Eleven - East Wing

1.6K 163 3
                                    

Mereka semua kembali ke ruang utama di mana kelompok pelarian bertemu dengan si kembar dengan hawa berat masih membayangi. Will benar-benar seperti seorang pengacau yang sedang diasingkan, semuanya tidak mau meliriknya dan terfokus pada Ellene yang pucat dan lesu.

"Kak Ellene, jika ada yang bisa kami bantu, katakan saja," hibur Charlie mencoba mengurangi atmosfer tidak menyenangkan yang dibawa sejak di galeri. Sayangnya Ellene hanya tersenyum kecil dan kembali menunduk.

Charles, sebagai orang yang tidak tahan dengan segala kemuraman di depan mata tidak ikut duduk dan membuka mulut. "B-baiklah. K-kita semua sudah tahu b-bahwa mengelilingi rumah ini t-tidak boleh dilakukan s-seenaknya saja, j-jadi aku berpikir k-kita perlu berpencar d-dalam bentuk kelompok."

Tidak ada yang menyela. Will masih memperbaiki mood-nya sendiri, Raven tidak mengatakan apapun dan sibuk menenangkan Ellene, sedangkan gadis bersurai coklat di sofa tetap membisu. Charlie menghela dan bangkit dari sofa, berjalan ke arah kakaknya dengan langkah cepatnya. Mereka berdua saling berbisik dan Will menatap mereka dengan tatapan curiga, berpikir kalau ada yang disembunyikan dua anak di depannya.

Setelah mereka berdua mengangguk, Charlie berkata, "Karena kita berlima, kelompok akan dibagi menjadi dua. Kak Ellene perlu seorang pelindung, jadi dia akan masuk ke kelompok pertama yang berisi tiga orang." Kemudian anak kelinci putih itu mengeluarkan empat kartu dari saku celananya. "Kak Ellene yang akan mengacak kartu, kita berempat yang mengambil. Yang dapat gambar hati akan bersama Kak Ellene, sisanya akan masuk ke kelompok kedua."

Sekali lagi perundingan berlalu tanpa bantahan, Charlie memberikan keempat kartu itu pada gadis bersurai coklat dan diterimanya dengan melongo. Sejenak Ellene memandang kartu itu dalam diam, menahan rasa lelah akan kenyataan bak ilusi di depannya. Helaan lolos dari bibir kecil gadis itu, dan pada akhirnya tangan Ellene bergerak untuk mengacak empat kartu di genggaman.

"Siapa yang kau harapkan untuk menemanimu?"

Tiba-tiba Will bertanya demikian tanpa mengalihkan pandangannya dari kartu. Ellene menjawab itu dengan ekspresi pasrah. "Terserah, aku hanya berharap semuanya tenang dan bisa cepat keluar dari sini."

Empat orang yang lain memandangnya iba, tapi Ellene tidak bergeming dan menjadi gadis yang benar-benar kehilangan semangat untuk berjuang di rumah ini. Sayangnya tidak ada yang bisa dilakukan oleh para lelaki selain mengambil kartu, sehingga mereka tidak mengatakan apapun untuk mengubah keadaan tidak mengenakkan ini.

Charlie dan Charles menghela bersamaan, mereka meletakkan kembali kartu milik mereka di meja. "Jadi siapa yang akan menemani Kak Ellene?"

Will berdiri dan menghempaskan kartu ke meja, menunjukkan gambar hati terpampang di sana. Namun, darimana pun wajahnya tetaplah tidak senang. "Aku tidak punya keahlian menghibur orang, lagipun aku hanya akan membuat masalah jika meneruskan ini. Ayo bertukar, Raven."

Lelaki beriris topaz menaikkan alisnya memandang Will, perlahan tangan Raven yang berselimut sarung tangan hitam menjatuhkan kartu bergambar sekop ke hadapan mereka. "Tidak ada bedanya denganku."

"Kau masih mengatakan hal itu setelah kami melihat apa yang kau lakukan pada Kak Ellene di galeri?" tanya Will tidak senang dengan tangan dilipat di depan dada. "Kata-katamu seakan merendahkanku tahu."

Raven membuang muka, tak mengubris Will lagi. Lelaki itu menggaruk rambut hitamnya dan mengerang pelan. "Mau bagaimana lagi hah ...."

