Thirteen - Secret Room

1.6K 170 6
                                    

“Ke mana?”

“Ruang rahasia rumah ini.” Charlie melangkah maju untuk meneruskan penelusuran koridor tempat mereka berhenti sejenak. “Kita hanya perlu berjalan sedikit lagi.”

Ellene menelan saliva, karena mereka hampir mencapai garis awal kegelapan koridor timur. Area di hadapannya sudah minim cahaya, seakan menunjukkan bahwa mungkin saja mereka tidak dapat menemukan titik ujung koridor. “Kita masih harus maju ke depan?”

Charlie mengangguk begitu saja. Sebelum dia melangkah lebih jauh, Ellene menghentikan langkah anak itu dengan menarik tangannya. “Namun, sungguhan? Di kegelapan seperti itu? Tidak memakai lampu?”

“Ruangan rahasia tidak akan terbuka jika terlalu banyak cahaya yang ada. Kak Raven, bisa pinjam pematik apimu?”

Saat Raven menyondorkan pematik apinya, Charlie mengambilnya dengan cepat dan langsung menghidupkannya. Api kecil itu memberikan sedikit penerangan di daerah minim cahaya di hadapan mereka semua.

Charlie memimpin barisan dengan tenang, sementara Ellene gemetaran karena khawatir dengan suasana kelam di kegelapan ini dan Raven mengawal pemuda-pemudi di depannya dengan waspada. Hanya suara langkah kaki yang dapat terdengar oleh telinga, sedangkan netra hanya bisa melihat objek terdekat. Sudah beberapa kali mereka melihat laci yang sama dan pintu di kanan-kiri yang tak berbeda sedikitpun, seakan membawa mereka kembali ke titik awal area kegelapan.

“Um Charlie … apa kau yakin kita berjalan di jalan yang benar?”

“Tentu saja. Ada yang mengganggumu Kak Ellene?”

Ellene mengeratkan genggaman pada apron merahnya, bertanya takut-takut, “Ini hanya aku atau kita hanya berputar-putar di koridor ini?”

“Dirasa-rasa memang kita hanya melihat pemandangan yang itu-itu saja, tapi percayalah aku menuntun kalian ke jalan yang benar.” Charlie kemudian tertawa kecil sebelum berkata lagi. “Semua menjadi seperti ini juga karena kehendak Tuan Besar Henry.”

“Kenapa tuanmu itu aneh sekali? Bukankah pemandangan seperti ini sama sekali tidak enak dilihat?”

“Menghindari penyusup masuk ke ruangan rahasia tentunya.”

Tak lama setelah mereka berjalan, tiba-tiba Charlie berhenti berjalan, membuat mereka berpikir kalau ada sesuatu yang akan muncul sehingga mereka meningkatkan kewaspadaan. “Ada apa?”

“Kita sudah tiba.”

Tangan pucat Charlie meraih kenop pintu dan memutarnya perlahan. Pintu yang tak begitu jelas wujudnya mulai menunjukan deritan dan sedikit debu beterbangan. Ruangan yang dibuka Charlie juga tidak ada cahaya sedikitpun dan tidak menunjukan keberadaaan objek apapun saking gelapnya.

“Kenapa diam? Ayo masuk!”

Ellene melangkah mundur seraya menggeleng ragu. “Kita sudah melewati koridor kurang cahaya ini dan harus masuk ke ruangan gelap gulita itu? Aku tidak mau.”

Raven tidak memberikan respon dan hanya berdiri di belakang Ellene, membuat anak kelinci putih di depan mereka menghela pelan. “Ayolah, di dalam sepertinya ada lilin. Masuk saja.”

Raven tiba-tiba menggandeng tangan Ellene dan dengan cepat masuk ke dalam ruangan yang sudah terbuka membuat Ellene benar-benar terkejut. Namun, dirinya tak bisa melawan karena tak bisa melihat apapun, yang membuat gadis itu memutuskan untuk menutup rapat mulutnya sampai cahaya menerangi ruangan ini.

Charlie membawa pematik api bersamanya dan berhenti di beberapa tempat untuk menghidupkan lilin. Satu persatu lilin berhasil memberikan penerangan, tapi warna api yang tercipta bukanlah warna yang normal. Api kecil yang menerangi ruangan itu berwarna biru, memberikan kesan magis yang ganjil layaknya rumah ini.

Ambrosia House [END] - TELAH TERBITWhere stories live. Discover now