk bersandar pada dinding di sebelahnya dan memejamkan mata.

"Dita, siapa yang menyuruhmu untuk tidur?!" Pak Karim berteriak keras. Kumisnya yang tebal terlihat berkedut seiring dengan teriakannya.

Adara pun langsung menyenggol lengan Dita beberapa kali dan berbisik untuk membangunkan sahabatnya itu.

"Sorry, Pak. Abisnya saya capek diliatin mulu sama Pak Jokowi!" jawab Dita asal sembari menunjuk foto presiden Indonesia di atas papan tulis.

Frozen's LoveWhere stories live. Discover now