2

125 1 0
                                    

Kellisa menatap dirinya di depan pantulan cermin. Entah mengapa, dia tidak bisa berhenti tersenyum. Beberapa jam yang lalu, dia sibuk mengerjakan soal-soal matematika. Kurang lebih dua jam dia belajar.

Setelah itu, dia mandi dan bergegas mengganti baju. Mengenakan blouse berwarna peach dengan motif bunga bunga berwarna hitam dan celana jeans putih.

"Wih, mau kemana?" Bang Trian dengan tiba-tiba membuka pintu kamar Kellisa.

"Ih, kok Bang Trian buka pintu nggak ngetok-ngetok dulu sih! Nggak sopan!" Kata Kellisa, sedikit mengerucutkan bibirnya.

"Yee.. Biarin dong. Kamu mau kemana sih? Lama banget di depan cermin, tau nggak kalau cerminnya bisa retak loh"

Kellisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir. Abangnya ini memang kurang ajar. Sebagai perempuan kan wajar kalau dirinya berlama-lama didepan cermin.

"Kemana sih?" Tanyanya lagi, kini duduk di pinggir kasur milik Kellisa.

"Ke sekolah. Ada pementasan teater malam ini." Jawab Kellisa akhirnya.

"Sama siapa?" Trian menatap adiknya yang sibuk menyisir rambutnya.

"Mau tau aja sih, Bang! Kepo bener dah!" Semprotnya tak suka.

"Lagian? Kan tumben adek Abang satu-satunya ini tiba-tiba jalan malam." Trian berkata santai, memandang ke arah poster dan lukisan-lukisan yang terpanjang di dinding kamar Kellisa.

"Sama siapa sih?" Tanyanya lagi, pandangan Trian kembali menatap ke arah Kellisa.

"Kadang aku tuh heran ya, Bang!"

"Kenapa emang?" Jawab Trian sewot.

"Sebenarnya, pas Mama lagi hamil Bang Trian. Mama ngidam apaan sih?"
Trian memutar bola matanya ke kanan, "Kayaknya sih lobster."

"Oh, kukirain cabe dua kilo." Tandas Kellisa.

"Wah. Wah. Awas aja loh ntar aku aduin Mama." Trian menjulurkan lidah.

"Pengadu. Heran deh. Punya kakak mulutnya kelantihan."

"Kelantihan gimana? Ya kan aku punya mulut. Fungsi mulut kalau nggak buat makan, ya buat ngomong kan?"

"Ya habisnya, mulutnya kayak cewek sih." Balas Kellisa sengit.

"Kellisa!" Teriak Mama membuat Trian dan Kellisa saling memandang, tetapi sama-sama menatap dengan pandangan tak mengerti.

"Ya, Ma?" Kellisa menjawab, dia berdiri. Membuka gagang pintu dan menatap Mama yang sudah berdiri didepan pintu kamarnya dengan tatapan penuh tanya.

"Kenapa, Ma?" Tanya Kellisa.

Trian ikut penasaran. Dia melangkahkan kakinya menuju pintu.

"Ada yang datang, tuh! Katanya teman kamu." Kata Mama.

Kellisa menatap jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Benar saja. Sudah jam 7 malam. Dia menyalami tangan Mama.

"Ma, Kellisa pamit. Mau nonton anak teater nampil." Pamit Kellisa pada Mamanya.

Mama mengangguk singkat, sedangkan Trian memandangnya dengan tatapan penasaran.

Sebenarnya, Kellisa mau jalan sama siapa sih? Kok buru-buru begitu?  Trian membantin.

***

Derry menatap gadis di hadapannya ini dengan tatapan takjub. Gadis itu tampak cantik dengan gaya feminimnya yang sederhana. Sedangkan, Kellisa hanya bisa mengulum senyum. Gugup setengah mati dipandangin Derry beberapa lama.

"Ada yang salah dengan aku?" Tanya Kellisa akhirnya

"Eh, nggak papa kok. Kamu cantik." Puji Derry kemudian.

