20. Ice cream (2)

15 4 7
                                    

"Awas aja kalo lo bawa gue ke rumah kosong abis tu lo bius gue abis tu waktu bangun gue udah ada ditempat pelelangan manusia." sambil berusaha menaiki motor, Lili menggumam tidak masuk akal. Aksa yang dituduh senista itu melotot ngeri.

"Ngapain gue jual lo, nggak mungkin laku juga. Mana ada yang mau beli waria kayak lo, prin. Kalo ada, palingan lo juga dibuat makanan tikus got."

Ia memilij tidak merespon, Lili sudah kebal mendengar ucapan Aksa yang super pedas. "Cepet, keburu lahir nih bayi gue!"

"Anak kita ya maksudnya, sayang? "

"Oh lupa. Gue kan mandul. Mana bisa hamil."

"Bukannya princess itu waria, ya? "

"Gue dorong nih motornya ampe depan McDolald's." Lili mengambil ancang ancang untuk turun sebab Aksa terlalu lama.

"Lo emang istri gue yang paling baik. Dorong aja prin, sekalian hemat bensin."

"Cepetan jalan, gue masuk kerumah lagi nih!"

"Peluk dulu dong, suamimu butuh kehangatan ini,"

"Gue turun ni,- Aaa!!" belum sempat turun, Aksa sudah menjalankan motornya sembarangan, membuat Lili refleks menarik menarik kerah bajunya. Sebenernya sih tadi mau meluk biar kayak divideo instagram, tapi inget Aksa itu setan Lili jadi urung. Setelah Aksa megap megap kesakitan baru Lili mau melepas cekalan tangannya pada kerah baju Aksa. Dia tersenyum manis seolah baru saja menyedekahkan sebagian hartanya.

Sepanjang perjalanan, Aksa sesekali mengatakan hal hal tidak aneh. Seperti bagaimana kucing mengalami menstruasi, atau bagaimana cara Ninja Hatori bisa berjalan diatas air. Sementara yang diajak ngobrol dengan tema ngawur seperti itu, hanya berdeham sesekali.

"Cepet turun, prin!" terlalu bosan mendengat celotehan Aksa, membuat Lili tidak sadar kalau mereka sudah ada diparkiran. Cepat cepat dia turun dan melepas helm. Keduanya melangkah beriringan dengan masing masing pemikiran yang berbeda. Aksa yang sibuk menimang akan menggandeng tangan Lili atau tidak. Dan Lili yang mencari cara supaya bisa cepat pulang.

Mendadak, perut Lili jadi mulas. Bukan, bukan karena diare. Tapi, sebab melihat seorang cowok jangkung yang amat familiar dimatanya. Ya, tidak salah lagi.  Itu Elang. Lili tersenyum cerah. Meskipun sakit perut karena deg deg an, tak bisa dipungkiri juga kalau ia merasa begitu senang. Rasa rindunya sudah menumpuk walau hanya 3 hari tidak bersua.

Baru saja melangkah beberapa langkah, Lili berhenti. Matanya berkedip beberapa kali. Seorang gadis berambut panjang yang amat cantik kini memposisikan dirinya untuk duduk bersebrangan dengan Elang. Kalau dibanding dengan Lili, ya jelas Lili yang harus balik badan kemudian pergi menjauhi Elang. "Nggak usah nangis, biar gue yang ngomong ma cewek lo. "

Dengan gerakan cepat Lili menarik lengan Elang, ia menggeleng pelan berusaha tersenyum, "nggak usah, sana cepetan pesen es krim yang lo mau, abis itu terserah deh lo mau bawa gue kemana."

Elang mengangguk tanpa membantah, paham betul Lili tidak dalam kondisi baik, "lo mau berapa?"

"Tiga aja deh, varian yang beda beda ya, gue nggak pengen makan apa apa sekarang." Lagi lagi Elang mengangguk patuh.

*

Elang menatap iba pada Lili yang sedari tadi tidak banyak bicara, hanya terus menyuap berbagai macam makanan ke dalam mulutnya. Binar matanya meredup, pandangannya kosong, seolah tubuhnya hanya seonggok daging tanpa nyawa. Apa yang bisa Aksa lakukan? Pada dasarnya, bukan Aksa yang saat ini Lili inginkan. Cowok itu membelai surai cewek yang menyita hatinya dengan lembut.

Belai.

Belai.

Belai.

"Sakiiittt!!" Lili memekik nyeri saat rambutnya dicabut beberapa helai sekaligus, ia mengeram penuh dendam pada Aksa yang kini tengah meniup niup rambutnya dengan wajah menyebalkannya. "Sakit ya, prin? Mau nambah lagi?"

"Gue bunuh lo, sa." Selanjutnya Lili bangun berusaha menyiksa Aksa dengan balas menarik rambutnya tanpa peduli kini pengunjung cafe tengah menertawakan keduanya.

Kedua tangan Lili sibuk menarik rambut Aksa, berusaha membalas perbuatan nista cowok itu. Aksa sendiri tetap terbahak walau kepalanya cukup pusing, Lili tidak hanya menarik beberapa helai rambutnya, tapi juga menggoyang goyangkan kepalanya tak tentu arah. Namun begitu ia tetap tidak berusaha melepaskan diri, ia membiarkan Lili lelah kemudian berhenti. Lama kelamaan Lili terengah, perutnya sakit sedari tadi tertawa. Perlahan ia menunduk, meletakkan kepalanya dibahu kiri Aksa, kepalanya ia sandarkan dipipi cowok tengil di sampingnya, "capek." keluhnya.

"Duduk kalo capek, ngapain malah nyosor nyosor pipi gue?!" ditariknya tangan Lili yang menurutnya terlalu kurus, sementara yang ditarik hanya pasrah, Lili duduk disamping Aksa meletakkan kepalanya dilengannya sendiri menghadap Aksa. Keduanya kemudian saling tatap dalam diam, sampai tangan Aksa bergerak menepuk nepuk kepala Lili, "kita pulang yuk, peliharaan!"















Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OasisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang