36. Pengakuan.

3.2K 521 28
                                    

Marsha berjalan menuruni tangga sembari mengerjapkan matanya guna menahan kantuk, tenggorokannya terasa kering setelah bangun tidur. Ketika melewati ruang tamu, Marsha mendapati kedua orang tua serta kakaknya telah berpakaian rapi layaknya hendak berpergian.

"Udah bangun?" tanya Indah yang dibalas anggukkan kecil oleh anak bungsunya. Marsha melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil air minum lalu kembali ke ruang tamu.

"Kok rapi banget, pada mau kemana?" tanya Marsha lalu mendudukkan dirinya disamping Ergi.

"Ke Bandara," balas Ergi tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di tangannya.

"Bandara? Papa mau ke luar negeri lagi? Tumben banget di antarin, biasanya juga berangkat sendiri," tutur Marsha. Ia menyenderkan kepalanya di sandaran sofa lalu dengan kurang ajarnya meletakkan kedua kakinya di atas paha Ergi.

"Apa-apaan sih lo dek, mandi sana. Jorok banget lo, anak perawan kok jam segini belum mandi," kata Ergi lalu menjauhkan kedua kaki sang adik di dari pahanya.

"Nanti dulu, ah. Masih ngantuk tahu kak," bantah Marsha sembari menyamankan posisinya pada sandaran sofa.

"Manja banget, mandi sana. Ikut apa nggak?"

Marsha mengerang kesal saat sang kakak menarik-narik lengan tangannya.

"Ih, lepasin tangan haram lo dari lengan suci gue!" pekik Marsha namun tak dihiraukan oleh Ergi, ia malah dengan sengaja menggelitik pinggang Marsha membuat empunya kegelian.

Andy dan Indah hanya menghela napas melihat kelakuan kedua anaknya tersebut. Mereka sendiri heran, kenapa selalu ada saja yang mereka ributkan?

"Ini masih pagi sayang, jangan ribut-ribut," lerai Indah namun hanya dianggap angin lalu oleh kedua anaknya, benar-benar.

"Child, stop it. Kalau kalian nggak mau mama kalian meledak, berhenti sekarang juga."

Kedua kakak beradik itu segera menghentikan aksi mereka. Benar saja ketika menolehkan kepala, mereka mendapati sang nyonya besar tengah menatap datar ke arah mereka dengan wajah memerah, seolah-olah siap meledak saat itu juga.

"O-oke mom, kita udah berhenti kok," ujar Ergi lalu tersenyum kikuk setelahnya.

Indah menganggukkan kepalanya kecil, menatap anak bungsunya yang sedang tersenyum cerah ke arahnya, "Marsha-"

"Siap mama, Marsha mandi sekarang kok, ini udah berdiri." potong Marsha lalu segera beranjak dari sofa, namun sebelum sempat melangkahkan kakinya ia teringat sesuatu.

"Jessyca ikut kan, ma?"

"Tentu, dia lagi siap-siap di kamarnya, sebentar lagi pasti turun."

Marsha menganggukkan kepalanya pelan lalu segera ke kamarnya, tentu saja untuk bersiap-siap. Ia tidak ingin mamanya semakin murka.

***

"Lo- apa Jess?" tanya Marsha guna memastikan jika dirinya memang tak salah dengar.

"Gue mau lanjutin sekolah di London," jawab Jessyca yang membuat Marsha menatap tak percaya pada saudara tirinya itu. Bagaimana bisa Jessyca tak mengatakan apapun padanya? Marsha sangat yakin jika dirinya tak sengaja melihat pasport dari dalam tas Jessyca, dia pasti masih menutup mulut sampai sekarang.

"Apa yang lo pikirin sebenarnya, Jess? Kenapa lo nggak ngomong apapun sama gue?!" tanya Marsha sembari menaikkan suaranya satu oktaf, membuat suaranya menggema di dalam mobil.

Jessyca membuka mulutnya hendak membuka suara namun Marsha lebih dahulu menyelanya.

"Apa gue ini bukan siapa-siapa, jadi lo nggak perlu kasih tahu apapun ke gue?"

JUST D [Who Are You?] [END]Where stories live. Discover now