Bab 16

723 95 2
                                    

Mendengar bahwa sambungan telefonnya ditolak membuat Draco ingin sekali membanting ponselnya saat itu. Buku jari tangannya memutih karena terlalu erat menggenggam ponselnya.

Lagi-lagi giginya bergemerutuk menahan amarah.

"Ditolak?" tanya Ginny merendahkan suaranya seraya mengernyit takut. Bagaimana tidak? Jika salah bicara sedikit saja mungkin ia akan mati saat itu.

Draco memicingkan matanya pada istri Harry Potter itu. Ditunjukkannya ponsel miliknya pada Ginny sembari berkata. "Lihat! Kelakuan siapa ini menurutmu?"

Tanpa berpikir pun semua orang di sana tahu bahwa hal itu tak mungkin perbuatan Hermione. Logikanya, jika seseorang kehilangan ingatan lalu melihat panggilan masuk dengan nama akrab yang tertera, bukankah rasa penasaran akan mengalahkan segalanya? Kecuali jika nama kontak Draco telah diubah lagi, mungkin hal itu dapat menjelaskan mengapa panggilannya ditolak.

"Jangan langsung memfitnah. Mungkin saja nama kontakmu sudah diubah lagi oleh Mione." tutur Harry mencoba meredam emosi Draco. Sebagai seorang suami, tentu ia takut jikalau Draco melampiaskan amarahnya kepada Ginny.

Draco menoleh, masih dengan tatapan tajam nan penuh amarah.

"Aku akan menyusul Hermione!"

"Hahaha, bodoh!" sahut suara seorang wanita dibelakangnya.

Draco yang mengira suara itu milik Ginny segera menyentak. "Yang bodoh itu kakak—"

Draco tak dapat menyelesaikan kalimatnya begitu melihat siapa orang yang baru saja menertawakannya. Seseorang yang sangat tidak ingin ia temui beberapa tahun belakangan. Bertemu dengannya tempo hari saja sudah membuat seluruh isi perutnya ingin keluar karena muak.

"Kau!" tuding Draco pada wanita berambut hitam panjang itu.

"Kenapa?" tanyanya menantang seraya maju selangkah.

"Jangan mendekat, jalang!"

Wanita itu mengerucutkan bibirnya, membuat ekspresi seolah-olah ia sedih mendengar penuturan Draco.

"Ah, kasihan Rachel-ku. Pasti di sana ia sedang menangis karena melihat Ayahnya menyebut Ibunya jalang."

"Ibu? Wanita jahat seperti pantas disebut Ibu? Orang waras mana yang mau memanggilmu Ibu, hah?!" ujar Draco kasar lalu ia akhiri dengan meludah tepat di depan Astoria.

Wanita bermarga Greengrass itu jelas merasa terhina karena perlakuan Draco. Melihat ekspresi Astoria yang berubah membuat Draco menyunggingkan seringainya.

"Jangan berani-berani menganggu kehidupan rumah tanggaku. Jika kau memaksa maka perlakuanku padamu bisa lebih dari ini!" gertak Draco.

Harry dan Ginny --yang sejak tadi ingin melerai namun terhalang karena kedua orang tersebut terus menyahut-- hanya bisa memegang erat lengan Draco. Mereka tak ingin Draco melakukan hal berlebihan yang justru memperumit keadaan.

"Kau boleh saja mencintai Hermione, tetapi jika Narcissa menginginkan aku menjadi menantunya, wanita penyakitan itu bisa apa?"

"Sialan! Justru kau yang saat ini sakit, bodoh!" umpat Draco begitu mendengar bahwa Astoria menyebut istrinya 'penyakitan'.

"Terserah jika kau memaksa. Kau tahu sendiri bukan, Narcissa itu seperti apa? Kau ingin membuat Hermione menderita sepanjang hidupnya?"

"Apa-apaan ucapanmu itu?!" sahut Ginny tak terima. Wanita itu benar-benar ingin ditampar mulutnya.

"Aku bisa melindungi istriku." jawab Draco.

"Kau egois jika harus mengorbankan kebahagiaannya." jawab Astoria disertai seringaian. Dalam hati, ia sangat bangga melihat Draco makin lemah karena bimbang seperti ini.

DANDELIONWhere stories live. Discover now