Pecahan [14] Percobaan Melarikan Diri 1

83 17 9
                                    

Mirita merasa bahwa tenggorokannya menelan sesuatu. Dengan rasa tidak nyaman ia terbangun dan mendapati bahwa Naures sedang meminumkan dirinya sesuatu berwarna biru.

Sontak ia berontak dan seperempat cairan tersebut berceceran ke kasur.

"Oh. Rita sudah bangun rupanya, selamat pagi," sapa kasual Naures seolah ia tidak melakukan sesuatu yang salah.

"Apa yang—"

"Anggap saja—hmm apa ya namanya kalau di linimasa ini? Suplemen." Naures mencengkram lengan Mirita kuat. Seolah mengisyaratkannya untuk jangan berani mencoba memuntahkannya. "Oke?"

Mirita menelan ludahnya. Ia takut.

Takut sekali, namun terlihat ciut rasanya sangat menyedihkan. "Sebenarnya lo itu siapa dan kenapa mengusik hidup gue segininya?"

Naures melepas cengkeramannya dari lengan Mirita. Ia beralih mengganti perban Mirita dengan cekatan tanpa menjawab pertanyaannya.

"Toh gue gak bisa kabur, gak punya siapa-siapa lagi, jadi biarin gue tahu lo itu siapa."

"Menarik," katanya setelah menyelesaikan pergantian perban di tangan Mirita. "Apa ya bahasanya, saya seseorang udah sudah hidup lama dan mengumpulkan Jiwa seperti milik Rita setiap beberapa generasi."

"Ji-jiwa?"

Naures menepuk tangannya, seolah memuji jawaban Mirita. "Benar sekali, saya sudah lama mengumpulkan jiwa-jiwa seperti Rita sejak lama."

Naures membuka tangannya, cahaya-cahaya lembut berwarna putih keluar dari permata merah yang menautkan jubahnya.

Cahaya-cahaya itu terasa membuat suhu disekitarnya menjadi lebih hangat, seperti matahari pagi yang mengintip dari sela-sela awan di hari yang cerah.

"Ini adalah pecahan-pecahan sol dan Rita memiliki ini juga, jadi saya ingin mengambilnya."

"Dengan membunuhku?" Mirita menanyakannya setengah menangis dan setengahnya lagi pasrah, setidaknya mungkin jika Ia mati, penderitaan ini akan berhenti.

Diluar dugaan, Naures tertawa terbahak mendengarnya. "Membunuh? Rita pikir saya melakukan seluruh hal yang merepotkan ini untuk membunuh? Kalau begitu dari awal saya tinggal melakukan ini—"

Naures menggerakan telapak tangannya dari bawah ke atas, seperti mengangkat sesuatu. Detik itu juga, tubuh Mirita melayang di udara mengikuti gerakan tangan itu.

Naures mengepalkan tangannya dan seketika itu Mirita tercekik.

Sial. Sial. Sial.

"--tapi tidak bisa."

Naures menurunkan dirinya dan Mirita kepayahan mengambil napas. "Saya butuh Rita hidup dan sehat, jadi menurut saja untuk tidur-makan-minum di sini. Kalau tempat tidurnya kurang nyaman atau Rita bosan, Rita bisa minta pada Rino untuk menyiapkan apa saja."

Naures menggunakan dua jarinya untuk mengangkat dagu Mirita agar menatap kedua mata merahnya lurus-lurus. "Selama itu bukan permintaan untuk melarikan diri, pasti akan dikabulkan."

Mirita berusaha berpikir bagaimana caranya ia bisa melarikan diri dari situasi ini tanpa terlihat seperti ini melarikan diri.

"Baik."

"Bagus." Naures menjauhkan tangannya dari dagu Mirita sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.

Mirita menggigit bibirnya. Ia harus mencari cara untuk lepas dari situasi ini. Ia membunyikan lonceng di nakas untuk memanggil Rino,

Laki-laki mungil dingin itu datang dua detik setelahnya. "Ada yang bisa saya bantu Nona?"

"Tolong lepas ikatan kaki ini, gue kesemutan," ujar Mirita gamblang, mencoba peruntungan.

"Baik. Tapi mohon jangan melukai diri anda lagi, nanti saya akan dimarahi." Rino dengan cepat membuka pengikat kaki Mirita dengan jentikan jari.

Itu menjelaskan kenapa kain usang ini bahkan tidak bisa ia lepaskan sendiri. Karena mereka menggunakan sihir. Iya sepertinya ini yang dinamakan sihir.

"Terima kasih." Mirita segera menekuk lututnya agar ia bisa merasakan kedua kakinya. Karena yang ini mudah dikabulkan, mungkin saja—

"Ada lagi Nona?"

"Gue bosan, jadi apa Rino lihat kotak kecil yang kemarin gue bawa? Sekitar kemarin gue memegangnya—"

"Ah itu. Tuan Naures mengambilnya." potong Rino cepat.

"Apa bisa gue minta? Gue ingin mendengarkan lagu dan mencari tontonan di sana. Kamar ini bagus tapi membosankan benar 'kan?"

"Akan saya tanyakan kepada Tuan Naures."

"Ah!" Mirita panik, sepertinya Naures akan langsung menyadari motifnya jika mendengar dari Rino ia meminta ponselnya yang hilang setelah ia benar-benar sadar dari pikiran berkabutnya hari ini. "Katanya tadi gue bisa meminta apapun agar lebih nyaman dan tidak bosan, apakah gue gak bisa minta ponsel gue sekarang?"

Sial. Sepertinya permintaan ini tidak akan berhasil.

"Saya akan berikan jika Tuan Naures mengizinkan. Tunggu sebentar."

Sial. Pelayan itu benar-benar seperti robot..

Mirita menghembuskan napasnya. Jika ia tidak bisa meminta pertolongan dari ponsel, maka apa yang harus ia lakukan agar bisa lari dari pulau ini? 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang