Bab 16

37.8K 2.2K 17
                                    

Ini sudah lewat tengah malam dan sepertinya aku masih sadar saat seseorang mengantarku ke basemen parkir mobil. Aku tidak bertemu dengan temanku dia kabur entah ke mana setelah mengambil uang di sana, kata bartender itu. Alih2 aku malah bertemu turis2 asing yang mencoba menggodaku. Mungkin mereka berpikir dengan wajahku yang seperti bukan warga lokal, aku bekerja sebagai seorang penghibur.

Salahkan pria yang menyumbangkan spermanya kepada ibuku, hingga mampu menciptakan wajah seperti diriku. Tapi aku tidak menyesal, walaupun dulu aku sering diejek hanya karena aku berbeda dengan mereka. Namun itu semua berubah saat aku mulai masuk ke jenjang sekolah lanjutan hingga kuliah.

"Thanks. Aku bisa sendiri," ucapku pada pria; siapa pun itu yang mengantarku ke mobil dengan selamat. Kuberi dia senyum dan ciuman singkat di pipi.

Kuusap wajahku yang kusut untuk menyegarkan diri dan melirik jam di dashboard. Saat bisa kulihat angkanya dengan jelas, umpatan ala preman pasar keluar dari mulutku. "Shit!"

Aku bergegas menginjak gas dan melarikan mobilku dengan kecepatan yang mampu membuatku ditilang oleh polisi. "Goblok!"

***

Kuputuskan mulai masuk di hari selasa saja. Dengan alasan kemarin masih mencari tempat tinggal dan menungu barangku sampai di Bali. Yang syukurlah, oleh area sales manajer di sana hanya diberi anggukan kepala, mengerti akan keadaanku. Dan aku terpaksa mengejar jadwal pesawat sore itu karena sepanjang pagi kepalaku sedikit hangover. Aku tidak menyangka, padahal biasanya aku masih bertahan.

"Makasih, Pak." Aku bersalaman dengan Pak Nurahman, area sales manajer Bali. Bosku untuk sekarang. Pria tambun dengan kacamata berbingkai hitam, dan kuperkirakan usianya sedikit lebih tua dari mama. Dari gelagatnya, sepertinya dia tipikal pria yang setia dengan istri, tapi mampu bermain api di belakangku. "Jadi, hari ini agendanya ke mana?"

"Kita nunggu bos besar dulu dari Jakarta, Arianna." Kemudian seolah baru sadar akn sesuatu dia mwlanjutkan, "Lho bukannya kamu juga dari sana, ya?"

"Iya, Pak. Tapi kok saya nggak tahu, ya?" balasku sambil meringis malu. Situ saja baru tahu, apalagi aku yang baru ke sini?

"Saya sendiri baru dengar kemarin mendadak dia mau ke sini. Saya pikir bakal bareng sama kamu, Arianna," sergahnya. Kami berdiri di koridor kantor cabang. Jam seperti ini tidak banyaknkarywan yang berlalu lalang, sehingga aku tidak memiliki kewajiban untuk bersapa atau memperkenalkan diri dengan semua orang.

"Anna saja, Pak. Biar kayak teman2 yang lain," tukasku.

Pak Nur tampak berpikir. Kemudian dia mengambil ponsel yang ada di saku celananya. "Sementara kita keliling aja dulu. Beliau mungkin datang agak siangan. Saya juga dengar dia agak ... "

Aku mengerutkan dahi dan melemparkan pandangan bertanya padanya. Pak Nur hanya mengibaskan tangan gemuknya."Sudahlah, anggap saja saya nggak bilang apa2."

Aku mengacuhkannya dan bersiap di kursi penumpang. Ada Pak Tito yang berada di kursi kemudi. Kami berkeliling di beberapa kecamatan, mengecek ketersediaan stok barang dan juga menginspeksi kinerja bawahan yang bertugas di lapangan.

Aku sedang mengunyah makan siangku saat telepon ASM ku bergetar. Setelah berkeliling tadi, menyapa beberapa pemilik toko dan berakhir dengan mengobrol panjang lebar, tanpa terasa sudah lewat tengah hari saat perutku mulai bergemuruh.

Linda, merchandiser dari kantor ini yang bertugas men-display barang ikut bersama kami. Pak Nur mengajak kami makan siang di sebuah reatoran cepat saji dan beriatirahat sejenak. Dia membenarkan letak kacamatanya dan melihat ke arah gawai di tangannya. Keningnya berkerut dan melihat ke arahku kemudian.

Aku balas menatapnya dengan pandangan bertanya. Mengedikkan daguku, "Kita balik, Pak?"

Linda, gadis merchandiser yang ikut dengan kami serta-merta melirik ragu padaku. "Kalau sekarang kita masih bisa nyampe kantor agak sore, Pak."

Pak Nur menghela napasnya dengan kesal. "Ya udah, kalian selesaikan makannya, saya mau bayar dulu."

Sudah lewat pukul empat saat aku dan pak nur juga Linda sampai di kantor. SUV hitam sudah terparkir manis di deretan panjang mobil para jajaran pegawai dan terlihat mencolok di sana. Aku turun dari mobil dan menunggu ASM ku yang sekarang. Linda audah meminta turun terlebih dulu untuk mampir ke kantor supplier.

Aku menyalami beberapa orang baru yang akan bekerja sama denganku selama beberapa waktu mendatang. Dan di antara lima pria dan dua wnita yang tak kukenal, pria itu berdiri di sana. Tegap, dengan kruk yang tersandar di lengan kanannya. Bahunya masih terlihat tegap dengan punggung lebar.

Aku bisa mengenalinya dari jarak sejauh ini, meskipun hanya dari belakang. Potongan rambut pendek yang tertutup dalam topi baseball, yang walaupun aku bukan penggemar barang bermerk, tapi aku tahu benda itu tidaklah murah. Serta dengan kaus polo ungu dan celana denim hitam, serta sneaker putih, siapa pun pasti tergoda untuk melihat siapa pria itu.

"Selamat sore, Pak Soedjiantono," sapa Pak Nur padanya.

Pria itu membalik tubuhnya dengan sedikit kesusahan sepertinya. Dia memang tersenyum, tapi tak sampai ke matanya. Dan yang membuatku terperangah, iris itu ... yang agak familier bagiku, menatap tajam ke arahku. Tubuhku membeku, darah serta jantungku serasa meluruh ke lantai dan napasku sejenak berhenti bernapas.

"Halo, Arianna."

[]

SHADOW MARRIAGE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang