Nine - Gallery

1.6K 159 5
                                    

Charlie menggandeng tangan Ellene dengan gembira dan melompat-lompat. "Yeay yeay ayo buat kue!" senandungnya dengan riang.

Ellene tersenyum geli melihat tingah kekanak-kanakan anak itu lalu memandang dua rekannya. "Aku akan mengawasi mereka, kalian bisa menunggu di sini."

Will tidak melepas maniknya saat si kembar dan Ellene menjauh dan menghilang setelah membuka suatu pintu. Dirinya mendecih dan menghempaskan dirinya di sofa yang empuk.

"Sebegitu kesalnya kau karena dia pergi?" tanya Raven bernada monoton mengikuti Will yang duduk di sofa.

"Aku tidak kesal." Lelaki berambut pirang itu menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Kedua anak itu saja yang menyebalkan, merusak mood-ku saja."

"Begitukah?"

Will menyaksikan bahwa Raven tak mengubrisnya dan sibuk dengan senapannya. Alhasil dia mendengus dan berdiri dengan kesal. "Tidak ada gunanya juga bersamamu di sini, aku pergi saja."

"Hah?"

"Aku mau pergi."

Will berbalik dan menjauhi Raven dengan cepat, berhasil membuat lelaki beriris topaz di sofa menaikan alis menyelidik, tapi tidak meneruskan niat dan kembali ke dunianya sendiri.

"Tunggu, kenapa ada yang tidak beres?"

*****

"Puah ... sudah matang!"

Ellene yang mendengar seruan Charlie berhenti mengaduk krim di dalam mangkuk. "Yang benar?"

"Tadi aku sudah dengar suara berdentingnya. Ayo cepat buka, Tuan Putri!"

Charles yang sedang menyiapkan piring memejamkan matanya dan membiarkan hidungnya mencium harum bau kue baru matang. Matanya terbuka dengan cepat dan bercicit pelan, "B-benar, a-aku juga m-mencium bau kuenya."

"Charlie, mundur sedikit, aku akan buka ovennya."

"Yeay yeay kue, kue, kue!"

Ellene menggeleng-geleng dengan senyuman lalu mendekati oven dengan sarung tangannya. Ketika dibuka pintu oven itu, hawa panas sejenak keluar dan menerpa wajah Ellene hingga dia terkejut.

"K-kakak tidak apa?" tanya Charles dari belakang tubuhnya khawatir. "M-mau kubantu?"

"Tidak perlu, Charles. Ini sangat panas, lebih baik aku yang mengurusnya." Ellene mengibas-ngibaskan tangannya pada Charles dan kembali fokus pada oven di depan mata. Hawa panas yang keluar sudah berkurang, dengan hati-hati gadis itu tatakan oven dan mengambil loyang berisi kue yang telah matang.

"Tadaa! Kita berhasil!"

Charlie melompat kembali dengan gembira sedangkan Charles bertepuk tangan melihat mereka berhasil membuat kie bersama. "S-syukurlah bisa matang dengan b-baik ...."

Kue cokelat dari loyang telah berpindah ke piring saji. Charlie melihat hasilnya dengan mata berbinar, terasa air liur sudah menggenang di mulutnya.

"Tuan Putri, ayo kita hias!"

Ellene menggeleng dan menggerakkan jarinya memberi sinyal menolak. "Tidak dengan krim, kita sudah menambahkan banyak coklat dan gula untuk kue itu. Aku tidak mau kalian sakit gigi, Charlie, Charles juga."

Telinga kelinci Charlie turun layaknya anjing yang sedang sedih, sedangkan Charles memberikan sebungkus bubuk berwarna putih pada Ellene karena melihat ekspresi mendung adiknya. "K-kalau begitu, p-pakai gula bubuk bagaimana? Y-yang penting dihias b-bukan?"

Ambrosia House [END] - TELAH TERBITWhere stories live. Discover now