Part 9

359 21 0
                                    

   Sepuluh tahun yang lalu
Saat itu  aku  masih berumur  7 tahun, aku hanyalah bocah kecil yang lugu dan tak mengerti apa-apa. Ayahku  adalah seorang pemabuk besar, dan suka berjudi. Dia selalu membuat keributan setiap kali pulang kerumah. Aku masih ingat benar bagaimana ayahnya memukuli bunda  dengan kasar hingga hampir seluruh bagian tubuhnya memar dan membiru.

    Disaat itu terjadi, bunda selalu bilang padaku kalau ayah marah karena kesalahannya. Tapi aku tau semuanya, bahkan bunda tidak membuat kesalahan apapun. Hampir setiap hari aku menyaksikan tindakan ayah yang sangat kasar pada bunda,hingga suatu waktu aku menerobos masuk dan mencoba menghentikan tindakan ayah.

   Namun aku hanyalah anak kecil yang tidak memiliki tenaga untuk  melawan, aku lemah hanya bisa menangis dihadapan ayah agar ia berhenti memukuli bunda. Tapi semua itu sia-sia, ayah seperti orang gila, psikopat  berhati dingin yang tega memukulku bersama bunda tanpa ampun. Bunda menjerit, meringkuk memeluk tubuh mungilku. Berharap agar aku tidak merasakan  pukulan demi pukulan yang ayah berikan,tapi itu percuma karena aku masih bisa merasakan sakitnya pukulan ayah.

    Bukan hanya aku dan bunda yang menjadi sasaran ayah,tapi  kakakku juga menjadi imbas dari amarahnya yang  tak terkendali. Kakak yang lebih besar  dua  tahun dari  juga tak mampu melawan dan menyudahi tindakan ayah karena saat itupun ia tak memiliki tenaga yang cukup kuat untuk melawan ayah. Setiap kali ayah pulang dalam keadaan mabuk dan kalah berjudi ia akan sangat marah seperti orang kalap sambil meminta uang untuk berjudi. Jika ia tidak mendapatkannya, maka bundalah yang menjadi samsak pertama dari pukulannya dan terus mengancam sambil menarik dan memukuliku juga.

    Setiap kali ayah pulang bunda akan mendorong kami berdua kekamar sebelum ayah mulai menarik dan memukulku. Aku meringkuk ketakutan dengan kakak yang terus mencoba menenangkanku, tapi percuma  aku tidak bisa mengendalikan ketakutan ku sendiri. Kecemasan sudah menguasai diriku sehingga ayah sudah layaknya moster yang harus di hindari.
Dari ruangan ini juga aku dapat mendengar suara teriakan ayah dengan nada meninggi dan suara tangisan bunda yang terdengar begitu pilu. Namun pada suatu hari ayah tak lagi pulang kerumah, aku tidak tau tapi itu cukup melegakan untuk aku, bunda juga kakak dan mulai dari titik inilah kehidupan kami sedikit membaik.

  Tapi dari titik ini juga aku menyadari ada sesuatu yang menganggu psikis ku. Aku selalu mengurung diriku, tak ingin keluar kamar bahkan menghindari dan merasa terganggu dengan kehadiran kakak. Aku selalu cemas saat ada laki-laki di sekitarku hingga aku tak bisa mengendalikan diri. Di mataku semua laki-laki yang ada dihadapanku bagaikan ayah yang siap memukulku kapan saja.

   Ketakutanku semakin memuncak,  nafasku memburu, jantung memompa darah dengan cepat, aku mulai berkeringat dan gambaran ayah datang di benakku dan disaat itu terjadi aku mulai berteriak,menangis bahkan menutup mata juga telingaku. Rasanya semua orang yang aku lihat hanya ayah yang siap memukulku kapan saja.

*
*
*
  Sore hari di hari yang sama  di rumah Amanda, semua anggota keluarga sudah pulang dari kesibukan mereka masing-masing. Dewi sedang sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam sedangkan Aldi terlihat berdiri mematung di depan pintu kamar adiknya, ya! Sejak kejadian malam itu keduanya belum berbicara lagi satu sama lain. Kali ini Aldi ingin membicarakan suatu hal yang penting pada Amanda, sesuatu yang seharusnya dia bahas dari jauh-jauh hari.

PHOBIA(Comeback)-TAMATWhere stories live. Discover now