CHAPTER 10

2.5K 57 5
                                    

At Frankfurt Germany 8 PM

Alvaro menyibukkan dirinya dengan berkeliling daerah sekitar tak lupa mengoperasikan kamera yang tergantung di leher untuk memotret pemandangan yang menurutnya indah.

Dia menyusuri jalan sekitar taman sambil memandang sekeliling menikmati musim gugur yang baru saja tiba. Senyumnya terukir di bibir manisnya.

Sejenak dia mampu melepaskan stress dan rasa penat dalam dirinya dengan menyalurkan hobinya. Selama ini ia tinggal dan banyak melakukan rutinitas positif di negara yang mendapat julukan negeri Panzer dalam bidang sepakbolanya.

Di Negara inilah Alvaro memulai hidup barunya. Melakukan segala rutinitas yang terbilang cukup positif seperti melukis, mengabadikan pemandangan dalam jepretan kameranya, bermain basket, sesekali dia mengunjungi museum untuk menambah pengetahuannya, bertemu orang-orang besar sekedar untuk mencari tahu dsb. Dia cuti sementara dari tugas rahasianya bersama Jaden dan Mario untuk menenangkan diri dari masalah yang sempat menimpanya.

Saat kakinya menjejak tanah basah, ada sebuah sepeda yang datang dari arah yang berlawanan menabrak sisi kiri Alvaro.

Alvaro yang saat itu masih sibuk dengan kameranya langsung jatuh terperosok ke tengah rumput yang ada di pinggir jalan. Kameranya terpelanting cukup jauh ke rumput di sisi kanan.

Alvaro  melihat siku dan lututnya lecet, untungnya tidak terluka parah.
Pandangannya terarah kepada kamera mahal yang tergeletak rusak di bagian kaca filmnya. Ia mengetatkan rahang sambil menahan rasa kesal di dada.

Seorang laki-laki pengendara sepeda yang tidak sengaja menabrak alvaro ikut terjatuh dan merasa bersalah. Ia buru-buru bangkit dan bergegas membantu alvaro.

Pemuda itu memegang lengan alvaro untuk membantunya berdiri. Alvaro yang saat itu masih menatap nanar pada kameranya langsung menoleh dan mengibaskan tangan pemuda itu.

"Pergi dari sini, Aku tidak butuh bantuanmu". Setelah berkata seperti itu Alvaro langsung berdiri dan menghampiri kameranya kemudian berlalu pergi.

Pemuda itu menatap punggung lebar alvaro dari belakang sembari mengingat wajah tampan itu.

Alvaro yang kesal memutuskan kembali ke mansion nya. Ia berjalan ke arah dapur membuka kulkas lalu meneguk air mineral di gelas hingga tandas. Deru napasnya tak beraturan, dadanya berdetak cepat sebab marah yang bercokol di dada.

Ia berjalan menaiki tangga untuk sampai di kamarnya. Setelah membanting pintu ia merebahkan dirinya di ranjang.

Alvaro memejamkan mata sambil menumpu lengannya di dahi. Tak disangka setetes air mata jatuh dari salah satu matanya.
"Aku merindukanmu Rose."

"Apa yang harus kulakukan agar aku bisa melupakanmu? Semakin hari ingatan tentangmu, tentang kejadian malam itu terasa sangat nyata dalam ingatanku. Aku tak sanggup bertahan. Setiap hari rasanya aku ingin menghampirimu dan memelukmu."

"Arrggggghhhh Tuhan, kenapa takdir harus membuatku seperti ini? Aku bahkan tidak tahu bagaimana kabarnya saat ini. Apa ia sudah sadar? Apa ia saat ini baik-baik saja?"

"Tidak. Kau harus melupakan dia Alvaro. Kau harus melakukan banyak hal agar mampu melupakannya. Banyak wanita cantik dan menarik disekitarmu jangan kau sia-siakan itu. Gadis itu bukan takdirmu, kau hanya membawa malapetaka untuknya". Alvaro mengatakan itu dengan sungguh-sungguh memantapkan tekadnya.

******

At John Hopkins Hospital 9 pm.

"Hai gadis nakal, mau sampai kapan kau tertidur lelap dikasur empukmu ini?"

"Tahukah kau, aku sangat lelah menunggumu bangun dari tidur panjangmu. Cepatlah bangun, aku ingin sekali memarahimu karena membuat keluarga kita panik dan sedih sepanjang hari."

Sweet Passionate Obsession [ON GOING]Where stories live. Discover now