[22]

147 20 33
                                    

Hari-hari cepat berlalu. Masa perkuliahan semester satu dan semeseter dua telah berakhir dengan libur yang panjang dan nilai IP yang cukup memuaskan. Di masa liburan, Ayana sedang duduk di rumah ketika malam menyambut dengan temaram.

"Yah, Ayana mau ngomong sesuatu." Ayana menyuara mendekati Ayah yang sedang minum kopi sembari menonton acara televisi kesukaannya.

"Apa? Gimana kuliahmu lancar, kan?"

Ayana mengangguk lalu sekuat tenaga berusaha mencari keberanian untuk membicarakan hal paling penting untuknya ini.

"Ayah?"

"Hmm"

"Yah? Ayah?"

"Apa sih, Ay?"

"Ayana mau ngomong soal perjodohan."

Ayah terkejut menatap Ayana dengan penuh penasaran. "Kenapa lagi?"

"Yah, bisa nggak kita batalkan perjodohan itu?" Ayana berhati-hati mengatakan itu, wajah Ayah sudah merah padam.

"Ayana!" Suara ayah meninggi, bergetar hati Ayana.

"Ayana jatuh hati sama orang lain Ayah. Ayana takut semakin dilanjutkan perjodohan ini malah semakin menyakiti hati keluarga Fajar nantinya, Yah." Kata-kata itu dengan spontan terlontar dari mulut Ayana yang sekarang sudah mengatup.

"Ayana, kamu tahu itu tidak mungkin, kan?" Ayah menyuara cukup tegas membuat hilang segala berani yang Ayana upayakan, tapi ia tidak mau menyerah.

"Ayah dan Abah Hasyim sudah bersahabat lama, tidak mungkin ayah membatalkan perjodohan itu sepihak! Lagi pula Fajar juga laki-laki yang baik, apa kurangnya dibanding laki-laki yang membuat kamu jatuh hati itu?"

"Ayah, tapi .... "

Belum sempat Ayana membereskan kalimatnya, ayah sudah angkat suara. "Cukup! Ayah nggak mau lagi bahas ini."

Lalu ayah pergi duduk di teras sembari minum kopinya yang sudah tidak panas. Ayana masih duduk di tempat yang sama sembari merenungi segala yang terjadi. Sebegitu rumitkah pikiran orang dewasa?

Bunda duduk di sebelah Ayana, membelai puncak kepala Ayana. Sayup-sayup suara hewan malam meriuhkan sepi dalam batin semua orang. Ibu menatap anak gadisnya sayu lalu tersenyum penuh sahaja.

"Bun, Ayana salah ya kalo jatuh hati sama orang lain?"

"Kamu tidak salah sayang, hati tidak pernah salah." Bunda lembut menyuara pada Ayana. "Waktu dan keadaan yang tidak tepat."

"Terus, Ayana harus gimana bun?"

"Sayang, turuti saja ayahmu. Bunda yakin pasti ada hikmahnya, ya?" Ayana mendengus kesal mendengar kata bunda yang memihak pada kenyataan itu. "Benar kata ayah, Fajar laki-laki yang baik."

Memang Fajar adalah laki-laki yang baik. Arga juga adalah laki-laki yang baik. Mereka sama-sama baik. Tapi, takdir hati adalah Tuhan yang mengatur, kan? Bukan hanya perihal siapa yang baik atau lebih baik dari siapa. Ini urusan hati. Dan Ayana tidak mau menyerah dulu.

"Tapi Bun, Ayana menyukai orang lain." Ayana masih kekeh dengan keyakinannya. "Bahkan sebelum ketemu Fajar."

"Ayana, Bunda mengerti dan paham perasaan kamu, tapi keadaannya sudah terlanjur seperti ini. Kamu jalani saja yang sudah di rencanakan, ya. Ayah dan Bunda tahu yang terbaik buat kamu."

"Bunda, tapi .... "

"Sudah, coba pahami segalanya, Ay. Mungkin ini memang yang terbaik untuk semuanya. Bismillah, kamu bisa sayang."

Bunda masih membelai puncak kepala Ayana dengan kelembutannya. Malam ini usaha Ayana gagal untuk membatalkan perjodohan ini. Besok Ayana akan mencoba lagi dengan cara lain. Ayana tidak mau menyerah dulu.

Diantara Doa Aku Mencintaimu [End]Where stories live. Discover now