12. Suka

46 7 0
                                    

Hari ini, Aksa lagi lagi datang. Bedanya kali ini sore. Itu artinya, dia tidak bolos pelajaran.

"Mamak lo ke mana, Prin?"

"Mama sama Papa lagi jenguk anak temennya yang kecelakaan."

"Anak orang di temenin, anak sendiri di tinggalin. Jelek banget nasib, lo." Aksa menggelengkan kepalanya sok iba.

"Gue bunuh, lo."

"Udah sakit gini masih aja suka bunuh bunuhan. Sekarat nanti, lo paling bunuh diri."

Lili memicingkan mata geram, "Diem. Berisik. Mati aja, lo."

Aksa berdiri, berjalan mengitari ranjang, di ikuti oleh tatapan Lili yang tidak lepas darinya.

"Mmm... Lo kan di sini berhari hari nih, ya. Pasti lo bawa baju ganti kan?" Lili mengangguk ragu, firasatnya mulai tidak enak.

"Berarti lo juga bawa celana dalem ma BH, dong?"

Lili mengeram, "Jangan. Macem. Macem."

"Gue minta BH, dong. Satu aja, yang warna item. Buat pajangan di ruang tamu rumah gue." Aksa mulai melangkah mendekati lemari, membuat Lili melotot horror.

Tangan Aksa berhenti bergerak saat mendengar HP Lili berdering, menandakan ada seseorang yang menelpon.

Lili tersenyum sumringah ketika yang muncul adalah nama Elang. Cepat cepat di angkat telepon dari Elang.

"Lili?"

"Iya?"

"Kenapa tadi pagi nggak ada di tempat biasa?"

Lili mulai ragu. Harus bilang sakit atau apa ya?

"Gue nggak sekolah."

"Kenapa?"

"Nggak enak badan, aja."

"Gue ke rumah lo, ya?"

Lili menurunkan HP yang menempel di telinganya. Dia mengambil napas dalam dalam guna meredam rasa senang yang meluap luap.

"Nggak perlu. Ntar juga sembuh."

"Kirim alamat rumah lo."

"Nggak perlu, Elang."

"Kirim."

Sambungan telepon terputus begitu saja. "Kirim nggak, ya? Kirim nggak? Kirim apa enggak, nih? Ya Allah, Lili bingung. Apa Sholat Istikharah aja, ya?"

"Siapa, Prin?" Aksa memandang Lili curiga.

"Calon imam gue." Lili menjulurkan lidah bermaksud pamer.

Pada akhirnya, jari jemarinya bergerak mengetikkan nama Rumah Sakit yang di singgahinya saat ini.

***

Setengah jam lebih menunggu kedatangan Elang bersama Aksa, benar benar terasa cepat sekali. Cowok itu benar benar pandai membuat seseorang tenggelam dalam candaannya yang agak tidak bermoral itu.

"Bukain, sa. Males mau bangun." Aksa berdiri tanpa banyak protes.

Di putarnya kenop pintu yang menjadi jalan masuk ke kamar inap Lili. Matanya menangkap seorang cowok jangkung berwajah tampan.

Radar pendeteksi musuh menyala. Di harapkan untuk siap siaga!

Jiwa kesintingannya mulai memperingati.

"Masuk aja, Lili di dalem." Elang tersenyum kecil dan mengangguk sebagai tanda basa basi, kemudian dia melangkah mendekat ke ranjang Lili.

"Kenapa bohong?" pertanyaan pertama dari Elang cuma di respon dengan cengiran oleh Lili.

"Harusnya bilang kalo sakit. Jangan bikin gue khawatir, li."

Mual gue liat drama mereka!

Sambil duduk di sofa pojokan, Elang berkali kali merutuk dalam hati.

"Gue nggak apa apa, kok." bibirnya mengulum senyum, merasa senang karena Elang cemas akannya.

"Kalo udah boleh pulang, terus udah boleh sekolah lagi, nanti bilang gue ya, biar gue yang antar jemput."

"Nggak usah, lang. Gue naik angkot aja. Lagian, lo kan, juga punya kesibukan sendiri. Gue nggak mau bikin lo susah."

Elang mengangguk anggukkan kepalanya, "Padahal, gue suka anterin lo."

Jantungnya... Jantungnya tidak baik baik saja. Rasanya luar biasa!

Lili tersenyum kecil, "Gue berangkat sendiri aja. Oh ya, gue haus. Boleh tolong ambilin minuman?"

Elang mengangguk. Dia berdiri menuju meja kecil tempatnya meletakkan beberapa hal yang di belinya barusan. Tepat saat itu juga, Lili menepuk nepuk dadanya yang terasa ingin lari dari badannya.

Aksa memperhatikan dari pojokan ruangan dengan tatapan sinis, "Dasar alay!" ucapnya tanpa suara, dan di balas oleh acungan jari tengah oleh Lili.

Saat Elang berbalik, Lili berhenti bertingkah aneh. "Lo suka susu, kan?"

Lili mengangguk, "Suka."

"Lo suka makanan pedes?"

Lili kembali mengangguk, "Suka."

"Lo suka uang?"

Lili mengangguk lebih semangat, pikirnya Elang akan memberi uang padanya setelah ini. "Suka."

"Lo suka gue?"

"Suka banget."

Elang tertawa, Aksa melotot. Elang tersenyum, Aksa mengeram.

"Nggak sengaja. Orang, lo dari tadi tanya suka suka terus, kan gue jadi reflek." Lili menunduk malu.

"Padahal, gue pengennya beneran."

"Udah malem, lo harus istirahat, Li." Aksa menginterupsi sebelum Elang melancarkan aksi PDKT nya lebih gencar lagi.

Elang menatap Aksa sejenak, kemudian kembali menatap Lili. "Iya, bener. Udah malem, lo istirahat ya, Li. Gue pamit."

"Iya. Makasih, Lang. Hati hati ya." Elang tersenyum, tangannya bergerak menyentuh lengan kanan Lili yang terbalut perban.

"Cepet sembuh, Liliana."

***

Lili memandangi layar HP nya yang menunjukkan beberapa pesan baru. Dari nomor tidak di kenal.

Dia jadi jengah sendiri. Sudah berkali kali di tanya, tidak menjawab. Justru mengeluarkan berbagai teka teki. Sudah di blokir, mengirim pesan dengan nomor lain.

082857320178
Semoga cepet sembuh

Kapan masuk sekolah lagi?

Gue kangen.

Pengen liat lo.

Jangan blokir nomer gue terus.

Lili merasa ingin menangis saja. Sampai kapan mesti menahan rasa penasarannya? Siapa sebenarnya orang kurang kerjaan yang terus mengiriminya pesan? Apa tujuannya?

OasisDonde viven las historias. Descúbrelo ahora