BASTIAN SEBASTIAN BELL

1.4K 96 3
                                    

17. DIA, MASA LALU

"Dia masa lalu. Tidak untuk kukenang, atau pun menghambat hadirnya kamu sebagai masa depan."



Aku tidak pernah percaya pada teori cinta pertama akan bersemi, berkembang biak dan bahkan beranak-pinak lagi.

Aku juga bukan human yang gampang percaya pada mitos, jika cinta pertama muncul kembali maka itu artinya jodoh.

Demi sebongkah upil spongebob yang tidak tahu cara menggalinya seperti apa, cinta pertamaku itu terlalu sembrono, terlalu nista, terlalu durjana. Dan jatuh cinta pada teman sendiri memang keahlianku sepertinya.

Iya, yang memanggilku dengan sebutan sableng binti najisun tadi adalah dia.

Bastian Sebastian Bell.

Jangan tertawa. Dari namanya saja sudah memberi kode kalau kami itu memang hanya sebastian, sebatas teman tanpa kepastian.

Dia memang benar temanku. Kasusnya mirip seperti Arkano. Aku menyimpan rasa, tapi kelakuannya waktu itu benar-benar minta ditabok. Nakalnya luar biasa, hingga pihak sekolah jengah dan menjadikannya seperti imigran gelap yang digusur dari sekolah.

Ngomong-ngomong, aku itu sepertinya hobi berada di fase najisun seperti ini ya?

Bastian itu adalah murid di SMA Gladasy. Dengan kelakuan sembrono seperti itu dia berada di jurusan IPA. Katanya, semenjak menginjak kelas 11, dia tidak pernah naik sekolah lagi. Tidak tahu kenapa ia baru naik hari ini.

Yang aku herankan, kenapa dia tidak dihempaskan dari sekolah ini sejak lama?

Tapi ternyata itu tidak bisa, maka pupus sudah harapanku untuk menyingkirkannya. Sebab, pamannya alias adik dari ayahnya adalah pemilik dari sekolah ini.

Sial sekali, kan?

"Eh, gak tau ilham apa roh gue tiba-tiba kepanggil buat sekolah hari ini. Padahal gue udah kehilangan semangat sekolah, tapi karna bini gue--"

"Gue bukan bini elo!"

"--karna lo ternyata ada di sini. Jadi, gue semangat lagi dah sekolah di sini."

"Sabar Ra, orang waras jodohnya waras."

"Bentar dulu deh, Bi!" Bastian menghentikan langkahnya tepat di depan belokan toilet cowok.

"Apa lagi, sih!" aku menoleh mendapati Bastian sedang nyengir iblis.

"Gue mau pipis, tungguin bentar yak! Bentar doang mah!"

Aku diam. Wajahnya kelihatan sekali jika dia sedang kebelet.

"Atau lo mau ikut aja ke dalem?"

Aku masih diam. Jadi, sedari tadi aku diarak seperti karung beras cuma untuk menemaninya ke toilet?

"Yaudah kalau lo mau, Bi. Sini!"

Ketika dia meraih pergelangan tanganku aku baru sadar. Lalu menghempaskannya dramastis. "Jangan sentuh aku! Aku jijik sama kamu, aku jijik!" tapi dengan nada yang begitu datar.

ARKANO [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang