1💜

674 28 20
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Suara-suara itu memang selalu menggangu. Berpura-pura tidak tau itu melelahkan memang. Namun mau bagaimana lagi, takdir  kata mereka. Mencoba terbiasa dan tetap melanjutkan hidup."





Hari ini Syania dibuat terkejut dengan perkataan Bundanya bahwa mereka akan pindah rumah, menyusul sang kepala keluarga. Syania termenung memikirkannya bagaimana bisa tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu Bundanya membuat keputusan itu.

Bukan tak mau mengikuti kemauan orang tua untuk pindah, tapi ini sesuatu hal yang besar.

Pindah

Disini jika yang dibicarakan pindah keluar kota, yang mana masih berada didalam bagian negara yang ia sekarang ini tempati mungkin bisa ia toleransi namun ini. Syania memijat pangkal hidungnya, seketika membuatnya dilanda pusing secara tiba-tiba.

" Bunda yakin dengan ini? Maksudku mengapa tiba-tiba sekali? Bahkan Bunda tidak mengatakan nya lebih dulu padaku,"

Wanita paruh baya yang dipanggil Bunda itu hanya bisa tersenyum mendengar protes putrinya. Atau lebih tepatnya keluhan yang jarang putri nya lontarkan. Salahnya juga yang tidak membicarakan ini pada Syania, tapi jikalau ia membicarakan nya lebih dulu mungkin Syania akan membuat berbagai alasan agar tidak pindah dari negara ini.

" Maafkan Bunda ya Syan, bukannya Bunda tidak ingin membicarakan nya dulu padamu. Tapi kau juga tau bahwa umur Bunda ini sudah tidaklah muda lagi. Apalagi Bunda merindukan Ayahmu itu". Kata Bunda pengertian

Syania hanya bisa menghembuskan nafasnya lelah. Ia tau jika Bundanya ini butuh sosok ayahnya. Selama ini juga sebenarnya Syania merasa kasihan pada Bundanya yang merasa kesepian tiap kali ia pergi ke sekolah atau keluar mengerjakan sesuatu.

" Tapi setidaknya Bunda bicarakan dulu agar aku juga bisa menyiapkan diri. Lagipula kenapa tiba-tiba Bunda ingin pindah ke negara Ayah? Bukannya selama ini kita baik-baik saja?" Kata Syania sambil memakan sarapannya.

Bunda yang masih berkutat dengan masakan nya pun menoleh kearah Syania.

" Ayahmu disana kesepian, kasihan beliau tinggal disana sendirian. Apalagi pekerjaan kantor nya semakin hari semakin banyak. Ayahmu keteteran jika harus bolak-balik ke untuk mengunjungi kita"

Syania termenung mendengar perkataan Bundanya. Memang benar kasihan ayahnya yang harus bolak-balik ke Korea - Indonesia hanya untuk melihat istri dan anaknya. Ya ayahnya adalah orang yang berkewarganegaraan Korea sedangkan Bundanya orang berkewarganegaraan Indonesia.

Kedua orang tuanya bertemu semasa kuliah di negara Belanda, mengambil jurusan yang sama, kelas yang sama  membuat mereka menjadi dekat sebagai teman hingga akhirnya Ayahnya memberanikan diri melamar Bundanya.

Ya seperti itulah dan selama ini ia dan Bundanya berada di negara Indonesia sedangkan Ayahnya berada di Korea. Awalnya ia juga bingung mengapa ia harus berpisah dari ayahnya sendiri. Bundanya tidak pernah menceritakan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Syania pun lelah sendiri mencari jawabannya. Bunda sama sekali tidak ingin membicarakan apapun itu.

" Mau ya Syan, kita pindah menemani Ayahmu disana?"

Syania hanya diam, sedetik kemudian ia menganggukkan kepalanya tanda ia setuju akan pindah. Syania lalu bergegas untuk meminum susunya dan segera berangkat ke sekolah. Ngomong-ngomong ia baru saja naik kelas 3 sekolah menengah atas. Baru saja ia liburan dan sekarang semester baru datang. Belum sempat ia menyicipi bangkunya sekarang ia harus pindah.

" Emmm Bunda, itu bagaimana sekolah ku?" Tanya Syania duduk kembali di kursinya.

