Too Bad

473 69 1
                                    

Ia melangkah tenang setelah terlebih dahulu menarik nafas untuk menyiapkan mentalnya, apabila nanti ia kembali menjadi objek kejahilan dan tempat pembuangan emosi mereka. Seperti biasanya.

Namun, usahanya untuk menenangkan diri itu ternyata berakhir sia-sia karena dengan sendirinya keberanian dan ketenangan yang telah susah payah ia kumpulkan kini hilang begitu saja, bertepatan dengan langkah pertamanya.

Sakura menundukkan kepala, tangannya mencengkram erat pada tali ransel yang berada dalam pegangnya. Ia tidak berani mengangkat kepalanya, jika hanya untuk mendapatkan tatapan yang terus mengikutinya. Menusuk di setiap langkahnya.

Emerald beningnya mengintip kecil dari sela-sela rambut yang membingkai wajahnya. Semua orang terlihat berkumpul dengan masing-masing kelompoknya. Membahas hal yang tidak ia tahu apa itu. Namun sepertinya itu merupakan hal yang besar, terbukti dengan acuhnya mereka akan keberaadan dirinya. Yang tentunya keadaan baru tersebut sangat ia syukuri.

Dilangkah yang ingin menuju kelas, samar-samar telinganya mendengar nama Karin beserta antek-anteknya disebut oleh kerumunan itu. Entah apa lagi yang geng itu lakukan. Namun, dengan cepat ia menggelengkan kepala. Berusaha mengacuhkan apapun itu, yang Karin lakukan. Karena jika saja dirinya bisa, ia ingin tidak lagi berurusan dengan mereka.

.

Hari ini terasa lebih baik. Karin dan Gengnya tidak merundungnya, mereka tak sedikitpun menampakkan wujud di hadapannya. Entah apa yang membuat mereka berlibur untuk mengerjainya, namun itu bagus. Ia merasa lebih tenang dan hidupnya terasa damai.

Ia di sini. Duduk di perpuastakaan yang tenang dengan pandangan yang tak pernah luput dari setiap juntaian kata-kata indah di dalam buku yang sedang ia baca. Tangannya bergerak pelan membalik halaman yang baru.

Decakan kesal keluar darinya saat merasa jika hal yang telah ia lakukan ternyata tidak menghasilkan apapun.

Memang hal itu akan menjadi sia-sia jika dari tadi pikirannya terus melayang menjauhi raganya. Semua kalimat yang telah ia baca di buku tadi terasa kosong, menghilang begitu saja. Sampai-sampai ia sendiripun tidak tahu buku apakah yang tadi ia baca.

Ia sangat ingin menjalani hari ini dengan menyendiri dan membaca di Perpustakaan. Namun, otaknya kali ini benar-benar tak dapat diajak bekerja sama. Hingga dari itu, iapun memutuskan menyerah dan menutup bukunya. Menghentikan kegiatan membacanya.

Punggungnya menyandar pada kursi dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Emeraldnya yang indah menerawang jauh. Ia benar-benar kesal karena dirinya tak mampu untuk menghabiskan hari yang bersejarah ini.

Helaan nafasnya terdengar keras mengisi suara ditengah kesunyian yang mana hanya ada ia seorang diri di tempat ini. Sepertinya orang lain tak berniat untuk mengunjungi tempat yang sekarang menjadi markasnya.

Pikirannya kembali terlepas dan menjauh. Sebuah bayangan kabur tentang seseorang yang memiliki mata sehitam jelaga tiba-tiba melintasi benaknya. Membuat tubuhnya tersentak. Tidak mungkin ia teringat pada sosok yang selalu mengganggunya itu.

Sakura menggeleng kuat, berusaha mengenyahkan pemikiran gilanya tersebut. Dengan cepat ia menarik bangku, merapatkan tubuhnya lebih dekat pada meja. Kembali berkutat pada buku bacaan yang sebelumnya tak berguna. Dan mencoba dengan sangat keras untuk menenggelamkan dirinya, masuk kedalam cerita.

.

Beberapa hari ini ia seolah berada di hari perdamaian yang sangat tentram. Tidak ada sedikitpun gangguan yang ditujukan padanya. Semuanya lenyap.

Clé HiddenWhere stories live. Discover now