"Hai, Kel." Sapa Derry, entah muncul darimana. Tiba-tiba lelaki itu sudah ada di hadapan Kellisa. Mereka berdua sedang berada di pinggir lapangan.
Kellisa baru saja ingin pergi ke kelas selesai upacara, tetapi karena Derry menyapanya mau tak mau Kellisa tertahan sebentar. Dia meremas jemarinya. Sibuk menenangkan perasaannya yang tak karuan.
"Kel?" Panggil Derry lagi membuat Kellisa menoleh ke arahnya.
"Eh, iya?" Jawab Kellisa.
"Hari ini ada pementasan anak teater loh! Kamu mau nonton nggak? Acaranya malam ini. " Tanya Derry kemudian.
"Aduh, sorry ya, Der. Besok aku ada ulangan." Kata Kellisa, melirik ke arah Derry sebelum akhirnya kembali menundukkan kepalanya.
Derry tersenyum lebar, tetapi Kellisa tidak melihat senyumannya. Dia mengacak rambut Kellisa dengan tangan kanannya.
"Nggak papa. Aku duluan ya!" Kata Derry kemudian, memasukkan tangannya ke saku celana. Melangkah santai menuju kelasnya.
Sedangkan, Kellisa masih terdiam. Berusaha memahami situasi yang baru saja terjadi. Beberapa detik kemudian, menyadari kalau Derry mengacak rambutnya.
Kellisa memegangi rambutnya. Kemudian, tersenyum lebar. Merasa senang dengan perlakuan Derry barusan.
***
"Eh, Kel, Kel. Tau nggak ayam tetangga ada yang mati loh. Kamu tau nggak gara-gara apaan?" Tanya Dwi sambil melirik ke arah temannya yang sibuk senyum-senyum sendiri.
"Gara-gara apaan? Bengong?" Balas Kellisa tanpa menoleh.
"Nggak, gara-gara senyum-senyum sendiri." Jawab Dwi membuat Kellisa menoleh dan mengernyit.
"Wi. Kadang-kadang nih otakmu perlu di periksakan ke dokter syaraf deh. Kali aja ada yang konslet. Makanya, dapat teori ayam tetangga mati karena senyum-senyum sendiri." Semprot Kellisa kemudian.
"Yee... gini-gini otakku masih normal ya!" Kilah Dwi, tak terima.
"Normal apanya? Sejak kapan ayam bisa senyum?"
"Ih, Kellisa nyeselin banget dah! Aku tuh nyindir kamu yang dari tadi dipanggil-panggil malah senyam-senyum nggak jelas gitu? Kamu tuh kesambet arwah ayam tetangga aku ya?"
Mata Kellisa memicing. Tak habis pikir dengan temannya, kok bisa selama satu tahun ini dia betah temanan dengan Dwi. Kellisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bodo amatlah, Wi!" Kellisa akhirnya mengalah.
"Eh, ngaku deh, Kel. Tadi kamu ngobrolin apa sama Derry di pinggir lapangan?" Tanya Dwi, kini sudah merapatkan duduknya.
"Ooo.. Tadi Derry ngasih tau kalau nanti malam ada pementasan anak teater." Jawab Kellisa seadanya.
Mata Dwi mengerjap beberapa kali. "Dia ngajakin kamu jalan?"
Kellisa memukul kepala Dwi dengan menggunakan buku tulisnya. "Aku belum selesai ngomong, Wi."
"Aduh, iya. Sakit ini kepalaku, jangan main nimpuk-nimpuk gitu deh!" Dwi memegangi kepalanya.
"Dia cuman nanya aku mau nonton pementasan mereka atau nggak."
"Ya, secara gak langsung ngajakin kamu nonton kan?"
Kellisa menggangguk, menyetujui kata-kata Dwi barusan.
"Terus kamu jawab apa, Kel?" Tanya Dwi kembali bersemangat.
"Ya, aku bilang nggak bisa. Soalnya aku ada ulangan besok." Jawab Kellisa kemudian.
Beberapa detik kemudian, Dwi memandanginya dengan tatapan geram.
"Kenapa sih, Wi?" Tanya Kellisa tak habis pikir dengan temannya itu.