" Tenang saja, kau bisa sekolah di sana. Ayahmu akan menanganinya, yang terpenting jika kau mau untuk pindah ke sana itu sudah cukup,"

" Memang nya kapan kita akan berangkat Bunda?"

" Hari ini kita kan berangkat, sekarang lebih baik jika kau segera mengemasi barang-barang mu,"

"APA!! bunda mengapa semua serba tiba-tiba begini. Lagipula kenapa Bunda terlihat buru-buru sekali?"

Bunda hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu. Wanita paruh baya itu mendekati putrinya seraya mengelus puncak kepala putrinya sayang.

" Lebih cepat lebih baik, sekarang Bunda ingin Syania segera keatas rapikan barangnya ya sayang."

Jika Bunda sudah berbicara seperti ini artinya ia tidak bisa dibantah lagi. Syania hanya bisa menurut dengan keputusan Bundanya itu. Syania menganggukkan kepalanya dan segera pergi untuk mengemasi barang-barangnya.

Sementara Bunda menghela nafasnya lelah, ia tatap punggung putrinya yang kian menjauh. Bunda terduduk ia mencoba untuk menata hatinya. Tidak ada pilihan lain ia membutuhkan suaminya sekarang lagipula ini satu-satunya jalan agar bisa melindungi Syania. Cukup sudah kesedihannya akan kehilangan waktu itu, wanita paruh baya itu hanya ingin yang terbaik.

Pukul 15.00 waktu Indonesia Syania beserta Bunda berada di bandara internasional Soekarno-Hatta. Terlihat Syania mencoba menyibukkan diri dengan ponsel ditangannya. Sedari tadi telinganya seraya panas dengan teriak-teriak mereka. Maksudnya adalah para roh, hantu atau apapun itu sebutannya.

Risih sekali rasanya, karena tak tahan dengan keadaan itu kini Syania mengeluarkan earphone nya dan langsung saja memakainya. Memutar aplikasi musiknya, menyetelnya dengan suara yang keras agar suara-suara itu bisa terhalau. Memang nasibnya bisa dibilang tidak beruntung.

Bukannya mau mengeluh dengan keadaannya namun kadang hal ini membuatnya dijauhi oleh orang-orang. Membuatnya merasa tersisihkan, Syania tau ingin mengeluh pun tidak ada gunanya juga.

Lebih baik seperti ini saja berpura-pura agar tidak melihat apa-apa. Karena ini pun sudah ada dari kakek neneknya. Semacam keahlian turun temurun dari keluarga.

Bundanya sekarang ini tengah duduk disampingnya dengan sebuah buku ditangannya tak lupa dengan kaca mata kecil yang bertengger manis di sana. Bundanya sudah macam anak muda sibuk dengan dunianya sendiri meninggalkan putrinya yang masih mencoba menghalau suara-suara aneh itu.

Tak lama kemudian pengumuman tentang penerbangan menuju negara ginseng tersebut berbunyi. Syania beserta Bunda segera memasuki pesawat mereka.

Syania duduk didekat jendela masih dengan earphone bertengger dikedua telinganya. Entah mengapa tiba-tiba saja kepalanya dilanda pusing. Syania melepas earphone itu dan memegangi kepalanya, ia menundukkan kepalanya menggenggam erat pegangan kursinya.

Bunda yang mengetahui putrinya kesakitan mencoba membantu Syania dengan menggenggam tangan putrinya itu.

" Tenanglah Syan, bernafas lah pelan-pelan. Kemari sayang!"

Bunda memeluk Syania yang masih mengeluh kesakitan. Sebenarnya ini bukanlah yang pertama kali hal ini sudah sering terjadi. Mungkin itu juga yang membuat Bunda bisa tenang dalam keadaan ini.

" Tenanglah."
























TBC.

Hai ini cerita versi revisi ku. Maaf sebelumnya data ku hilang entah kemana ini pun nulis dengan ingatan ku yang sudah  lupa-lupa ingat. Gak tau kemana tulisan awalku hilang teman😥😓
Ya udahlah mau gimana lagi jadi ini aja. Chapter selanjutnya juga aku coba lihat dulu kaya hilang aku revisi lagi. Maaf ya atas ketidak nyamanan nya

SHE IS KNOW (BTS) Where stories live. Discover now