0.5

5.1K 714 150
                                    

Felix suka tidur siang.

Felix lebih suka tidur siang daripada eksistensi kakaknya sendiri.

Dengan tidur siang, seluruh masalahnya yang terjadi di sekolah -sebagai contoh, dimana Felix ingat bahwa ia belum mengerjakan tugas prakarya untuk membuat kerajinan dari stik eskrim- maupun seluruh masalah pergaulannya -mengingat di sekolah sewaktu jam istirahat tadi, seorang kakak kelas perempuan dengan sengaja menyenggol bahunya dan menatapnya dengan sinis, padahal Felix sama sekali tidak mengenalnya dan Felix tidak tahu letak kesalahannya.

Ah, mungkin karena Felix baru saja ditembak kakak OSIS ekskul basket yang terkenal ganteng dan pemes di sekolahnya.

Felix mengernyit dalam lelapnya, merasa terganggu hanya dalam mengingat cowok gatau diri itu.

Cowok itu berulang kali bersiul ke arahnya tiap kali melihat Felix berjalan sendirian -karena Jisung adalah tipe siswa yang hobi mendekam di kelas- memeluk buku-buku tebal untuk diantar ke ruang guru. Teman-temannya yang sama kurang ajarnya itu akan menatapnya dengan pandangan melecehkan, sebelum menyikut si kakak kelas jelek dan menyuruhnya mendekati Felix.

Ew.

Bahkan tadi, tepat di lorong kelas 9 yang dipadati oleh murid-murid yang berlalu lalang karena ini merupakan jam istirahat, cowok itu mulai mendekatinya. Tangan putihnya terulur, menyentuh pipi Jeongin dengan kata-kata yang -sumpah demi Tuhan- menggelikan level akut.

Permukaan kulitnya begitu-

Eh tidak.

Felix sontak mengukir satu senyum tanpa membuka mata saat kali ini kulit yang tengah membelai pipinya terasa begitu halus menyentuh Felix, mengelusnya lembut hati-hati seolah Felix adalah permata paling berharga di dunia yang akan pecah sekali saja diperlakukan kasar.

Bocah kelas delapan itu akan kembali mendengkur dalam bunga tidurnya karena -serius- belaian pada pipinya memang senyaman itu untuk kembali membuatnya terlelap, jika saja satu suara berat tidak buru-buru berbisik pada telinganya tanpa lepas tangannya pada pipi tembam Felix.

"Sayang." Tanpa membuka mata, Felix tahu siapa pemilik suara itu. "Bangun yuk? Udah sore. Mandi sama Mas, mau?"

Felix melenguh, menunjukkan gestur penolakan secara nonverbal. Ia beringsut membalik badannya, membelakangi Hyunjin dan bergerak memeluk gulingnya sendiri. Tidak menunjukkan minat dan usaha sama sekali bahwa ia akan menuruti pinta kakaknya.

Hyunjin terkekeh. "Felix, sayang."

Felix tidak bergerak.

"Udah sore loh. Ayo bangun dulu, ah. Mandi yuk sama Mas?"

Felix tidak menunjukkan pergerakan yang berarti. Bocah itu masih saja diam, memeluk erat guling bentuk beruang warna coklat muda -dibelikan Bunda waktu mereka liburan ke Solo tempo hari. Hyunjin berkedip beberapa kali sebelum menghela nafas.

"Felix, beneran gamau nurut nih?"

Tidak ada jawaban, Hyunjin menafsirkannya secara sepihak sebagai 'ya'.

Hyunjin beringsut mendekat. Satu tangannya menarik pundak Felix, membuat bocah itu telentang tepat di depannya. Wajah Felix dicium lembut acak dengan di tempat random, membuat Felix memekik tertahan karena merasakan keberadaan benda asing di atas wajahnya.

Pada akhirnya, Felix menyerah. Ia mulai membuka mata, menatap kakaknya dengan sorot memusuhi yang kentara dengan kantuk.

"Mas! Jangan sembarangan cium, aku belum mandi."

"Kamu tetep wangi bedak bayi mau digimanain pun, Fel."

"Kulit aku iritasi kalau dicium terus tiap Mas bangunin aku."

Broshit [HyunLix]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن