15 - Ayo pergi

67.1K 4.3K 122
                                    

"Assalamu'alaikum!" Bulan mengetuk pintu rumah Bintang sebanyak tiga kali. Saat melewati gerbang rumah tadi, mereka langsung dibukakan pintu gerbang. Sepertinya, satpam pun sudah tahu dengan wajah dua remaja ini.

Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di pekarangan rumah Bintang, tepat di belakang mobil Bumi. Seorang cowok dengan kantong plastik di tangannya keluar dari mobil tersebut.

"Eh, Non Bulan sama Den Bumi. Ayo masuk! Maaf, tadi Bi Rani di belakang, jadi agak lama ke depannya." Ucap Bi Rani yang baru saja membuka pintu.

"Widiiih mau jenguk manusia sejenis Bintang nih lo berdua?" Tanya Galang yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Kring...

Nada dering ponsel Galang yang terdengar meriah itu hinggap di indra pendengaran. Setelah melihat nama penelepon, ia berdecak kesal. "Bintang goblok. Gue depan rumah masih juga nelponin."

Galang dengan sengaja mengaktifkan speaker nya dan mulai terdengar celotehan cowok menyebalkan di seberang sana. "Woy Gelang kampret! Mana bubur kacang ijonyaaa. Gue laperrr, udah nunggu seabad ini. Lo beli dimana sih? Di Antartika? Gue minta bubur kacang ijo anget, bukan yang dingin bego!"

Bulan dan Galang menahan tawanya, sedangkan Bumi sedang menahan gejolak cemburu di dalam dadanya. "Udah ngocehnya?" Tanya Galang jengah.

"Belum! Masih panjang!"

"Gue depan rumah lo, puas?!"

"Nah, gitu dong!"

"Dan kabar baiknya lagi..."

"Kulit manggis kini ada ekstraknya" potong Bintang dari seberang sana sedikit bernyanyi.

"Bulan hadir, menjenguk si Bintang!" Sahut Galang masih dengan nada yang sama seperti Bintang.

"Bohong lo ya?!"

"Serius. Dia di depan pintu, sama Bumi, sama Bi Rina, dan sama gue."

"Bawa masuk cepetan! Nanti masuk angin kelamaan di luar!"

"Ngaco lo ah! Panas gini, mau masuk angin!" Sahut Bulan yang dapat didengar cowok di seberang sana. Rasa sakit di kaki Bintang yang memang sudah tidak seberapa menguap begitu saja.

"Cepetan masuk! Gue kangen!"

Deg

Astaga. Apa Bulan sudah gila? Kenapa jantungnya berpacu lima kali lebih cepat begini? Tidak tidak tidak. Jantung ini hanya berdetak tak normal saat bersama Bumi. Kenapa.... kenapa sekarang Bintang pun bisa melakukannya? Benarkah Bintang memang sudah masuk ke dalam kisahnya?

...

"Ah, sial. Kaki gue pakai keseleo segala. Aturannya gue yang antar jemput lo." Celoteh Bintang seraya memakan bubur kacang hijaunya.

Bulan sedang sibuk mengupas apel, sedangkan Bumi dan Galang sibuk dengan play station milik Bintang. "Gak usah mikir lain-lain. Yang penting itu lo bisa sembuh dulu. Inget, ujian kenaikan kelas tinggal tiga bulan lagi."

"Ah, iyaya. Berarti lo udah mau ujian dong, Mi?" Tanya Bintang pada Bumi yang dihadiahi anggukan dari Bumi.

"Dan gue harus ketinggalan materi karena diskors. Dan itu karena lo!" Ucap Bumi tanpa menoleh ke arah Bintang.

"Enak aja! Lo itu malah harus berterima kasih sama gue! Sukur kita gak dikeluarin. Kan berabe kalau lo dikeluarin dari sekolah. Emang masih ada yang mau nerima gitu?"

Bumi hanya diam dan kembali fokus pada layar play station di depannya. Ia hampir memenangkan game.

Bulan menyuapi Bintang dengan apel yang sudah ia kupas dan potong menjadi empat bagian.

"Gimana, Lang? Udah cocok jadi keluarga belum ini?" Bulan menoyor kepala Bintang yang bicara seenaknya saja. Cowok itu hanya tertawa nyaring, dan sialnya, jantungnya kembali berpacu sepuluh kali lebih cepat. Dan bertambah lagi kesialannya kala rona merah itu muncul di wajahnya.

"Cieee mukanya merah cieee"

...

Bulan baru saja selesai mandi dan mengganti bajunya. Setelah menyisir juga mengeringkan rambutnya, Bulan turun ke lantai bawah untuk sarapan. Hari ini adalah hari minggu. Dimana ia bebas dari sekolah.

"Bulan? Kamu gak siap-siap?" Tanya Bayu terlihat agak terkejut melihat Bulan yang nampak santai.

"Ngapain?" Tanya Bulan dengan polosnya sembari duduk di kursi. Ia sudah memasukkan nasi juga sayur ke dalam piringnya.

"Sebentar lagi Tante Aruka bakalan dateng. Sekarang udah jam 8!" Aruka adalah sekretaris Papahnya di kantor. Setiap hari minggu, Bulan disibukkan dengan pelajaran mengenai berkas-berkas kantor, atau pun mengunjungi perusahaan Bayu secara langsung. Dan Bulan lelah berpura-pura baik-baik saja selama ini.

"Bulan gak mau!"

"Bulan!"

"Bulan capek, Pah... Bulan gak ada minat sedikit pun buat ngurus perusahaan Papah itu. Bulan punya cita-cita lain! Bulan capek terus-terusan mengikuti keinginan Papah dan berperilaku seolah Bulan tidak apa-apa."

"Kamu satu-satunya pewaris perusahaan keluarga kita!"

Bulan menarik sebelah sudut bibirnya. Ada yang salah dalam kalimat itu. "Satu-satunya?"

"Ya!"

"Aku punya kakak, Pah! Apa Papah lupa? Apa perlu aku ingatkan? Namanya Angkasa Maheza! Angkasa panggilannya!"

Plak!

Tangan itu memberi bekas merah di pipinya. Perih. Panas. Sakit. Kecewa. Marah. Semua bercampur menjadi satu. Baru kali ini, Bayu menampar Bulan. Sebulir air mata lolos dari matanya.

"JANGAN PERNAH KAMU SEBUT NAMA ITU!"

"Buka mata Papah, dia anak Papah juga! Dimana hati Papah?!"

Plak!

Lagi. Tangan itu mendarat di pipi mulus Bulan. Cukup. Bulan tidak tahan tetap duduk di sini.

Ia berlari ke luar dengan air mata yang terus mengalir. Saat sampai di ambang pintu, Alena baru saja mau mengetuk pintu, terkejut dengan kemunculan Bulan yang terlihat kacau.

"Lan?"

"Ayo pergi, Na!"

***

Jangan lupa vote sama comment nyaa

Follow follow ig aku:::
@zkhulfa_

Love ya

Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang