Silvia cemberut, pura-pura bersedih. “Hnnn... Masakan Mama gak enak ya? Mama sedih..”
“Enggak-enggak! Makanan Mama enak, Dodo gak suka sayul!”
“Tapi sayurnya juga Mama yang masak...”
“Dodo suka ayam goleng Mama!”
Seungyoun dan kedua putranya yang sudah selesai sarapan itu tampak memperhatikan interaksi antara si Mama dan si bungsu.
“Mama kenapa, Pa?” Tanya Hangyul.
“Gak tau. Papa juga baru sekali ini ngelihat Mama kamu cemberut kaya gitu.” Mata Seungyoun tetap memperhatikan Silvia dan Dohyon yang ada di ruang makan.
“Emang Mama gak pernah cemberut?” Tanya Yohan.
“Seinget Papa sih gak pernah, Bang.”
“Masa? Terus kalau Mama ngambek gimana dong mukanya kalau gak cemberut?” Tanya Hangyul lagi, memandang sang ayah dengan mata polosnya.
“Kalau ngambek? Hmmmm....” Seungyoun berpikir hingga bibir bawahnya maju. “Kayanya gak pernah juga deh.”
Mata Hangyul dan Yohan memincing. Antara percaya dan tidak dengan ucapan sang ayah.
“Mama gak pernah ngambek sama Papa?” Tanya Yohan.
Seungyoun menggeleng, menoleh pada si kecil Yohan yang duduk di sebelah kanannya. “Seinget Papa sih enggak.”
“Mustrahil.” Celetuk Hangyul, buat si Papa menoleh, Yohan malah sampai meringsek naik ke pangkuan Seungyoun buat narik sedikit rambut kembaran tak seirasnya.
“Mustahil, Gyul!” Ralatnya.
“Mustrahil.” Ulang Hangyul.
“Mustahil.”
“Museterahil!”
“Mustahil!”
“Museterahil!”
“Museterahil!”
“Tuh, kan! Museterahil!” Seru Hangyul kesenangan, bocah berkaki pendek itu meloncat turun dari sofa dan berlari pergi sebelum akhirnya Yohan ikutan turun dan mengejar si adik dan kembali ribut soal kata "mustahil dan museterahil".
“Turunan siapa sih?” Gumam Seungyoun menggeleng-gelengkan kepala, memandang prihatin dua bocah yang sekarang sudah berlari keluar dari rumah tersebut.