Stranger from Faraway (2)

21 0 0
                                    


"Nona yang satu lagi ... Tidak ikut masuk?"

Pemuda jangkung berambut dan bermata cokelat di hadapannya bertanya dengan polos. Bahkan Lanfan yang mudah curiga tidak melihat ada maksud tersmbunyi dari ekspresi wajahnya. Namun justru yang seperti itu lebih berbahaya. Orang di hadapannya bisa membuat korban berjatuhan tanpa dia sendiri menyadarinya.

"...Apa yang akan kubicarakan denganmu setelah ini hanya boleh didengar oleh anggota keluarga saja," Lanfan menjawab dengan mengulang pernyataannya pada pelayan tadi.

"Ah, begitu rupanya. Maaf, saya tidak tahu."

Pemuda itu menarik mantelnya dari atas satu-satunya kursi di ruangan itu, melipatnya lalu memindahkannya ke atas ranjang. Setelahnya, dengan luwes dia menyediakan kursi kayunya pada Lanfan.

"Silahkan duduk?" tawarnya ramah.

"...Terimakasih, tapi tidak usah. Aku hanya perlu bicara sebentar saja...."

Pemuda itu bergeming, tetap dengan senyum ramahnya dan masih memegang kursi untuk Lanfan. Akhirnya gadis itu menyerah dan menerima tawarannya. Itu lebih baik daripada pembicaraan mereka tidak berlanjut.

"Jadi, langsung saja," Lanfan memulai setelah menempati posisi nyaman di kursi kayu yang disediakan. "Pertama-tama, aku perlu bertanya soal kondisi tubuhmu saat ini. Apakah ada ketidaknyamanan? Sakit di tempat tertentu? Mungkin masih terasa pening atau malah melihat hal-hal aneh? Bagaimana dengan mata kananmu?"

"Terimakasih sudah bertanya, tetapi saya tidak merasakan adanya keluhan," jawab pemuda itu seraya mengambil tempat di salah satu sisi ranjang untuk tempat duduknya sendiri, menghadap langsung kepada Lanfan.

"Oh, ya ... Saya belum memperkenalkan diri. Nama saya-... ."

"Kami sudah tahu," potong Lanfan cepat. Gadis itu sedang tidak ingin berbasa-basi. Dia hanya ingin urusannya lekas selesai.

"...Sungguh?" Pemuda itu tampak lebih terkejut dari dugaan Lanfan.

Apakah dia memang tidak tahu apa-apa atau hanya terlalu polos, gadis itu tidak tahu. Karena tidak tega, Lanfan memutuskan untuk memberikan penjelasan.

"Karena kasus kemarin kami perlu memeriksa latar belakangmu, jadi kami terpaksa menggeledah barang-barangmu. Dari situ kami mendapatkan dokumen perjalanan dan izin tinggalmu." Lanfan menghentikan kata-katanya sejenak, lalu melanjutkan, "Apabila kau menganggap apa yang kami lakukan tidak patut, mewakili seluruh klan, kuucapkan permohonan maaf."

"Eh? Ah ... Tidak perlu minta maaf, itu prosedur yang wajar ... Justru saya yang sudah tidak sopan. Sudah mendadak datang, masih membuat keributan pula."

Lanfan sedikit merasa lega karena pemuda yang menjadi tamunya tidak terlihat keberatan, walau gadis itu masih bertanya-tanya apa maksud keterkejutannya sebelum itu.

"Karena anda sudah tahu nama saya, sebetulnya tidak masalah tetapi saya masih ingin tahu nama anda, apakah saya boleh bertanya ... Atau orang asing seperti saya tidak berhak untuk mengetahu nama Nona?"

Alis Lanfan naik sebelah. Gadis itu salut bagaimana orang di hadapannya mampu mengucapkan kalimat sepanjang itu dengan lancar hanya untuk menanyakan nama seorang perempuan.

"...Tidak boleh, ya?" Ekspresinya terlihat sedih dan kecewa. Lagi-lagi Lanfan dibuat merasa bersalah.

"Aku Lanfan dari keluarga Wu," jawab gadis itu pada akhirnya.

"Wu Lanfan, ya ... Apakah ditulis dengan huruf yang berarti harum dan anggrek?" ulang pemuda itu riang.

Tidak ada jawaban. Malah kening gadis itu berkerut mendengar sang tamu asing repot-repot menerjemahkan arti namanya.

Right EyeWhere stories live. Discover now