Prologue

30.7K 1.9K 103
                                    

Secangkir kopi menjadi teman di tengah kafe dan kepanasan Kota Seoul sore ini.

Jeon Jungkook melepas jas kerjanya. Melipat sebagian lengan kemeja ke atas, kemudian menyapu pandang pada sudut kafe bertema kuno yang tengah ia pijaki.

Di tengah jari telunjuk yang mengetuk meja, serta bibirnya yang bersiul lirih, maniknya tanpa sengaja menatap ke arah pintu masuk yang baru saja terbuka.

Menampilkan tiga orang gadis remaja yang mengobrol sambil berjalan ke arah bar dan memesan beberapa menu. Jungkook tak bisa melepaskan pandangan begitu saja.

Gadis dengan rambut sebatas bahu, tas berwarna kuning pastel, rok sekolah yang hanya menutupi sebagian kecil pahanya, juga bibir yang mengerucut dimainkan.

Sangat disayangkan sekali sebab gadis itu memakai jaket dan menutupi name tag pada seragamnya. Kalau saja ia tahu nama gadis itu, Jungkook pasti akan dengan mudah mendapatkan informasi tentang gadus tersebut.

Namun, saat ketiga gadis itu duduk di meja yang tak jauh dari miliknya, Jungkook lekas melihat pada sepatu yang sudah lusuh milik gadis tersebut.

Jungkook juga menyadari bahwa gadis itu tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk membayar makanan dan minumannya.

Satu fakta lagi yang ia lihat. Di saat kedua temannya mengeluarkan ponsel keluaran terbaru, gadis yang menarik perhatian itu hanya mengeluarkan ponsel lama yang sudah sangat ketinggalan.

Bibirnya menyungging senyum remeh. Lantas Jungkook membenarkan duduknya sebelum menyesap kopinya tanpa memutus pandangan.

Girl, kau harus kudapatkan.

....

Park Jihye terduduk tidak nyaman di kursinya. Bagaimana, tidak? Pasalnya sejak ia masuk ke dalam kafe, ekor matanya melihat ada seorang pria dewasa yang terus melihat ke arahnya tanpa henti.

Sialnya, ponsel Jihye tidak secanggih milik teman-temannya yang dapat mengakses internet dan sosial media. Jadi Jihye tidak bisa membuang rasa gugupnya.

“Sora-ya, temani aku pipis.” Jihye berbisik lirih.

Kemudian gadis Ahn itu mengalihkan atensinya sesaat. “Dengan Kara saja, ya? Aku sedang video call dengan Mingyu,” jawabnya lalu menyengir tidak enak.

Jihye melempar tatapan pada Kara, dan gadis Min itu balas menggigit bibir bawah. “Aku juga sedang melakukan live di Instagram, Ji-ya. Sendiri saja, oke? Biasanya kau juga sendiri, 'kan?”

Baiklah, Jihye mengerti dengan keegoisan dua temannya itu saat bertemu dengan ponsel masing-masing.

Menghela napas, Jihye lantas mengangguk dan beranjak dari kursi. Ia sempat meletakkan tas ranselnya pada kursi sebelum meninggalkan mejanya dan berlari kecil ke toilet kafe.

Jantungnya berdegup tidak normal. Serius. Ia tidak bisa ditatap begitu lekat dengan seorang lawan jenis. Apalagi tampan. Jihye bisa mati di tempat seketika.

Sayangnya lagi, langkahnya mendadak terhenti karena pergelangan tangan yang tiba-tiba dicekal oleh seorang pria pembuat onar jantungnya.

Jihye menelan saliva susah payah. Tidak ada definisi lain selain tampan saat mereka saling menatap.

“T-Tuan ... m-maaf, apakah s-saya berbuat kesalahan?” tanyanya takut.

Jihye hanya mendapat seringai kecil yang pria itu tampilkan sebagai respons. Sebelum merapatkan tubuh dan mengungkung Jihye di sudut ruangan, pria itu menyempatkan diri untuk melihat keadaan sekitar yang sepi.

“Jeon Jungkook. Itu namaku. Tapi kalau kau ingin memanggilku Daddy, aku akan lebih senang. Bagaimana?”

Otak polosnya mencerna seluruh kata yang keluar melalui celah bibir pria bernama Jungkook itu. Daddy ... apa maksudnya?

Pardon me?” Jihye sama sekali tidak paham, dan butuh penjelasan manakala pergelangannya diremas lembut dan dibawa di samping kepalanya.

Jungkook mengeluarkan kartu namanya dari balik saku celana kain yang ia pakai. “Hubungi aku. Kau bisa bekerja untukku—dan tentu saja, aku akan membayarmu lima kali lipat lebih besar dari upah kerja minimum,” katanya lalu berangsur menjauh setelah mengerling nakal dan menjilat bibir bawahnya sensual. []

———

Sedang mengumpulkan otak mesum di pagi hari yang sudah baca ini. Sedia komen dan absen di sini? >>>

AFFAIRWhere stories live. Discover now