"B-baiklah, kita akan b-berpencar." Charles menunjuk dua koridor yang berseberangan di pinggir ruangan yang mereka pijaki. "A-aku dan K-Kak Will akan memeriksa l-lorong barat, k-kalian bertiga ke l-lorong timur. K-kita berkumpul di r-ruangan ini jika s-sudah mencapai ujung."

Mereka mengangguk begitu saja dan melaksanakan tugas masing-masing, tapi sebelum benar-benar pergi Charles menggenggam tangan Ellene dengan erat dan berucap dengan sungguh-sungguh. "T-tolong jaga dirimu, K-kak Ellene."

Gadis itu mengangguk kecil dan akhirnya mengikuti Charlie dan Raven memasuki koridor timur. Sejenak langkahnya yang belum jauh meninggalkan ruang pertemuan dan berbalik memandang sosok yang menyusuri koridor di seberang.

Aku ... bisa percaya pada mereka, bukan? batinnya.

"Kak Ellene, kau ingin ke koridor barat?"

Suara Charlie memanggilnya langsung disambut gelengan kepala dan gadis itu mengejar mereka berdua. Ketika Ellene sudah berjalan di antara si anak kelinci putih dan lelaki goth, ia bertanya, "Ruangan apa saja yang ada di koridor ini?"

"Beberapa kamar dan ruang penyimpanan, tapi semuanya tidak berpenghuni."

"Jadi kita hanya akan melewati kamar-kamar itu?"

Charlie memelankan langkahnya saat menjelaskan suatu hal pada mereka berdua. "Aku akan membawa kalian ke suatu kamar, mungkin ada benda yang ingin kalian lihat di sana."

"Apa ini jebakan?" tanya Raven begitu saja, iris topaz-nya memincing ke arah anak mudah yang lebih pendek darinya.

Charlie terkekeh. "Mungkin sulit dipercaya, tapi sekarang kami berdua ada di pihak kalian," terangnya dengan logat anak yang tak berkurang rasa seriusnya dalam membahas topik ini.

Ellene memandang Charlie dengan sungguh-sungguh, langkah gadis itu berhenti total karenanya. "Kalian di pihak kami? Maksudnya apa?"

"Sebenarnya, tugas kami sama seperti Noel dan Ale." Charlie tersenyum pahit menceritakan hal itu. "Mengurung kalian di sini selamanya, itulah tugas kami sebagai penjaga pintu utama. Namun, kami berubah pikiran."

Cerita dari Charlie telah masuk ke telinga mereka berdua, tapi hal itu tidak mengubah fakta bahwa Raven langsung ambil langkah untuk melindungi Ellene. "Kenapa kau memberitahukan hal ini pada kami?"

"Itu karena Kak Ellene begitu baik pada kami berdua." Charlie meremas kalung salib yang selama ini tergantung di lehernya. "Tuan Putri Alice dan Kak Ellene sangat mirip, sama-sama baik hati. Kami berdua tidak bisa menyembunyikan apapun dari Tuan Putri Alice, begitu pula pada Kak Ellene. Karena itulah aku memberitahukan hal ini pada kalian."

"Bagaimana dengan kakakmu?"

Charlie melirik arah lain. "Kami ... tidak suka pada Will, jadi kami tidak akan bilang padanya."

Raven mengunci mulutnya karena kalimat itu, juga kewaspadaannya luntur seketika. Perubahan drastis dari lelaki yang melindunginya membuat Ellene mengejar Charlie. "Sebenarnya mengapa kalian tidak suka pada Will? Apakah Will seburuk itu?"

Dua lelaki di sana perpandangan satu sama lain, sedangkan Ellene dipenuhi rasa bingung karena seorang teman darinya diusik oleh mereka. Kelompok ini sedang mengusik Will si remaja bersurai pirang di koridor barat dan Ellene tidak begitu suka membicarakan keburukan orang di belakang mereka, sehingga topik ini benar-benar mengganggunya.

Lelaki goth di hadapan menarik napasnya dalam, mulai membicarakan pengakuan di antara mereka. "Inilah yang ingin kusampaikan padamu soal Will, yang paling abnormal di rumah ini."

Ambrosia House [END] - TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang