CHAPTER ONE: The Difference of Good and Evil

3.5K 119 9
                                    

Author   : @Aoirin_Sora (on twitter)

*** PROLOG ***

Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika aku tidak bertemu dengannya. Tapi aku juga tidak dapat memimpikan kehidupanku yang bebas seandainya dia terus berada di dekatku. Benar-benar dekat hingga rasanya aku tak bisa bernapas, bergerak atau bahkan memicingkan mata. Sosok itu terlalu egois untuk sekedar minggat dari mimpi-mimpiku. Merayap masuk hingga melenyapkan batas antara alam bawah sadar dan dunia nyata. Aku sering bertanya-tanya, apa yang mustahil baginya? Sebab seolah memiliki seribu pasang mata dan seratus kaki, dia selalu bisa membuatku ketakutan sekaligus merasa aman setiap saat. Aku membenci keegoisannya, tapi lebih merutuki hatiku yang malah jatuh cinta pada iblis itu.

Iblis yang memiliki rupa bak pangeran tampan yang terjebak dalam dunia dongeng; menakutkan namun juga mengagumkan. Iblis yang dengan tega menghancurkan kebebasan seorang manusia buruk rupa yang juga seorang rakyat jelata.

Malangnya, itu aku.

***

 CHAPTER ONE: The Difference of Good and Evil

“Buka bajumu, Miss Cardia.”

Suara pria itu terdengar tenang, penuh percaya diri dan tanpa keraguan. Dengan mata terbelalak, kutatap bosku—bos baruku—tanpa berkedip. Aku yakin pendengaranku mulai keliru, dan hal itu membuatku melirik ke sisi kanan dan kiriku, memastikan bahwa ada Cardia lain di ruangan ini. Namun sama seperti ketika aku masuk kesini beberapa menit lalu, ruangan ini kosong. Hanya ada kami berdua.

 “Maaf?” seruku perlahan, ketika akhirnya berhasil mengangkses kemampuan verbalku.

“Aku bilang, buka bajumu.” Ulang pria itu tanpa memindahkan tatapannya dari tumpukan kertas di atas meja. “Atau perlu aku yang melakukannya?” Ujarnya sembari mengangkat kepala, menatap langsung ke dalam manik mataku dengan senyum miring.

Aku masih terus terperangah menatap pria yang seakan tak mengacuhkan ekspresi terkejut di wajahku beberapa menit belakangan. Dan ketika tampaknya sudah terlalu lama keheningan mengisi atmosfir di sekitar kami, pria itu bangkit, berjalan mendekati tubuhku yang mematung di tengah ruangan dan menatapku dengan pandangan yang mampu meluluhkan seluruh wanita normal di dunia.

“Apakah instruksiku kurang jelas, Miss Cardia?” tanya pria itu tanpa berusaha menghilangkan nada geli dalam suaranya. Kini terlihat jelas bahwa dia sebenarnya menikmati wajah terkejutku. “Atau kau lebih suka jika aku yang melucuti pakaianmu?”

Kutatap pria itu lurus-lurus—malah bisa dibilang aku sedang memelototinya—dengan pandangan terluka dan tersinggung. Lebih dari itu, aku merasa sangat terhina. Kuperhatikan wajahnya yang tersenyum santai, mengamati kegarangan di wajahku tanpa sedikitpun merasa bersalah. Aku tidak peduli bahkan jika dia bosku, seandainya dia melecehkanku seperti ini, aku akan tetap melawannya.

“Tidak mau.” Jawabku keras. Kukatupkan bibirku hingga membentuk garis tipis.

Mendengar jawaban dan melihat ekspresi dingin yang tercetak jelas pada wajahku, pria itu tiba-tiba saja tertawa—meskipun aku sendiri tidak mengerti apa yang lucu dari jawabanku barusan.

“Kau bahkan tidak bertanya ‘mengapa’ dan langsung menjawab ‘tidak mau’?” tanyanya persis dihadapanku, hingga aku bisa merasakan aroma maskulin pada tubuh bosku itu.

Wajah itu tersenyum janggal, membuatku harus menahan diri untuk tidak menyumpahinya keras-keras seperti yang akan kulakukan jika orang lain yang melecehkanku. Aku berusaha setengah mati memerintahkan otakku untuk berkelakuan sopan di hadapan pria ini—Lee Donghae, pemilik PHOENIX Corporation, perusahaan yang mengurusi bidang ekspor-impor barang, serta beberapa perusahaan ternama seperti OCEANS dan FROZEN yang bergerak dalam bidang konveksi pakaian dan baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan Paul SmithTM yang berharga sebesar lima ratus juta dollar. Pria itu juga memiliki resor hotel terkenal di beberapa pulau di dunia. Singkatnya, dia kaya.

SCARLETOnde histórias criam vida. Descubra agora