"Mm.. Makasih." Jawab Kellisa pelan, dia menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. Dia tersenyum tipis.

"Ayo naik!" Perintah Derry kemudian.

"Oke."

Selama di perjalanan menuju ke sekolah. Kellisa dan Derry hanya diam saja. Kellisa ingin sekali membuka pembicaraan, tetapi terlalu gugup jujur saja ini pertama kalinya jalan dengan laki-laki. Dia tidak tau harus bersikap bagaimana.

"Kamu kenapa?" Derry melirik ke arah Kellisa dari kaca spionnya.

"Nggak papa."

"Kamu tenang aja. Pementasannya nggak terlalu lama kok. Jam 9 udah selesai. Kamu nggak perlu khawatir, kalaupun nanti kita pulang jam 9 lewat. Aku yang bakalan bilang ke Mamamu kenapa kita bisa pulang telat." Kata Derry.

Kellisa mengiyakan. Walaupun sebenarnya tidak risau akan pulang telat, karena memang Kellisa tadi sore sudah izin dengan Mamanya.

"Kamu kok diam aja, Kel?"

"Eh.. aku bingung mau ngomong apa."

Derry terkekeh. Motornya berhenti di lampu merah. Dia menoleh dan memandang Kellisa.

"Kamu boleh cerita apa aja kok. Aku pasti dengerin." Kata Derry. "pegangan ya, Kel" lanjutnya setelah lampu merah berubah hijau.

Kellisa menggangguk, mengeratkan pegangannya pada ujung jaket Derry.

***
Kellisa baru saja turun dari motor Derry. Sedangkan, Derry tampak menurunkan helmnya dan menaruh diatas jok motor.

"Acaranya udah mulai ya?" Tanya Kellisa mengernyit, matanya menyipit berusaha melihat ke arah aula yang beberapa meter di depannya. "Kok sepi banget ya, Der?"

"Langsung ke sana aja ya!" Derry menarik lengan Kellisa pelan. Membuat gadis itu sedikit tersentak dan kemudian mengikuti langkah Derry menuju Aula.

Sesampainya di Aula, Derry melepaskan tangannya dari lengan Kellisa. Kellisa yang sadar, segera menyadarkan dirinya bahwa lelaki disampingnya itu sudah melepas tangannya.

"Denger-denger Azatil nampil, ya?" Tanya Kellisa membuka pembicaraan. Mereka duduk di kursi tengah. Sedangkan di depan, panggung masih kosong. "Meranin apa?"

"Meranin jadi ibu. Azatil memang pinter kalau bagian akting. " Jawab Derry kemudian.

Kellisa mengangguk, mengiyakan. Adik kelasnya yang bernama Azatil memang pandai memerankan apapun. Sepertinya, bakat Azatil memang di dunia peran.

Kemudian, lengan Derry dan Kellisa bersentuhan, membuat Kellisa menarik tangannya. Ternyata Derry sedang mengambil ponselnya dari dalam tas, membuat lengannya tak sengaja menyentuh lengan Kellisa.

"Eh, Sorry, Kel." Kata Derry sambil memainkan ponsel, mengetikkan sesuatu dengan cepat di room chat. "bentar lagi mulai." lanjutnya, menoleh ke arah Kellisa.

Kellisa mengerjap beberapa kali. Sadar kalau dia ketahuan menatap Derry.

"Oh, oke." Jawab Kellisa singkat.

Beberapa menit kemudian, anak teater memerankan drama mereka di atas panggung. Kellisa tampak serius melihat pementasan mereka. Derry hanya tersenyum tipis, merasa senang gadis itu duduk di sampingnya.

"Keren banget sih!" Seru Kellisa ketika acara tersebut selesai. Dia sangat senang.

"Kalau gitu kapan-kapan nonton lagi ya?" Ajak Derry.

"Boleh. Boleh." Jawab Kellisa cepat.
***


KellisaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora