[10]

230 43 47
                                    

SELAMAT MEMBACA

⚘⚘⚘


Pagi mejelang. Matahari sudah tampak tinggi. Ayana buru-buru memasukan buku secara acak ke dalam tas. Jam di tangannya sudah menunjukan pukul 06.45. Lima belas menit lagi bel masuk sudah berbunyi di Madrasah Aliyah Negeri 1 Grobogan tempatnya bernaung ilmu dan Ayana masih berada di rumah. Pagi ini Ayana bangun kesiangan sebab terlampau lelah ia semalam. Terlebih hari ini Ayah tak bisa mengantar karena sudah berangkat kerja sejak pagi sekali sehingga Ayana harus berangkat sendiri.

"Ay, sarapan dulu sana," kata Bunda ketika Ayana melesat keluar dari kamar dengan tergesa bahkan tak melirik makanan yang Bunda sajikan di meja.

"Bunda, aku udah telat ini." Ayana dengan gugup menali sepatunya asal-asalan.

"Suruh anterin Fajar aja, gimana? Tuh dia ada di ruang tamu," kata Bunda mengagetkan Ayana yang matanya bergerak-gerak mencari sosok Fajar.

"Kenapa Fajar pagi-pagi begini datang ke rumah, Bun?"

"Inget, Fajar lebih tua dari kamu," Bunda berdecak kesal dengan kebiasaan Ayana memanggil Fajar hanya dengan namanya saja sembari Bunda memberi Ayana kotak makan yang baunya harum menggoda. "Dia tadi nganterin makanan dari Ummi Zul buat kamu. Nih makanannya bawa buat bekal ke sekolah!"

Ayana hanya manggut-manggut dengan keterkejutan yang sudah hilang tersogok kotak bekal pemberian Fajar. Selesai ia menali sepatu lalu mengikuti langkah Bunda menuju ruang tamu.

"Fajar, sekalian anterin Ayana ke sekolah, ya?" Mendengar itu Ayana menghela napas panjang dengan terheran dengan situasi yang selalu berusaha membuatnya dekat dengan Fajar yang hanya mengangguk setuju ketika Ayana mencium tangan Bunda untuk pamitan.

"Iya Bunda," kata Fajar lagi lalu menyalami tangan Bunda sementara Ayana mengikuti di belakangnya. "Bunda pamit dulu. Ayo, Na."

Fajar menstater motornya. Dengan cepat tanpa perintah Ayana duduk saja di jok belakang. Bukan kebiasaan Fajar sebenarnya memboncengkan yang bukan muhrimnya. Bahkan itu pertama kali bagi Fajar kepada gadis yang dijodohkan dengannya. Ruas jalan Diponegoro sangat ramai menyambut Fajar ketika motornya sampai di halaman depan Madrasah. Ayana turun lalu tersenyum juga tak lupa mengucapkan terima kasih dan menyerahkan helm.

"Hati-hati, Fajar." Fajar hanya mengangguk lalu tersenyum dengan senyuman terbaiknya lantas berlalu.

Baik sekali Fajar itu, tapi Ayana tak mengerti mengapa ia tak juga punya sesuatu yang berbeda padanya. Padahal sudah hampir satu tahun Ayana mengenal Fajar semenjak perjodohan itu. Ayana kagum dan suka pada setiap yang ada pada diri Fajar, tapi tetap saja tak ada yang yang menggairahkan hati gadis itu. Semua rasanya masih biasa saja bagi Ayana.

"Na." Nindy mendadak berjalan mensejajari langkah Ayana yang sudah sampai di lapangan basket seraya memainkan kedua alisnya menggoda Ayana. "Kamu tadi dianter sama siapa?"

"Bukan siapa-siapa, kok."

"Eh, ganteng loh dia. Termasuk ketagori cogan," kata Nindy menyenggol-nyenggol bahu Ayana heboh sendiri.

Sering memang mereka membicarakan perihal cogan atau cowok ganteng, tapi semua itu hanya sebatas gurauan. Mereka tahu jika membicarakan, memandang atau apapun lawan jenis itu tidak boleh. Hukumnya dosa. Namun, anehnya Ayana masih sering melakukannya.

"Iya, emang ganteng, alim pula, akhlaknya baik, pandai ngaji dan Qiroah, anak pesantren juga," kata Ayana asal ceplos saja, sementara Nindy malah terkesima.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang