[13]

176 26 23
                                    

SELAMAT MEMBACA

⚘⚘⚘

Siang amat menerkam diri dengan panas yang menyusupkan sepi di antara ulu hati. Arga hanya diam memandangi segelas kopi yang ia sajikan sendiri, ia nikmati sendiri. Masih saja ada sesuatu yang menggelayuti pikirannya sejak kemarin sore. Suasana ramai di kedai kopi tempat Arga berada sekarang tak lantas menghilangkan sepinya. Bahkan, suasana indah kota Surakarta yang biasanya bisa menenangkan hati Arga pun tak banyak menyita perhatiannya.

Lalu lalang pengunjung kafe tak membuat Arga terusik batinnya yang hampa itu. Ia sudah terlarut dalam pikirannya lagi. Dengan kenyataan yang ia dapati kemarin sore tepat di hadapannya itu telah berhasil meluluhlantakan kesadarannya.

"Lo kanapa, Ga?" Mahesa, sahabat sekaligus pemilik kafe Konco Moro tempat Arga bekerja itu menyodorkan segelas cappucino.

"Enggak." Arga mengambil nampan lantas mengantar pesanan. "Meja nomor berapa?"

"Enam."

Langsung saja Arga tanpa banyak kata lagi berlalu meski perasaanya masih kacau. Di meja nomor enam itu Arga menangkap sosok yang tak asing untuk matanya. Ada yang lega menyusup dalam hati Arga, ia ingin sekali segera menemuinya. Sosok itu tersenyum menyambut kedatangan Arga dengan segelas cappucinanya.

"Kapan balik ke sini, Ga?" Gadis cantik dengan jilbab abu-abu itu berubah datar air mukanya ketika mendapati pemuda berlesung pipi yang tak lain adalah Arga di hadapannya bermata sayu dan tertunduk lesu.

"Pagi tadi, Nit." Arga lantas saja duduk di kursi samping Anita yang menguar penasaran.

Keduanya lantas saling bertukar cerita panjang kali lebar. Termasuk cerita Arga tentang gadis yang telah mencuri hatinya yang ternyata adalah gadis yang dijodohkan dengan adiknya. Mata teduh Arga layu ketika menyebut nama gadis itu dalam ceritanya. Ada sesak tertahan dalam batin Arga. Hanya Anita yang sekarang mampu Arga percaya untuk menyimpan kegundahan hatinya itu.

"Aku nggak tahu gimana ke depannya, Nit. Aku nggak mungkin mencintai jodoh adik sepupuku sendiri."

Anita yang mendengar itu pun sebenarnya menahan gemuruh yang maha dasyat dalam hatinya. Tangan Anita gemetar mendengar kata mencintai yang terlontar dari mulut Arga. Rasanya ada yang menyusup lalu menusuk dalam hati Anita. Gadis itu hanya bisa menepuk pundak Arga tanpa ia tahu siapa yang akan menepuk pundaknya untuk sekedar mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Sebab secara diam-diam selama satu tahun mereka menjadi sahabat, Anita menyimpan rasa pada Arga. Entahlah, baru saja satu orang yang tahu perihal kenyataan itu, sudah ada hati yang tersakiti tanpa Arga sadari yaitu Anita.

"Jodoh siapa yang tahu, Ga," singkat Anita lantas menyeruput Cappucino-nya sementara Arga hanya mengangguk hampa.

"Ya udah, aku balik kerja lagi." Arga tersenyum meninggalkan Anita yang berpura-pura menikmati cappucino-nya, seolah hatinya baik-baik saja.

Sampai aroma siang yang terik di kota Surakarta mulai beranjak pada sore yang tenang dan sejuk. Pemandangan hilir mudik kendaraan kian merapat jalan. Kedai Kopi Konco Moro malah kian ramai di ujung hari. Lagu-lagu pop kekinian masih mengalun penuh kesyahduan. Membuai telinga-telinga pengunjung yang tengah menikmati kopinya dengan pembicaraan-pembicaraan santai. Pun Arga masih dengan segelas kopinya. Tertegun. Melamun. Jam kerjanya sudah usai dan ia pun ada kelas kuliah sore, tapi rasa pun dayanya masih cukup beku. Enggan melakukan hal yang semestinya. Batinnya masih kelu untuk melangkah maju.

Dreet ...

Sebuah notifikasi dari ponselnya. Dua nama secara bersamaan berdampingan di layar ponsel Arga. Apa itu yang disebut jodoh? Arga berspekulasi dengan sekehendak hatinya saja. Tak peduli ia dengan sekeliling yang kian lama kian ramai pun lagu-lagu yang kian syahdu menusuk telinganya.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Where stories live. Discover now