12. Tamu Tak Diundang

5.2K 249 0
                                    

Marcell berdecak sebal, lantaran aktivitas bermain video game yang sedari tadi ia mainkan terpaksa harus dihentikan karena bel rumahnya berbunyi. Berulang kali Marcell mencoba tidak menghiraukan, namun semakin lama bunyi bising dari bel rumahnya itu membuat telinga Marcell berdengung.

Dengan langkah kaki malas, Marcell beranjak dari sofa ruang tamu menuju pintu. Siapa gerangan orang yang datang ke rumah malam-malam begini?

Begitu pintu sudah terbuka dengan sempurna, Marcell spontan membulatkan kedua bola matanya, ia terkejut bukan main.

"Ngapain lo berdua ke sini?!" sentak Marcell memandangi wajah Erza dan Novan secara bergantian.

"Kita berdua ini tamu loh, masa ada orang berkunjung lo malah marah-maeah gitu, apalagi tamunya cowok ganteng kayak gue," cengir Erza sembari mengangkat kedua jari telunjuk dan tengahnya ke udara membentuk huruf V.

Berdecih kecil seraya memutar malas kedua bola matanya, Marcell kembali menyahut, "sebenarnya lo berdua ada keperluan apa ke sini? Malam malam pula tuh."

Tanpa menunggu persetujuan dari Marcell, Erza dan Novan langsung memasuki rumah Marcell.

"Kalian berdua jawab pertanyaan gue dulu,"sambar Marcell sembari mengikuti langkah kaki kedua sahabatnya yang berjalan menuju sofa.

"Gue mau main lah, bosan di rumah," celetuk Novan setelah ia mendaratkan bokongnya di sofa.

"Nggak boleh, sana pergi!" Marcell mencengkeram pergelangan tangan Novan dan menyeretnya untuk keluar dari dalam rumahnya. Namun Novan tidak mau menurut, ia justru malah memberontak.

"Nggak sopan lo sama tamu Cell," omel Erza sembari menggelengkan kepalanya.

"Bodo amat, gue tau tipikal kalian berdua. Gue udah kapok ijinin kalian masuk ke rumah gue lagi."

Marcell tiba-tiba teringat kejadian saat Novan dan Erza main ke rumahnya dulu, pada saat itu mereka berdua mengacak-ngacak kamar Marcell hingga sangat berantakan. Tidak heran jika Marcell tidak sudi menerima tamu jika tamu yang datang adalah dua sejoli itu.

"Pergi lo berdua, apa perlu gue panggilan satpam dulu?" Marcell berkacak pinggang sembari menatap kedua sohibnya dengan kilatan mata tajamnya.

"Daripada emosi gitu, mending kita main game, sana lo buatin kita minuman dulu!" perintah Novan pada Marcell sembari menunjuk ke arah dapur dengan dagunya.

Marcell memejamkan matanya sebentar, lalu membuang napas gusarnya berulang kali. Untung saja mereka adalah sahabatnya, kalau tidak, sudah habis tulang belulang yang berada di raga mereka.

"Dasar tamu nggak tau diuntung lo berdua, awas aja kalo gue kembali dan ruangan ini jadi berantakan, jangan harap nyawa lo berdua selamat," ucap Marcell serius.

"Idih, sadis amat bang," gumam Erza sembari terkekeh ringan.

Tidak lama kemudian, Marcell kembali ke ruang tamu dengan membawa tiga gelas air putih dan camilan ringan yang ia beli beberapa waktu yang lalu.

Marcell menghempaskan tubuhnya di sofa dengan lega setelah menaruh semua minuman dan camilan di atas meja.

"Pelit amat sih lo Cell," gerutu Erza setelah memandangi hidangan yang Marcell bawa.

"Apanya?" Marcell tak terima, kini ia duduk dengan tegap, menatap Erza dengan sorot mata tajam.

"Masa tamu di kasih air putih doang, terlalu pelit itu!" komentar Novan pula.

Marcell memutar bola mata, tingkah Novan dan Erza itu sungguh merenggut emosinya. "Lo berdua itu cuma tamu, jadi nggak boleh protes apa yang disuguhkan oleh tuan rumah, kalian berdua paham?"

Too Late To Realize (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang