1. PROLOG

10.8K 751 63
                                    

Gadis itu adalah seseorang yang tidak pernah terlihat, tidak dianggap, dan tidak diingat.

Gadis itu adalah bunga yang indah, tetapi susah disentuh dan penuh misteri.

Gadis itu kuat dan memiliki kehidupannya sendiri. Sangat mandiri.

Gadis itu adalah Nandara Jasmine Granitama. Seseorang yang membenci nama tengahnya sendiri. Jasmine.

Ia benci bunga melati. Ia benci mencium aromanya. Hampir setiap hari, aroma itu ada di sekitarnya.

Nandara mengklaim dirinya untuk menjadi gadis itu. Dia tidak bahagia, menjadi dirinya sendiri. Gadis yang terlihat baik-baik saja tetapi sebenarnya terluka.

Menatap pantulan dirinya lewat kaca sebuah toko, tersenyum miris. Ternyata ia menyedihkan.

Untuk sesaat, matanya teralihkan pada sebuah papan tua yang bisa saja jatuh menimpa kepala siapapun yang lewat kapan saja. Bercakan cat samar-samar masih terlihat. Ia masih bisa membacanya. Magic Shop.

Langkahnya mengantarnya masuk ke toko tersebut. Banyak barang-barang antik dan unik menarik perhatian mata. Dia tidak salah masuk toko. Memang toko barang antiklah yang ingin didatangi.

Seorang wanita tua terlihat duduk dengan malas di meja kasirnya. Matanya yang sayu dan penuh intimidasi tidak menyurutkan keinginan Nandara untuk menjelajah isi toko.

"Cari dan temukan."

Sebaris kalimat itu keluar dari bibir sang wanita tua. Nandara tidak banyak bicara dan mengganti responnya dengan anggukan pelan.

Lantas kakinya menuntun masuk ke bagian toko lebih dalam. Matanya serasa dimanja. Seolah ia kembali ke kumpulan masa lalu yang sangat pantas untuk dikenang. Ribuan pernak-pernik, dan barang-barang aneh lainnya menghiasi rak. Antik dan eksotis.

Suasana di dalam toko yang tadinya hening tiba-tiba terdengar grasah-grusuh di sudut toko. Penasaran, ia melangkah perlahan ke sana.

Jasmine.

Aroma itu menyeruak masuk ke hidungnya. Aroma yang sangat ia benci dan sudah berusaha dihindari, tetapi malah didapatkannya hari ini. Pengawalan pagi yang sial.

Ternyata ada seorang lelaki di sudut itu. Tampak berjongkok dengan posisi membelakanginya, seolah ada sesuatu yang tengah ia kerjakan.

"Bisa bantu aku?"

Tiba-tiba lelaki itu bersuara seolah tahu keberadaan Nandara di dekatnya. Ia melangkah lebih dekat untuk mengetahui apa yang perlu dibantunya. Ternyata lelaki itu sedang mencari sesuatu di dalam kardus berisi banyak barang yang Nandara sendiri tidak tahu apa itu.

"Nyari apa?" tanya Nandara ikut berjongkok di sebelah lelaki itu.

"Aku enggak nyuri!" tegas lelaki itu penuh penekanan.

"Ternyata budek," gumam Nandara kesal.

"Hah?"

Benar 'kan?

"Sini dibantuin!" kesal Nandara lalu menarik kardus itu mendekat padanya.

"Cariin kalung berbandul bulan sabit, dong," pinta lelaki itu penuh harap.

Nandara mendengus. Belum sampai lima menit mengubek isi kardus, akhirnya ia mendapat kalung berbandul bulan sabit. Untuk sesaat, ia tertegun. Kalung itu sangat bagus.

"Wah, dapat! Kamu hebat!" puji lelaki itu penuh semangat.

Lelaki tanpa nama itu langsung merebut kalung di tangan Nandara. Bahkan tanpa mengucap terima kasih langsung melengang pergi.

Nandara kesal dengan sikap si lelaki. Ia pun mengikuti langkah si lelaki menuju ke kasir. Dapat dilihat, lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Bukannya menukar dengan uang, lelaki itu malah mengeluarkan setangkai bunga melati yang sudah layu. Ternyata aroma melati itu berasal dari sana.

