[23]

175 19 12
                                    

Ponsel Fajar bergetar di sakunya ketika hari-hari berganti begitu cepatnya masa kuliah Fajar di Al Azhar. Sudah selesai semester empat Fajar lalui dengan nilai IP yang sudah pasti bagus, dan semester depan ia masuk semester lima. Sungguh cepatnya waktu berjalan dalam kehidupan ini.

"Iya Ummi, ada apa?" Setelah suara salam Fajar balas dari seberang.

"Jar, kamu sudah masuk masa libur kuliah, kan ini?"

Udara panas siang hari di Mesir menyengat kulit Fajar ketika ia tengah duduk di sebuah kedai makan bersama Ibrahim dan Fatimah serta beberapa tetangga saqqoh lainnya yang juga mahasiswa Indonesia di Al Azhar.

"Iya, ummi. Fajar sudah mulai libur," kata Fajar sembari mendorong sepiring Khusari yang ia santap dan sedikit menepi dari teman-temannya. "Liburnya cukup lama Ummi."

"Kamu pulang ya, le. secepatnya." Suara Bu Zul parau terdengar disambungan telepon.

"Ada apa, Ummi? Abah sakit?" Fajar terkejut dengan pernyataan Ummi dan tak cukup mengerti. Sementara Ibrahim dan Fatimah yang mendapati ekspresi wajah Fajar pun turut tertegun.

"Ndak le, Ummi dan Abah serta keluarga Ayana sudah setuju bahwa perjodohan kamu dengan Ayana akan dipercepat."

"Apa Ummi?"

Fajar untuk sepersekian detik tersentak sadarnya oleh pernyataan umminya. Ini terlalu cepat. Kabar baik yang bagi Fajar terlalu cepat. Ia belum lulus kuliah seperti perjanjian awal. Tapi, hati Fajar cukup berbunga dengan taman penuh mewarna.

"Setelah kamu pulang, kita akan langsung mengadakan acara pertunangan, le."

Fajar tidak bisa menahan senyum di wajahnya yang secara gamblang tercium oleh kejahilan Ibrahim. Dengan raut penasaran Fatimah hanya duduk diam mengamati Fajar.

"Baik Ummi, secepatnya Fajar pulang." Fajar menutup teleponnya. "Waalaikumsalam Ummi."

"Naon Jar?" Ibrahim memainkan alisnya jahil, tapi sangat penasaran. "Kamu mah senyam-senyum sendiri di telepon umminya. Kamu teh abis di transfer seratus juta apa gimana?"

Fajar masih tersenyum sembari menyeruput teh hangatnya.

"Bagi-bagi atuh kalo dapet seratus juta mah!"

"Ini lebih dari seratus juta, Him." Fajar menyuara dengan binar di matanya. "Besok aku harus siap-siap karena harus pulang ke Indonesia."

"Lah, kamu mah mau pulang kampung. Aku teh ditinggal sendiri gitu?" Ibrahim memasang wajah kesalnya dan bibir manyun ala-ala anak kecil yang sedang merajuk.

"Memang ada apa Akhi mendadak pulang ke Indonesia?" Fatimah yang turut penasaran menyuara. "Kebetulan beberapa hari lagi saya juga mau ke Indonesia, mau berkunjung ke pondok di Solo."

"Nah, kalian teh bareng aja kalo gitu. Biar aku teh di sini lumutan sendiri!"

Fajar tertawa kecil dengan tingkah merajuk Ibrahim yang absurd itu, sementara Fatimah tersenyum saja di balik cadarnya.

"Ada apa kamu teh pulang kampung Jar?" Ibrahim tidak sabar untuk mendengar alasan Fajar. "Soklah cerita. Jangan bikin aku sama Fatimah mati penasaran. Dosa kamu. Itu teh pembunuhan berencana."

Fajar terkekeh dengan ujar kelakar Ibrahim. Raut penasaran Ibrahim dan Fatimah tidak bisa dihindarkan lagi.

"Jadi, saya sudah dijodohkan oleh keluarga dan Ummi menyuruh pulang secepatnya karena akan ada pertunangan katanya."

Fajar tidak bisa menyembunyikan binar di matanya ketika tak sengaja betatap mata dengan Fatimah. Entah mengapa mendadak surut binar mata Fatimah mendengar pernyataan Fajar.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Where stories live. Discover now