7. Tumpangan Dari Orang yang Sama.

4.8K 738 25
                                    

Davian berjalan dengan santai di koridor sekolah yang masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa anak disana, dia sengaja berangkat lebih awal agar tidak melihat anak-anak yang sering mencemoohnya. Bukan merasa takut, Davian hanya malas melihat wajah-wajah munafik mereka. Hari ini mood-nya sedang dalam kondisi buruk, tentu saja karena papanya sudah mengajaknya ribut pagi-pagi tadi.

Kelas pun masih terlihat kosong, Davian lantas berjalan menuju bangkunya yang berada di sudut kelas lalu memasang earphone di kedua telinganya. Tak lama kemudian Davian mendengar suara pintu yang dibuka, ia mendongakkan kepala guna melihat siapa yang datang, dan ternyata orang tersebut adalah Hendry yang tengah berdiri di ambang pintu sembari memasang senyum kecil.

"Wah, gue nggak nyangka pagi-pagi gini udah liat sampah, ngerusak pemandangan aja."

Davian tahu bahwa kalimat yang diucapkan Hendry sebenarnya ditujukan kepadanya, meskipun yang ditatap pria itu adalah tempat sampah yang berada di samping pintu kelasnya.

"Iya kan?" kini tatapan mata Hendry dialihkan ke arah Davian yang terlihat menutup mata sambil menganggukkan kepala, seolah menikmati lagu. Hendry tahu jika Davian sebenarnya sedang tidak mendengarkan apapun, dia hanya ingin mengabaikannya. Bagaimana ia bisa tahu? Karena ujung earphone yang terpasang ditelinga Davian bahkan tidak terhubung dengan ponselnya, bodoh sekali.

"Selain pembunuh, ternyata lo bisu juga." Hendry berniat memancing emosi Davian dan sepertinya berhasil, karena saat ini Davian tengah menatapnya sinis dibalik kaca mata bulat itu.

"Tutup mulut lo, udah berulang kali gue bilang-" Davian memberikan jeda sebelum melanjutkan kalimatnya.

Hendry hanya diam dengan sebelah yang alis terangkat, menunggu kalimat yang akan diucapkan Davian. Ya, meskipun ia sudah tahu apa yang akan dikatakan sebenarnya.

"Gue bukan pembunuh, gue nggak bunuh dia," lanjut Davian, matanya menatap tajam ke arah sang lawan bicara.

"Lo emang nggak bunuh adik gue, tapi lo yang bikin dia bunuh diri."

"Adik lo bunuh diri karena keinginan dia sendiri, gue sama sekali nggak ada hubungannya sama kematian adik lo," kata Davian. Lagipula hal itu benar adanya, memangnya ia yang meminta Mila untuk bunuh diri? Tidak, Mila bunuh diri karena kemauan nya sendiri.

"Kalau waktu itu lo nggak mempermalukan Mila, gue yakin dia pasti masih hidup sampai sekarang," sarkas Hendry.

Basi, itu yang dirasakan Hendry. Ia lelah harus mengulangi kalimat yang sama setiap kali bertemu dengan Davian. Bukan hanya Hendry, Davian pun sama, ia juga lelah karena harus berperang dingin dengan Hendry.

"Lo pikir dengan penampilan lo yang sekarang bisa dapatin maaf dari gue? Lo salah besar D, lo dan kesalahan yang pernah lo perbuat nggak bisa dilupain gitu aja. Dan ingat perkataan gue, lo yang bikin kita jadi jauh, bukan gue." Setelah mengucapkan kalimat itu Hendry pergi, meninggalkan Davian yang menatap kosong kepergiannya.

Mengelak pun rasanya percuma, sekalipun Davian ingin. Dampaknya sangat besar di hidupnya, rasa bersalah atas kematian Mila selalu menghantuinya sepanjang hari.

Marsha berdiri tak jauh dari kelas Davian, memandang penuh tanya pada Hendry yang berjalan menjauhi kelas. Tujuannya kemari ingin memberikan bekal yang dibawanya kepada Davian, namun niat tersebut ia urungkan ketika melihat dua orang yang dikenalnya terlihat berargumen.

JUST D [Who Are You?] [END]Where stories live. Discover now