3. Pemberontakan

32 22 18
                                    

Maafkan aku, ibu dan ayah. Sungguh, untuk kali ini aku tidak bisa menuruti keinginan kalian. Aku merasa sudah dewasa dan sanggup menentukan masa depanku. Aku memiliki impian yang harus diwujudkan secara nyata. Jadi, sebelum pajar tiba, aku pamit lebih dulu, aku tidak akan tidur malam ini, aku juga tidak akan kembali sebelum kutukan itu kuhilangkan.

Oh, iya. Jangan salahkan aku yang memberontak seperti tak punya otak. Ini pesan untuk ibu dan ayah, tetapi kuharap tak ada yang menemukan dan membaca catatan ini kecuali aku.

Aku masih percaya, bahwa takdir itu nyata dan tidak bisa diubah seenaknya layaknya sang nasib. Ya, kupikir perkataan kutukan itu bukanlah takdir, melainkan nasib sial yang harus aku musnahkan. Maka dari itu, jangan merepotkan diri untuk mencari, aku bisa menjaga diri kemanapun aku pergi. Lagipula, kalian tidak akan susah mencariku, kalian tahu aku harus bekerja paruh waktu di sisa akhir tahun ini. Aku ada di sana di jam kerja, dan sekolah seperti biasa sesuai waktu yang kalian tahu.

Ibu, aku menangis saat menulis pesan ini, jadi jangan salah paham dan menduga bukan aku yang menulisnya. Sungguh ini aku.

Oh tidak, ibu. Bolehkah kubatalkan pesan ini? Tapi tekatku sudah bulat, kalau di coret akan jelek, jika aku robek dan remas, sayang sekali. Aku juga tidak menyukai bila ada yang hilang di bagian buku milikku. Baiklah, ibu. Aku menyayangimu, tolong bilang pada ayah, jangan tambah kutukan itu, aku akan kembali bersama lelaki berusia 25 tahun, pacar sekaligus calon suami, lebih tepatnya calon menantumu.

Jangan memaksaku lagi, karena aku pun bisa melakukan hal yang sama. Kalian ingin yang terbaik? Maka akan kuberikan yang lebih baik dari yang kalian anggap baik.

Aku pergi lewat jendela kamar ya, jika kalian sudah menemukan catatan ini dan aku belum kembali, jangan pernah kunci jendelanya.

Sayang ibu.

Bye, K . y

03, November 2019

Kayla [Raws Festival 2019]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora