14. Salah Duga

3.2K 549 102
                                    

Jarum jam baru menunjukkan pukul enam lebih duapuluh, tapi Dita sudah sampai di sekolah dan berjalan dengan terburu-buru menuju kelas. Wajahnya tampak tertekan dengan kantung mata hitam yang terlihat jelas. Sedari tadi malam, Dita sama sekali tidak tidur akibat ucapan putus tiba-tiba dari Galen.

Sekarang Dita berniat berangkat pagi guna meminta penjelasan. Ponsel Galen semenjak dia berkata putus, sudah tidak lagi aktif. Tadi saat Dita pergi ke rumahnya, tidak ada tanda-tanda cowok itu sama sekali. Jadi kesimpulan Dita, mungkin Galen sudah berangkat duluan.

"Bangsat!"

Dita mengumpat setelah sampai di kelas, dia tidak mendapati orang yang dia cari. Di dalam kelas hanya ada beberapa orang yang menatapnya heran.

Dengan hati dongkol, Dita berjalan ke tempat duduknya. Dia akan menunggu sampai Galen menunjukkan batang hidungnya.

Sebenarnya Dita tidak habis pikir, mengapa Galen bisa tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka. Padahal sebelumnya mereka berdua baik-baik saja, bahkan Galen bilang kalau cowok itu menyukainya, jadi mengapa semua ini bisa terjadi?

"Lho, Dita? Tumben jam segini udah berangkat?"

Adara yang baru saja datang, mengernyitkan dahi sembari duduk di sebelah Dita.

"Adaraaaa.."
Dita meraung dan memeluk Adara dengan emosi bercampur. Kesal, sedih, marah, kecewa, semuanya bercampur menjadi satu.

Adara yang tiba-tiba mendapat tingkah Dita yang tak seperti biasanya pun, harus kebingungan. "Eh, lo kenapa? Coba cerita sama gue, Dit."

Perlahan, Dita melepas pelukannya. Dia mengusap wajahnya, "Galen putusin gue."

"Hah?" Adara kontan terkejut. "Serius? Kok bisa?"

"Seriuslah. Tapi gue nggak tau alasan kenapa dia mutusin gue! Padahal pas di bioskop aja dia bilang udah suka sama gue."

Menghela napas, Adara mengusap bahu Dita guna menenangkan. "Kan apa gue bilang, dia itu nggak baik buat lo."

Wajah Dita semakin tertekuk. "Pokoknya gue bakalan nunggu Galen dan minta alasan kenapa dia mutusin gue." ujarnya mantap.

Tapi sayangnya, sampai bel pulang berbunyi, Galen tetap tidak terlihat di manapun.

.
.
.

Siswa-siswi SMA Nirwana berhamburan keluar dari gerbang setelah bel pulang berbunyi. Dominan adalah yang naik sepeda motor, tanpa terkecuali yaitu Dita yang membonceng Adara. Karena tawaran Adara, Dita pulang bersama sahabatnya itu.

Tidak hanya pulang sebenarnya, mereka akan mampir terlebih dahulu ke rumah Galen. Dalam perjalanan kurang lebih limabelas menitan, Dita dan juga Adara sudah sampai di rumah cowok itu.

"Pintunya dikunci." keluh Dita setelah mencoba membuka pintu tetapi tidak bisa. Ia juga sudah meneriakkan nama Galen beberapa kali, namun tetap saja hanya sepi yang menjawab.

"Galen kayaknya nggak ada, Dit." tutur Adara. Cewek itu lalu kemudian menoleh dan mendapati ibu- ibu yang sedang menyapu halaman.

"Maaf, bu. Mau nanya, ibu liat penghuni rumah ini ngga?"

Ibu-ibu itu menghentikan aktivitasnya, lantas menjawab "Tadi pagi ibu liat dua cowok ganteng pisan keluar dari rumah itu. Yang satu pake seragam sekolah, yang satunya lagi pake kemeja item."

Mendengarnya, Dita kontan mengernyit bingung. "Ciri-ciri cowok yang pake kemeja item gimana, bu?"

"Dia tinggi banget, putih, hidungnya mancung pisan kek perosotan." Ibu-ibu itu malah mengerjap beberapa kali dengan penuh binar. "Oh, ya! Sama rambutnya warna ijo kek daun pisang."

ZIO!!

Nama itu langsung muncul begitu saja di pikiran Dita ketika mendengar ciri-ciri yang disebutkan. Tidak salah lagi, pasti cowok itu Zio, abangnya Galen.

Tapi, bukankah tadi pagi Galen keluar rumah dengan memakai seragam sekolah? Mengapa dia tidak terlihat sama sekali di sekolah tadi?

Tidak menjumpai orang yang mereka cari, akhirnya Dita dan juga Adara pergi dari pekarangan rumah Galen. Adara mengantarkan Dita sampai ke rumah cewek itu, dan segera pergi setelah berpamitan pada Dita.

"Galen, lo kok tega banget sih mutusin gue tanpa alasan yang jelas?"

Dita merengut sedih sembari menendangi kerikil di depannya. Rasanya ia ingin sekali mencubit pipi Galen bolak-balik karena sikap seenaknya cowok itu. Dalam satu malam, Galen sudah membuat hatinya yang terbang tinggi, langsung terhempas ke jurang paling dalam. Harapan kalau perasaannya mungkin akan terbalas, langsung lenyap seketika.

"Apaan tuh?"
Dahi Dita berkerut saat melihat sebuah kotak di depan pintu rumahnya. Tangannya terulur mengambil kotak berpita itu dan menoleh ke sekeliling. Tidak ada orang.

Penasaran, Dita membuka kotak itu. "Gaun?"

Sebuah gaun berwarna aquamarine yang sangat indah adalah isi dari kotak itu. Di baliknya, juga terdapat selembar kertas dengan goresan tinta di atasnya.

Cafe D'Rose, meja nomor 18, jam 18.00

~F

"F?" Inisial nama dari pengirim membuat Dita otomatis kebingungan. Siapa F?

Tapi setelah berpikir kembali, bukankah nama belakang Galen adalah Fahnrio?

"Berarti gaun ini dari Galen." gumam Dita pelan. Sudut bibirnya tertarik ke atas. Bukankah ini namanya Galen mengajaknya dinner? Tapi, mengapa harus berkata putus kemarin?

"Ah, Galen sweet banget sih." Dita memeluk gaun tadi dengan hati berbunga-bunga. Untuk mengajaknya dinner saja, Galen harus berpura-pura mengatakan putus. Ah, jadi semakin cinta dirinya sama Galen.

Malamnya, setelah berdandan dengan riasan tipis, Dita yang diantar oleh abangnya, Satria, datang tepat waktu di cafe D'Rose. Manik mata hazel milik Dita yang tertutup softlens aquamarine, meneliti terlebih dahulu penampilannya.

"Duh, gue jadi gugup gini." Dita mencoba menetralkan deru napasnya. Efek first dinner bareng Galen mungkin.

Membuka pintu Cafe, Dita melangkah masuk dengan jantung berdegup kencang. Matanya mengedar sekeliling guna mencari meja nomor 18.

Setelah menemukan, Dita segera menghampiri meja nomor 18 yang sudah terdapat sosok cowok bertudung yang membelakanginya.

"Galen!"

Mendengar panggilan dari Dita, sosok itu menoleh. Dan saat itu juga, senyuman Dita luntur seketika.

"Bang Zio?"

.
.
.
TBC.

Daerahku banyak maling akhir-akhir ini 😓 ada yg sama?

#EdisiTakut

Frozen's LoveKde žijí příběhy. Začni objevovat