4. Kunjungan

5.1K 860 253
                                    

"Entah apa yang merasukimu, hingga kau tega mencuri uangku.. uwoooo.."

Bibir Dita sedari tadi tak berhenti bersenandung walaupun cewek itu sedang sibuk mengepel lantai. Duh, salahkan mamanya yang menghukum ia seperti ini, padahal ia hanya memutar speaker lagu ke volume tertinggi. Biasalah, pelampiasan hatinya yang jedag-jedug karena perbuatan Galen.

"Yang bersih ya, bik. Nanti saya naikin gajinya!"
Seorang cowok berumur sekitar 20-an muncul dan mengejek Dita. Cowok berpakaian nyentrik dan berambut jabrik—yang notabenya adalah abangnya Dita, tertawa penuh bahagia.

"Diem lo! Orang lagi capek malah diejek, mana diketawain lagi!" Dita bersungut-sungut sambil menginjak-injak kotoran di lantai yang membandel.

Satria Langit Dirgantara, kakak dari Dita itu kembali mengejek. "Makanya kalau bodoh itu jangan keterlaluan. Tahu mama lagi sakit gigi, lo malah nyetel musik kenceng!"

Wajah Dita tertekuk kesal tanpa bisa menjawab perkataan dari abangnya lagi . Sebagai gantinya, ia mengangkat ember air dan langsung menyiramkannya kepada Satria.

Alhasil pakaian Satria menjadi basah semua, padahal cowok itu baru saja mandi. Dan what?! Ini air bekas mengepel!

"Gua baru mandi, njing!" Satria mengumpat kesal karena merasakan air yang meresap sampai ke kulitnya.

"Ya mandi lagi dong, Bang Sat!" Jawab Dita santai yang membuat Satria semakin bertambah kesal.

"Jangan manggil gua kayak gitu!!"

"Ngapa? Suka-suka mulut gue dong!"

Satria hendak maju dan memberi pelajaran, namun harus terhenti ketika melihat macan betina datang dengan membawa tongkat bisbol.

Melihat dari raut wajahnya saja, Dita dan Satria langsung yakin bahwa sebentar lagi mereka akan mendapat ceramah tujuh hari tujuh malam.

"Ada yang mau ngomong lagi?" Mama Gischa berkata pelan namun matanya melotot ganas. Giginya yang sakit mengakibatkannya tidak bisa berteriak.

Dita dan Satria kompak menggeleng cepat. Mama mereka ini kalau dalam mode marah, tidak tanggung-tanggung akan menceramahi sampai ludahnya kering.

"Udah berapa kali mama bilang teh, gigi mama itu lagi sakit! Kalian ini jadi anak nggak pengertian sama sekali! Kalau kalian teriak-teriak terus, mama jadi nggak sembuh-sembuh! Coba kalian pikir kalau mama belum sembuh, siapa yang bakalan masak? Kalian? Langsung metong mama abis makan! Mama cuma pengen kalian itu ngertiin posisi mama! Kalian enak engga sakit,  mama nih nanggung sakit luar biasa. Mana obat bentar lagi abis, kalian nggak ada yang beliin, eh ini malah teriak-teriak kayak lagi di hutan aja! Dipikir ngedengerin suara kalian itu gigi mama nggak sakit apa! Mama cuman pengen tenang sampai gigi mama sembuh, eh kalian malah—"

Ting tung!

Suara bel pintu berbunyi, membuat omelan dari Mama Gischa harus terhenti. Hal itu juga  membuat Dita dan Satria kompak bersyukur dalam hati.

"Ck, ganggu!"
Dengan kesal, Lilis Pramugischa berjalan ke ruang depan untuk membuka pintu.

Dibelakangnya tampak Dita dan Satria yang mengekor karena kepo. Siapa kira-kira tamu yang menyelamatkan hidup mereka ini?

Mama Gischa membuka pintu, menampilkan seorang cowok yang mengeluarkan senyuman secerah mentari.

Namun Mama Gischa tak terpengaruh. Ia bertanya ketus kepada cowok bertampang pas-pasan di depannya ini, "Siapa?"

"Juna, tante." Juna menjawab ramah. Matanya melirik Dita yang menatapnya sengit.

Mama Gischa hendak berkata sesuatu, namun terpotong saat matanya menangkap sesuatu yang luar biasa di belakang Juna. Dengan spontan ia menggeser tubuh Juna untuk memperjelas pandangannya. Dan bibirnya langsung ternganga.

Frozen's LoveWhere stories live. Discover now