●dua belas●

613 102 10
                                    

Ditemani segelas teh aroma melati yang masih mengepulkan uap, Attala menatap lurus pada undangan pernikahan yang tergeletak diatas meja kerjanya. Ia kemudian meraih benda itu lalu mulai membaca kembali isinya sambil menyandarkan tubuh pada kursi hitam yang tengah didudukinya.

Pernikahan Juna akan dilangsungkan dalam dua hari kedepan, tapi sampai saat ini Attala belum juga memberitau istrinya tentang acara tersebut. Hatinya bimbang dengan pikiran yang campur aduk. Mengapa sesulit ini hanya untuk mengajak pasangan pergi ke acara resmi orang lain?

Attala bukan ada di persimpangan jalan yang memaksanya untuk memilih jalan sebelah mana yang lebih baik, tapi sudah sejak lama jiwanya ada dititik itu.

Dosakah jika aku memilih jalan untuk berpisah?

Tak ada yang membuatnya bertahan memegang tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, kecuali Aini, anak mereka. Gadis kecil itu harus mengkonsumsi obat-obatan bahkan diusia yang masih sangat kecil. Ya, apapun penyakit yang berhubungan dengan jantung mengharuskan penderitanya ketergantungan obat untuk bertahan hidup.

Tepat. Aini adalah alasannya bertahan selama lima tahun ini.

Sambil menghela nafas panjang, Attala beranjak dari tempatnya dan melangkah keluar. Dicarinya keberadaan Adel keseluruh penjuru rumah dan istrinya itu terlihat sedang sibuk membuat sesuatu di dapur.

"kamu lagi ngapain?"

Adel menoleh, kemudian tersenyum tipis.

"mau coba buat kue soes." jawabnya seraya menuangkan tepung kedalam wadah timbangan.

Lagi-lagi kembali terbesit rasa bersalah yang mendalam, tatkala melihat bagaimana polosnya senyum itu tercipta. Entah berapa banyak dosa yang telah Attala perbuat tanpa diketahui istrinya itu. Ia merasa telah menjadi pecundang sekarang.

Hanya dengan beginilah Adel bahagia. Sangat sederhana. Membuat kue adalah hobinya yang belum pernah coba untuk dikembangkan, hanya karena Attala melarangnya tempo hari.

Disodorkannya undangan kehadapan Adel, "Juna mau nikah." ucapnya.

Dengan antusias Adel meletakkan kembali peralatannya, kemudian membersihkan tangan dengan apron khusus memasak yang digunakannya. "Juna?" ulangnya dengan mata berbinar.

Attala mengangguk.

"wahh, akhirnya ya." ucap Adel sambil tersenyum lebar. Ia mulai membaca undangan pernikahan tersebut dan mendapati acaranya akan berlangsung dua hari lagi.

Setelah membaca isinya, Adel kembali memandang Attala. Kemudian senyumnya meluntur secara perlahan disertai gerakan mata yang nampak seperti ingin mengatakan sesuatu, mendadak canggung sekali.

"aku siapin jasnya nanti ya." ujar Adel kemudian kembali melanjutkan kegiatannya.

Ia sadar, selama lima tahun berumah tangga, tak sekalipun keduanya pergi menghadiri pesta pernikahan orang lain bersama. Mau itu rekan kerja atau siapapun, kalau ada undangan mereka akan menghadirinya sendiri-sendiri sesuai dengan ruang lingkup masing-masing.

Tak peduli dengan berapa banyak pertanyaan yang akan muncul dalam benak siapapun yang melihatnya. Attala akan mengatakan kalau istrinya sedang menghadiri kegiatan lain sehingga tidak dapat ikut dengannya, atau kalau tidak Adel akan mengatakan suaminya sedang keluar kota, jadi tidak dapat menemaninya datang ke acara tersebut.

"kita dateng sama-sama."

Serta merta Adel terdiam, kemudian mengerutkan kening kearahnya. "maksudnya?"

"aku mau dateng ke acara Juna sama kamu, dan Aini. Masih perlu diulang?"

Tanpa menunggu jawaban lagi, Attala langsung berbalik dengan wajah setengah merengut. Sementara itu Adel yang masih tak menyangka langsung terkekeh pelan, merasa sangat bahagia bisa mendengar langsung ajakan tersebut dari bibir seorang suami.

✔ Before We Done;Spin off Attala // NCT TaeyongWhere stories live. Discover now