"Kamu tuh bego atau apa sih! Dia ngajakin kamu nonton pementasan tuh, eh malah kamu tolak dengan alasan kamu besok mau ulangan. Ya ampun, teman aku ini memang rajin bangetlah ya!" Katanya dengan ekspresi sewot.
"Ya, gimana? Ulangan kan lebih penting daripada nonton pementasan anak teater." Kellisa sibuk mencoret-coret kertas di buku tulisnya, sebenarnya merasa bersalah karena tidak menyanggupi ajakan Derry.
"Tapi, emang Derry pernah ngajakin kamu jalan?"
Kellisa menoleh lagi, "Ya, nggak sih. Lagian kan kami temenan bukan pacaran."
"Heleh, bohongi aja terus perasaanmu, Kel. Giliran Derry ajakin nonton pementasan aja kamu nggak mau."
Kellisa terdiam, benar sih Derry tidak pernah mengajak dia jalan dan sekarang waktu Derry mengajaknya nonton pementasan teater, Kellisa menolak begitu saja.
"Apa aku bilang ke Derry aja ya kalau aku bisa. Lagian pulang sekolah ini, aku bisa langsung belajar buat ulangan matematika besok." Kata Kellisa, membuat Dwi tersenyum sumrigah dan mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda setuju.
Kellisa berdiri dari tempat duduknya, Dwi mengernyit. Bingung kemana Kellisa akan pergi.
"Kamu mau kemana, Kel?" Tanya Dwi penasaran.
"Ke kelas Derry." Ucap Kellisa datar, tanpa ekspresi.
Dwi menutup mulutnya. Setaunya, Kellisa bukan tipe cewek yang sangat percaya diri seperti ini.
"Hati-hati!" Seru Dwi, seraya melambaikan tangan.
***
Kellisa menaiki anak tangga dengan langkah cepat. Dia mengabaikan tatapan penuh tanya dan bisik-bisik siswi-siswi di sekitarnya. Dia hanya ingin menemui Derry.
Sampai di depan kelas Derry. Kellisa berpapasan dengan Yansen.
"Loh, kok kamu disini? Kelas kamu kan dibawah? Kamu cari siapa?" Tanya Yansen bertubi-tubi.
"Derry." Jawab Kellisa singkat. "Derry nya ada?"
Yansen mengangguk, sedetik kemudian masuk ke dalam kelas. "Der, noh. Ada yang nyariin!"
Derry yang sedang mengobrol dengan teman-temannya. Terdiam sejenak. Mengikuti arah pandang Yansen, ke arah Kellisa yang sedang berdiri di depan pintu.
"Kamu ngapain, Kel? Kenapa kok sampai datangin ke kelasku segala?" Tanya Derry yang sudah berdiri di hadapan Kellisa.
Mendadak degupan jantungan tak beraturan, membuat Kellisa gugup seketika.
"Pementasan teaternya malam ini kan?" Tanya Kellisa, meneguk ludahnya. Tenggorokannya terasa kering dan dia sangat ingin minum air putih sebanyak-banyaknya.
Derry terdiam sebentar, detik selanjutnya tersenyum lebar. "Iya, katamu kamu ada ulangan besok? Kamu nggak jadi ikut nonton kan?"
"Aku bisa kok!" Seru Kellisa cepat.
"Terus ulangannya?"
"Aku belajar pulang sekolah ini. Jadi nanti malam bisa nonton pementasan anak teater." Jelas Kellisa.
"Oke. Kalau gitu. Aku jemput ke rumah kamu ya? Chat aja nanti alamatmu?" Derry tersenyum lebar kemudian, membuat Kellisa merasa dia bisa jantungan kalau berlama-lama di depan Derry.
"E..h I...ya." Jawab Kellisa, dia membalikkan badannya. "Aku balik ke kelas ya, Der." Katanya, sambil melambaikan tangan ke arah Derry.
Derry menatapi punggung Kellisa yang menjauh dari pandangannya.
"Gerak cepat banget bro!" Yansen menepuk pundaknya.
Derry tersenyum lagi.
***
YOU ARE READING
Kellisa
Romance"Jika benar itu cinta, mengapa terasa menyakitkan?" - Kellisa - "Sampai saat ini, aku belum menemukan seseorang yang benar-benar membuatku berhenti mencari" - Derry - "Aku suka dia, tapi dia tidak pernah melihat ke arahku. Aku bisa apa? Selain, meli...