Fragrant Orchid

19 2 0
                                    


"Kak Lanfan ... Kak Lanfan!!!" panggil seorang anak. Suaranya terdengar panik dengan napas terengah-engah dan berkeringat. Sepasang ikatan rambut di kepalanya terlihat berantakan.

"BODOH! Jangan panggil dia, kita panggil Kakek Fu saja!" bentak anak yang lain. Rambutnya lebih pendek tetapi penampilannya tak kalah kacau. Keringat juga terlihat membanjiri keningnya.

"Tapi Kakek Fu tidak bisa berbahasa asing...," protes anak yang lain lagi. Larinya paling lamban tetapi dia tidak terlihat sekacau kedua saudaranya yang lain.

"Lebih baik gitu, kan?" timpal anak kedua yang berambut pendek. "Jadi tidak akan ketahuan kalau kita yang...."

"...Kalian yang...?" ulang suara perempuan muda. Nada bicaranya yang sedingin es membuat ketiga anak itu seketika membeku.

"Kak Lanfan...," cicit yang berkucir dua.

"S- s-selamat ... P-p-petang," terbata-bata anak berambut pendek di sebelahnya mencoba menyapa dengan sopan, tanpa berani menoleh sama sekali.

"...Kalian yang ... Apa?" ulang perempuan muda itu lagi, mengabaikan salam anak itu. Lengannya terlipat dengan jari mengetuk-ngetuk tak sabar menunggu jawaban. "Kalian sudah berbuat apa, sampai tidak ingin ketahuan olehku ... Hmm?"

Satu dari anak-anak itu memberanikan dirinya, perlahan dia menoleh ke arah pemilik suara. Hanya untuk melihat pandangan tajam dari sepasang manik hitam yang berkilau seolah siap menerkam dan menelan bulat-bulat mereka bertiga.

Bahkan dalam balutan gaun biru langit anggun serta atasan sutera berwarna merah jambu keunguan yang manis, kegarangan perempuan yang dipanggil Lanfan itu tidak terlihat berkurang di mata anak-anak itu.

"B-bu-bukan salah kami," jawab yang dikucir dua dengan suara gemetar. "Kami hanya melihat saja!"

"Betul! Betul! Kami hanya menonton!" sorak yang lain.

"Kami tidak berbuat apa-apa yang bisa bikin mainan kami disita!" sergah yang larinya paling lambat, lebih bersemangat .

"...Hou?" Perempuan muda itu menaikkan alisnya. Sementara dua anak yang lain menepuk dahi masing-masing.

Tidak butuh waktu lama bagi perempuan muda itu untuk memaksa agar mereka bertiga menceritakan dengan jujur apa yang sudah terjadi. Ketika mereka selesai, tak seorang pun berani mengangkat kepalanya untuk balas memandang kepada Lanfan.

Perempuan muda itu mendesah panjang. Bukan hanya anak-anak itu melanggar aturan untuk menggunakan Ruby Vines di luar area latihan, mereka juga membuat kerusakan hingga melibatkan tamu asing yang seharusnya dia temui. Sekarang Lanfan hanya bisa menyerahkan hukuman untuk anak-anak tadi pada yang lain dan bergegas menemui tamu asing itu sebelum ada masalah baru.

Baru juga Lanfan selesai bicara pada seorang pelayan untuk menggiring ketiga anak di hadapannya ke ruang belajar, Kakek Fu—sang penjaga gerbang, berlari dengan tergopoh-gopoh ke arahnya.

"Nona Lanfan!!!" panggil Kakek Fu parau. Warna panik dalam suaranya membuat perasaan perempuan muda itu jadi tidak enak.

"Gawat, Nona! Tamu asing itu ... Tamu asing itu memasuki Ruangan Terlarang!"

Pikiran Lanfan berlomba. Dari Kakek Fu, dia mendengar tamu mereka membawa plakat lambang klan mereka yang lama untuk bisa melewati gerbang. Seingat Lanfan, anggota keluarga yang pergi dari klan beberapa tahun yang lalu adalah salah satu pengguna Ruby Eyes dan Ruby Vines terkuat yang pernah ada.

Sembari bergegas berlari ke tempat yang disebutkan oleh Kakek Fu, Lanfan hanya bisa berharap semoga tamu asing ini tidak ada kaitannya dengan anggota keluarga yang itu.

Right EyeWhere stories live. Discover now