Nandara melongo. Pembayaran seperti apa itu? Masalahnya, sang wanita tua juga tidak keberatan. Malah wanita itu tersenyum seolah baru mendapat semangat hidup.

"Itu ken--"

Ucapan Nandara terhenti tatkala lelaki itu membalikkan badannya dan berhadapan dengan Nandara.

Tinggi, putih bak porselen, hidung mancung, bibir tipis dan tatapan yang teduh. Sempurna seperti sosok Ren--Papa Nandara.

Untuk sesaat, Nandara tertegun menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Matanya bahkan tidak berkedip. Ada detakan dengan laju cepat di jantungnya. Rasanya ... aneh.

Lelaki itu tersenyum lalu berjalan melewatinya. Entah karena apa, ia malah mengikuti lelaki itu lalu menarik jaket denimnya. Sontak lelaki itu menghentikan langkahnya dan Nandara malah menabrak punggung lelaki itu hingga ia akhirnya jatuh terduduk di lantai.

"Butuh bantuan?" tanya lelaki itu lalu menjulurkan tangannya.

Pertanyaan yang tidak bermutu, gerutu Nandara di dalam hati. Karena pada dasarnya, tanpa pertanyaan pun ia membutuhkan bantuan.

Nandara mengangkat sebelah tangannya berniat menerima uluran tangan lelaki itu. Namun, lelaki itu malah menarik kembali tangannya membuat Nandara melongo.

"Sial! Songong banget nih cowok! Stres lagi! Untung ganteng!" gerutu Nandara di dalam hati.

Lagi-lagi, lelaki itu tersenyum. Bukannya terpesona, kali ini Nandara malah mendengus. Ia pun bangkit sendiri dan menepuk-nepuk roknya yang kotor.

"Kenalin ...." Lelaki itu menjulurkan tangannya. Tidak ingin sia-sia, Nandara membalas dengan cepat uluran itu sebelum nantinya ia dipermainkan seperti tadi. " Namaku Balsam."

Nandara melongo. Balsam? Serius namanya balsam? Lelaki itu memiliki nama yang sama dengan minyak padat yang digosokkan ke badan? Seriously?

Nandara berdeham. Ia merasa sedang dipermainkan untuk yang kedua kalinya.

"Oh ya? Namaku Anak. Anak Gadis," sahut Nandara dengan senyuman remeh karena bisa membalas lelaki itu.

"Nanda-ra? Ananda berarti anak, dara berarti gadis. Anandara terlalu panjang. Di mata kamu, awalan nama kamu itu dari huruf N. Jadi, Nandara?"

Nandara melongo di tempat. Bagaimana bisa lelaki itu bisa mengetahui nama aslinya? Mata? Memangnya mata Nandara papan tulis?

"Mangap! Nyamuk rasanya enggak enak, apalagi rasa lalat. Iuh! Kamu nggak jijik?" godanya membuat Nandara kesal di tengah-tengah kebingungan.

Lelaki itu lalu menarik tangannya. Nandara hampir lupa dengan tangan mereka yang bertautan.

Tanpa basa-basi lagi, lelaki itu berjalan keluar dari toko. Nandara hanya bisa memandangi lelaki itu lewat dinding kaca.

Namun, belum sampai lima langkah, lelaki itu kembali dan berbisik padanya.

"Aku emang ganteng, sedikit songong juga. Tapi nggak stres, kok!"

Setelah mengatakan hal itu, lelaki bernama Balsam itu langsung keluar dari toko dan menghilang seiring dengan langkah yang dipercepat. Sementara itu, Nandara hanya bisa melongo seperti orang bodoh.

Lelaki itu ... bagaimana bisa mengetahui tentang isi hati Nandara? Dia cenayang? Bagaimana bisa membaca pikirannya?

Ia merasa pusing. Di saat seperti ini, ia lupa bahwa sedari tadi hidungnya dibiarkan menghirup aroma jasmine. Untuk pertama kalinya, Nandara menikmati aroma itu.

Sial! Siapa lelaki itu?

####

1 September 2019

Repost: 2 Februari 2020

Jangan lupa vote dan comment, ya.

Salam hangat,
Tasyayouth

Jasmine Addict (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang