Endless Love-1

2.5K 176 13
                                    

Hari Senin berakhir dengan sangat melelahkan. Ini sudah pukul 10 malam dan Jimin tengah mengecek segala sesuatu lalu kemudian mengunci pintu cafe miliknya.

Jimin lelah, tentu saja. Ini hari Senin dan banyak pengunjung datang hari ini. Kini ia duduk di halte tak jauh dari cafenya. Melamun sembari menunggu jemputan- oh, seseorang berencana untuk menjemputnya, katanya.

"Jimin hyung!" teriaknya. Jimin hafal betul ini suara pria bongsor yang nyatanya lebih muda darinya.

Jimin bangkit dari duduknya, lalu tersenyum kepada sang pria bongsor. Pria bongsor itu sendiri jadi salah tingkah. Ingin memeluk- batinya. Saking gemasnya dia dengan si hyung yang di kenalnya selama 6 bulan ini.

Ia lalu berlari, tak mau membuat sang kakak menunggunya berjalan terlalu lama. "Apa aku lama?" tanyanya.

Jimin lalu menggeleng dan tersenyum. Jungkook secara reflek ikut tersenyum juga. Kalau kata Jungkook, senyum Jimin itu bahaya. Menular dan terlampau manis.

Jungkook bisa diabetes!

Sembari tersenyum, Jungkook lalu mengambil tangan Jimin. Merengkuh tangan mungil yang pas di tangannya untuk kemudian mereka berjalan bersama- dengan tangan bertaut.

"Jadi bagaimana harimu?" Jimin tersenyum lalu mengangguk heboh. Ingin mengatakan sesuatu, tapi tangannya di genggam erat oleh Jungkook.

"Tidak usah dikatakan, aku tau kok. Kamu lelah tapi kamu bahagia kan?"

Lagi-lagi Jimin mengagguk semangat. Tapi kemudian ia memiringkan kepalanya dan juga menyeringit. Seolah bertanya, 'tau dari mana?'

Jungkook yang sudah terbiasa dengan gerak-gerik Jimin dalam berkomunikasi lalu terkekeh, "Terlihat di wajahmu, Hyung. Kau lelah, tentu saja. Tapi kau jelas bahagia. Dan ketika kau bahagia, kau jauh, beribu kali semakin cantik" katanya.

Jimin tentu saja memerah. Tapi ya bukan salah Jungkook dan perkataannya. Karna pada nyatanya, Jimin memang seindah dan secantik itu.

.
.
.

Sebelum benar benar pulang, Jungkook merengek pada Jimin untuk mampir di taman komplek rumah Jimin. Jimin ingin menolak, tapi tidak tega. Tapi Jimin lelah sekali. Tapi Jimin tidak bisa menolak kan? Jadi ya sudahlah.

Mereka kini duduk di bangku taman. Hanya duduk dan makan es krim. Itupun hasil paksaan Jimin.

Tidak ada es krim, tidak mampir!

Jadi ya Jungkook menurut saja. Dari pada tidak jadi kan?

Setelah es krim yang dimakan Jungkook habis, ia akhirnya menghadap Jimin. Dengan gestur tubuh kaku yang membuat Jimin berfikir- ada apa dengan bocah ini?

"Hyung?" katanya. Jimin mengangguk, namun tetap memakan es krimnya.

"Mau jadi pacar ku tidak?" katanya.

Jimin? dia- err terkejut tentu saja. Dan juga, rasa takutnya sedikit muncul.

Rasa takut yang di rasakan Jimin, perlahan ia alihkan. Ingin mengalahkan rasa takut yang menghantuinya selama ini.

Dia harus kuat, harus bisa sembuh bukan?

Tapi Jimin, pria manis ini belum sekuat itu. Dengan tiba-tiba rasa takut dan cemasnya memaksa masuk kedalam dirinya dan membuatnya histeris.

Menangis tanpa suara dan dengan getaran hebat pada tubuhnya. Jungkook panik, tentu saja. Ia pikir tidak akan begini.

"Jimin hyung! hyung, astaga. Tung-tunggu dulu. Tenang hyung. Hyung tenang, tarik nafas dulu. Hyung!"

Jungkook yang panik mengoceh tak karuan. Melihat Jimin yang tak kunjung tenang, ia memutuskan untuk menelfon Namjoon. Kakak Jimin.

Setelah selesai menelfon dengan nada panik dan keras, ia kembali memeluk Jimin. Merapalkan kata maaf karna telah memancing traumanya kembali.

"Hiks, maaf hyung. Maafkan aku" racaunya. Merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada Jimin sekarang.

Tak lama, Namjoon datang membawa mobil. Ia lalu membopong Jimin untuk duduk di bangku belakang bersama Jungkook. Sedikit memaksa Jungkook sih sebenarnya.

"Masuk!"

"Hyung, ak-"

Namjoon menggeram memaksa Jungkook masuk dan menenangkan Jimin selagi dia menyetir. "Masuk dan pertanggung jawabkan apa yang telah kau lakukan Jungkook!"

Setelahnya, mereka pergi dengan kecepatan penuh. Namjoon yang mencoba fokus dan tetap menenangkan adiknya, sedangkan Jungkook yang hanya mampu memeluk Jimin dengan terus merapalkan kata maaf.

.
.
.

"Ada apa ini Kook?" Tanya Namjoon setelah mereka berhasil menenangkan Jimin yang saat ini tengah tertidur di kamarnya.

Jungkook mendesah, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Dia juga tak tahu, kenapa jadi begini. "Apa salahku hyung?"

"Kau melakukan sesuatu pada Jimin?" Lagi-lagi Jungkook menggeleng.

"Aku hanya memintanya jadi kekasihku. Jika Jimin hyung tak mau, dia bisa menolak. Tapi- kenapa reaksinya seperti itu. Aku tak tahu Hyung. Aku-"

Namjoon menepuk pundak Jungkook yang terlihat amat kalut. "Kau tenangkan diri. Ini bukan sepenuhnya salahmu, okay. Pulanglah dan istirahat. Besok pagi kembali kemari. Tanyakan pelan-pelan pada Jimin, oke?" katanya. Ia merasa kasihan pada pemuda satu ini. Pasalnya ya, ini bukan salah Jungkook. Tapi ini jelas juga bukan salah Jimin.

"Hyung, ceritakan padaku" Kata Jungkook.

"Apa?"

"Soal Jimin"

Namjoon menggeleng, "Aku tidak berhak. Tanyakan pada Jimin pelan-pelan seperti kataku. Dan jangan kau paksa. Sekarang pulang. Besok kembali lagi dan minta maaf lah pada Jimin" ucapnya final.

Jungkook mendesah, memilih pasrah dan pulang untuk besok kembali lagi.

"Aku akan kembali lagi besok Hyung. Katakan pada Jimin hyung permintaan maaf ku. Aku sangat menyesal dan sangat ingin tahu. Aku pulang, selamat malam"

Setelah pintu tertutup dan Jungkook yang berjalan pulang, Namjoon menghela nafas. Sudah hampir 12 tahun dan Jimin belum selesai dengan masa lalunya.

"Maafkan hyung, Jimin"

.
.
.

Gimana? twoshot sepertinya'-'

Boleh minta kritik dan saran, tidak?

ʜᴀᴘᴘʏ [ᴋᴍ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt