[12]

220 34 71
                                    


SELAMAT MEMBACA

Siang hampir beranjak menemui sore dengan matahari yang berpendar pelan. Di belahan tempat yang berbeda, dengan perasaan penuh tanya, seorang pemuda menutup teleponnya. Ia menghela napas panjang menetralkan hatinya dengan mengucap dzikir dalam sunyi batinnya.

"Telepon siapa sih, Jar? Kok serius amat?" Fajar hanya senyum-senyum saja ketika digoda oleh kakak sepupunya yang mulai beranjak dari duduknya.

"Apa sih Mas Arga?" Wajah Fajar merona dengan senyum megah yang selalu tersungging di wajah lembutnya. "Mas Arga kapan pulangnya?"

"Tadi pagi dari Solo, tapi ke madrasah dulu buat acara kampus gitu, Jar." Arga jelas sangat letih setelah kegiatan yang cukup menguras tenaga pagi tadi, ia mulai menguap sana-sini. "Kamu jadi dapet beasiswa ke Al-Azharnya, Dik?"

"Iya Mas, insyaallah. Sedang minta doa restu Abah dan Ummi." Fajar mulai resah dengan hal yang baru saja ia katakan meski secara lisan kedua orang tuanya sudah setuju sejak kemarin. "Semoga saja dimudahkan oleh Allah."

"Aamiin, Jar. Terus kalau kamu ke Al-Azhar, perjodohan kamu itu gimana?" Arga memainkan kedua alisnya menggoda Fajar yang barang sekali pun memang tak pernah membicarakan persoalan cinta atau etertarikannya terhadap kaum hawa. "Kamu enggak bakal rindu tuh sama dia?"

"Rindu? Sudah pastilah aku bakal merindukannya. Tutur katanya, senyumnya, tawanya, tingkahnya ... eh." Fajar tersadar baru saja membayangkan seorang gadis yang selalu ada dalam rapalan doanya dengan mengulas senyum dan tindakan itu sudah tentu dilihat dengan jelas oleh Arga. "Astagfirullah."

"Nah kan, ngomong-ngomong siapa namanya?" Arga belum berhenti menggoda saudara sepupunya itu. Memancing agar Fajar terbiasa menceritakan perasaannya.

"Namanya Ayana, Mas. Bagus, kan?"

"Ayana?" Arga terkejut bukan main dengan nama yang baru saja Fajar katakan. Bagi Arga nama itu jelas sangat tidak asing di telinganya.

"Kenapa? Mas Arga kenal?" Fajar bingung melihat keterkejutan dan perubahan raut wajah Arga. "Dia juga sekolah di MAN 1 Grobogan, sama kayak Mas dulu."

Arga bertambah terkejut. Namanya sama dengan seseorang yang Arga kenal. Tapi, mana mungkin orang yang sama? Mengingat bahwa kota ini luas, nama bisa jadi sama. Tidak. Sangat tidak mungkin. Jangan sampai mungkin. Ini bisa jadi masalah besar. Hati Arga terus menyangkal itu.

"Kayak pernah denger namanya?" Arga berpura-pura tak peduli, padahal nama itu sangat mengganggu pikirannya. "Mungkin bisa jadi aku kenal. Kasih tahu dong, Jar."

"Nanti sore dia ke sini Mas. Tunggu aja."

"Kalau beneran aku udah kenal gimana, Jar?" Arga mencoba memancing pendapat Fajar. Siapa tahu orang yang ia maksud sama dengan orang yang Fajar maksud. Tapi jangan sampai. Arga terus menyangkal kemungkinan itu. Batin Arga pun terus berdoa agar jangan sampai hal itu terjadi. Hal yang akan memperumit segalanya.

"Ya nggak apa-apa juga. Malahan, nanti kalau aku jauh di Mesir sana Mas Arga bisa menjaga dia."

"Boleh, tapi kalau dia jatuh cinta sama aku gimana, Jar?" Candaan Arga mendadak membuat Fajar tersenyum.

"Ya udah, nikahnya sama Mas Arga aja." Fajar malah terkekeh sendiri, sementara Arga tak terlalu keberatan dengan candaan itu.

"Hati-hati loh Jar, omongan itu doa!"

"Astagfirullah, iya. Jangan sampai terjadi, aku tidak akan sanggup." Kali ini nada bicara Fajar sedikit serius.

Tawa Arga pecah memenuhi ruang keluarga yang hanya keduanya di situ, padahal hati Arga gamang dengan kemungkinan yang ia sangkal itu. "Santai-santai. Yang penting itu kamu bisa jaga hati, jaga mata. Cewek Mesir kan cantik-cantik."

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Where stories live. Discover now