Pecahan [7] Nek Ita Menghilang

83 28 30
                                    

"Ma! Tahu nggak hari ini Rita bikin ini!"

Mirita yang baru saja pulang dari kelas tingkat pertamanya di sekolah dasar itu memerkan gambarnya dengan crayon yang pekat, anak itu menggambar dua orang tua dan satu anak kecil dengan warna-warni cerita, beserta rumah kecil cokelat gelap di belakangnya.

"Wah," Ibunya berhenti sejenak dari prosesnya menyusun makanan ke dalam wadah-wadah kotak yang akan diantarkan nanti sore. "Bagus sekali Rita-nya Mama, Hebat!"

"Hehe." Mirita menurunkan hasil karyanya dan memeluk ibunya erat-erat.

Ibunya mengusap-ngusap kepalanya lembut, lalu berbisik, "Hati-hati ya, Rita."

🌕☀️🌕

"Nek, Rita pulang," sapa Mirita setelah Ia membuka pintu rumah Nek Ita. Waktu menunjukkan pukul 7 dan seluruh lampu rumah belum menyala.

Perasaan tidak nyaman segera menggelitik karena tidak ada yang menjawab sapaannya.

"Nek?" Mirita menelusuri seluruh ruangan dan tidak mendapati Nek Ita di mana pun.

Jantungnya berdebar panik.

Tunggu. Mungkin saja Nek Ita sedang ke warung.

Rita sontak berlari ke warung terdekat. Napasnya menderu karena berlari, namun tidak ada Nek Ita di sana. Ia bertanya dengan suara bergetar dan napas berkaca-kaca ke semua tetangga yang ditemuinya.

Akhirnya satu lingkungan mereka membantu mencari. Mirita menggigit bibirnya kuat hingga sedikit terluka. Pemandangan yang benar-benar menakutkan.

Pemandangan deja vu yang persis ketika kebakaran terjadi dan lingkungan mereka panik kesana dan kemari.

Mirita jatuh terduduk. Tubuhnya lemas, paru-parunya tidak menerima pasokan oksigen dengan benar.

Ke mana Nek Ita pergi? Ia tidak pernah pergi lebih jauh diluar lingkungan ini. Bagaimana bisa Nenek itu bepergian sendirian? Nenek juga tidak bilang padaku kalau akan pergi.

Setelah pencarian dilakukan secara menyeluruh oleh warga lingkungannya, mereka tampak khawatir dan berpesan bahwa, "Mungkin Nenek sedang pergi sebentar, kalau Ia kembali kabari kami ya, tapi jika besok Nenek tidak kembali juga, kami akan bantu membuat pelaporan orang hilang."

Nek Ita hilang? Ke mana? Diculik? Kenapa?

Pikiran Mirita melayang jauh. Kenapa dua peristiwa buruk menimpa orang terdekatnya bersamaan? Ah nggak, mungkin Nek Ita hanya bosan dan ingin jalan-jalan. Iya, nanti malam juga kembali. Benar.

Tadi pagi mereka masih saling sapa dan sarapan bersama, masa iya tiba-tiba Nek Ita menghilang tanpa jejak? Benar. Tidak mungkin.

Aku akan pulang dan membuat makan malam untuk Nek Ita, juga air hangat seperti biasa untuk membersihkan diri.

🌕☀️🌕

Nek Ita tidak pulang.

Mirita menunggu sampai pagi, bahkan dengan sedikit berkedip.

Bahkan, Ia belum benar-benar selesai membereskan dokumen kedua orangtua dan rumahnya.

Sekarang, Ia harus melapor Nek Ita yang menghilang?

Mirita mencengkram kedua tangannya hingga rasa nyerinya bisa membuatnya tersadar bahwa ini adalah kenyataan.

Darah pelan-pelan menetes dan menodai lantai tempatnya melipat lutut dan menunggu semalaman.

Suara ketukan pintu menyadarkan Mirita dari ruang benaknya. Ia segera menghampiri pintu, berharap Nek Ita ada di baliknya dan minta maaf karena sudah pergi tanpa meninggalkan pesan.

"Selamat Pagi," sapa Naures yang tersenyum simpul dibalik pintu.

Lutut Mirita kembali lemas dan Ia jatuh terduduk. Sial. Sial. Sial.

"Eh? Um? Ada apa Rita?" tanya Naures yang kebingungan.

Sial.

Mirita akhirnya menjelaskan pada Naures bahwa Nek Ita menghilang. Ia menawarkan diri untuk menemani Mirita membuat laporan orang hilang ketika genap 24 jam dari hilangnya Nek Ita.

Selain itu, Naures akan mengurus sisa dokumen rumah dan orangtua Mirita sendirian dengan surat kuasa yang ditandatangani Mirita.

Mirita akhirnya menurut untuk tinggal di rumah Nek Ita sepanjang hari ini, berjaga-jaga jika Nek Ita pulang ke rumah.

"Jangan lupa istirahat dan makan. Kalau Nek Ita pulang dan kamu seperti ini kan, beliau akan sedih," pesan Naures sebelum berangkat meninggalkannya.

Mirita hanya mengangguk lemah, pikirannya yang berisik tidak mungkin mengizinkannya untuk melakukan semua itu.

Bahkan jejak merah dan kulit yang iritasi karena cengkraman kuatnya tadi, juga tidak bisa menenangkan pikirannya yang berisik.

Mirita akhirnya ke kamar Nek Ita dan memeriksa semua barang yang ada di sana dengan seksama, siapa tau Nek Ita meninggalkan pesan untuknya, dan pesan itu jatuh terselip entah ke mana.

🌕☀️🌕

Setelah cukup lama mencari, akhirnya Mirita tidak menemukan satupun pesan yang mungkin ditinggalkan dan terselip, bahkan Mirita baru sadar bahwa sandal yang biasa dipakai Nek Ita untuk ke warung saja masih ada di teras rumah.

Seakan Nek Ita menghilang begitu saja di dalam rumah.

Diluar itu, Ia malah menemukan foto mereka bersama saat piknik yang Mirita impikan beberapa hari lalu.

Anehnya, di foto itu, Naures tidak ada di sana, dan malah ada Nek Ita duduk di sebelah Ibunya dengan senyuman hangat. Sementara Ayah dan dirinya disudut tikar, seolah bersiap untuk kembali berlari-lari setelah foto ini.

Tidak ada Naures di sana. Apa anak itu yang mengambil foto mereka?

Tapi juga tidak ada Nek Ita di mimpinya.

Mana yang benar dan kenapa ingatannya dan foto berbeda?

Mirita menggelengkan kepala. Untuk saat ini mempertanyakan mimpinya bisa dikesampingkan, yang penting adalah Nek Ita harus ditemukan. 

KalopsiaWhere stories live. Discover now