●lima●

776 123 14
                                    

Setelah kejadian kemarin saat Adel meledak didepannya, Attala kembali harus berperang dengan jiwanya sendiri. Disatu sisi ia sadar bahwa kesalahan utama ada pada dirinya, dengan begitu yang semestinya meminta maaf adalah dirinya juga. Tapi untuk melakukan itu semua rasanya sulit sekali.

Kalian boleh katakan Attala gila, memang gila. Patah hatinya laki-laki ternyata lebih parah daripada seorang perempuan. Dan ia sukses meluruskan fakta itu meski harus menyakiti banyak pihak.

Pikiran Attala melayang entah kemana. Kedua matanya menatap kosong pada meja—melamun, tak sadar kalau saat itu tengah menuang air kedalam gelas.

"kamu gak rela aku nikah sama laki-laki lain?"

"aku rela. Tapi sampai kapanpun gak akan bisa terima."

Meski sudah berusaha sebisa mungkin, namun usahanya untuk melupakan Kinan selalu berakhir dengan kegagalan. Sunyi, sepi dan hampa. Seolah semua memori yang berhubungan dengan masa lalu kembali terputar bak potongan adegan paling menyakitkan dalam film tertentu. Dan pada kenyataannya, hampir setiap waktu Attala memilih menyendiri. Maka hampir setiap waktu itulah dirinya memikirkan Kinan.

"maaf, Attala. Tapi jawabanku pun akan tetap sama, kamu dan aku udah berbeda."

"aku tau, Kinan. Aku gak akan berharap lagi sama kamu karena memang gak ada yang bisa aku harapkan."

Omong kosong. Sialnya pernyataan Attala kala itu seolah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Sejujurnya, ia masih sangat mengharapkan suatu hal yang mungkin takkan pernah terjadi untuk kedua kalinya.

Bahagialah Attala karena pernah mendapatkan cinta yang begitu dalam dari seorang wanita seperti Kinan. Bersoraklah Attala karena ia yang mencuri ciuman pertama gadis itu. Tapi Tuhan sudah merencanakan kejutan besar dibalik itu semua, yang mengharuskan keduanya untuk menutup kisah mereka dengan akhir yang pilu.

Ia sudah tidak waras waktu di Bali. Semua pikirannya buntu dan hanya itu satu-satunya yang terlintas, bahwa ia harus mencium mantan kekasihnya itu untuk mengutarakan penyesalan yang tak terbendung. Salah bagi keduanya, dan mereka sadar. Terutama untuk Attala. Dengan kondisi Kinan sudah menjadi istri pria lain dan tengah hamil anak pertama mereka—sungguh, untuk yang kesekian kalinya Attala merasa hidupnya hancur berkeping-keping.

Pada awalnya ia datang untuk memberikan selamat pada pasangan baru tersebut. Masa bodo dengan kata terlambat. Tapi ternyata entah mendapat dorongan dari mana sehingga dirinya bisa bertindak ceroboh dan benar-benar nekat. Membuatnya semakin sulit untuk melupakan Kinan karena semuanya terasa begitu membekas sampai sekarang.

"Ta? Gak kira-kira ya kamu, ngeberantakin dapur."

Segera saja cowok itu tersadar ketika sebuah tangan mengambil alih teko yang dipegangnya dengan cepat. Matanya membulat begitu melihat meja sudah dalam keadaan basah karena air dari dalam gelas terus meluber.

Tanpa berbicara lagi Adel segera mengambil tisu untuk membersihkan air yang meluber sebelum dapurnya benar-benar banjir. Tak perlu bertanya pun ia sudah sangat paham kalau suaminya itu pasti sedang memikirkan Kinan.

Attala langsung bergerak mengambil tisu dan mengeringkan meja. Selalu berulah seperti ini membuatnya semakin ingin menggila saja. Karena itu artinya, dosanya terhadap Adel juga semakin menumpuk.

"aku mau keluar sebentar." ucap Adel meminta izin tanpa menatap lawan bicaranya. Ia masih terlihat kesal dengan Attala.

"mau kemana?" tanya Attala.

"pergi sama temen-temen."

"loh, Aini gimana?"

"udah tidur." jawab Adel singkat kemudian segera membuang bekas tisu yang tadi dipakainya kedalam tempat sampah.

✔ Before We Done;Spin off Attala // NCT TaeyongWhere stories live. Discover now