HeeB - Take a Chance

42.6K 2.1K 110
                                    

Katakan saja jika kehidupanku yang tertulis di sini memanglah membosankan. Kalian pasti sedang dalam keadaan bimbang untuk tetap lanjut maupun berhenti.

Karena aku sendiripun ingin semua penderitaan ku berhenti. Hari ini hujan, penyimpangan cuaca sudah terbiasa terjadi. Seharusnya bulan ini bukan musim hujan.

Ramalan cuaca di radio dalam mobil juga mengatakan jika hujan kali ini mengejutkan.

Mendengar ayahku mengumpat dan terus mengkhawatirkan tentang keterlambatannya, aku jadi berfikir.

Apakah saat beliau mengantar Sunoo, mulutnya mengoceh seperti ini? Disela-sela padatnya lalu lintas, aku memandang keluar.

Pandangan ku terpaku pada seorang pria yang terbalut dengan jas hujan putih sedang berbagi makanan dengan dua ekor kucing berwarna emas di depan TXT - restoran cepat saji yang terkenal dengan ayamnya.

Tidak terlalu spesial, tak lama aku memalingkan pandangan kearah depan. Namun, dipikir lagi kebahagian pria tersebut sangatlah sederhana.

Dimana kucing menjadikan dirinya tersenyum, meskipun ia harus kehilangan sebagian makanan. Aku ingin memiliki perasaan tersebut.

"Heeseung?" Saat ini aku sedang dalam perjalanan menyelusuri lorong untuk bisa sampai ke dalam kelas. Namun, seseorang menghentikan langkahku.

Saat aku berbalik, sosok perempuan dengan rambut ikal, gigi dan bibirnya yang tebal terlihat mendekat. Itu guru fisika ku.

"Apakah ponsel mu sudah ketemu?" Mendengar pertanyaan tersebut aku menggeleng. Namun, setelah jawaban tidak dariku guru itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Ini ponselnya?"

Aku memandang benda pipih tersebut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku hanya merasa jika semua menyebalkan. Termasuk guru fisika ini. "Anda mencurinya?"

Perkataan ku tidak begitu keras, tetapi karena mendengar hal yang terlarang entah kenapa pendegaran orang disekitar ku mendadak jadi tajam. Mereka semua menghentikan aktifitasnya dan memandang kami berdua. Sang guru bertingkah panik.

"Kamu menyakiti hatiku, Heeseung... Aku tidak mencurinya hanya saja seorang murid menemukan ini dan memberikannya padaku. Seperti yang kau tahu berita ponselmu yang hilang sudah diketahui semua murid?"

Aku mengalihkan pandangan ke sekitar. "Lalu, berikan saja ponselnya pada murid tersebut. Itu bukan lagi ponsel ku."

Jangan lah salah sangka, aku sudah mendapatkan ponsel yang baru dan aku merasa ponsel baru ataupun lama bukanlah hal yang penting.

Terpenting adalah akibat adanya ponsel diriku tidak dapat bebas. Menyebalkan bukan? Kemajuan teknologi bukan membantumu menjadi lebih baik. Namun, membantumu untuk lebih mudah diawasi serta dikontrol.

Bahkan tanpa para pengguna sadari sebenarnya komentar pada internet mengubah cara pandang alami kita, itu yang dimaksud mudah dikontrol.

"Aku dulu waktu bekerja selalu mengambil tulang, karena jika tidak begitu maka kamu tidak akan nyaman," telingaku menangkap percakapan orang dewasa di meja sebelah.

Masih tidak tahu arti dari 'Mengambil tulang' apakah dia maniak tulang? Satu jam sebelum jam kursus mulai aku biasanya akan berteduh dibawah pohon sambil melamunkan sesuatu.

Namun, karena hujan aku memilih warung pinggir jalan sambil memakan kimbab.

"Iya, kalau dirimu tidak pintar mengambil kesempatan maka aku jamin dirimu tidak akan bertahan lama," percakapan tersebut masih berjalan tanpa aku pahami maksud isinya.

"Kamu harus sesekali mampir kerumah untuk tidur atau makan, bukannya itu mudah karena kamu bekerja sendirian di lapang?"

Sekarang aku maksud arti dari menggambil tulang. Kedua orang dewasa tersebut sedang membicarakan tentang kecurangan waktu dalam bekerja.

Singkatnya itu seperti yang aku lakukan sekarang, aku sudah mengirim foto GPS ku kepada ayah, tetap diwarung gimbab tetapi dengan keterangan belajar bukan beristirahat.

Selang beberapa menit aku melihat seorang pria masuk dengan sebagian pakaiannya basah. Ia membawa sebuah gitar yang terlihat begitu usang.

Usai dia duduk dan disajikan sebuah minuman hangat, terdengar petikan gitar dari dirinya. Seekor anak kucing terlihat berjalan mendekati orang tersebut seakan sudah terbiasa melihatnya.

Pria itu memetik gitar sambil bernyanyi sebuah lagu. Dia terus bernyanyi hingga dua ekor anak kucing lainnya menyusul mendekat. Terlihat tiga ekor anak kucing tersebut berjejer sambil menatap sang pria bernyanyi.

Hal yang mustahil untuk dilihat, tapi aku merasa jika para kucing menikmati lagu yang dibawakan oleh dia. Bahkan tanpa diriku sadari aku tersenyum.

Itulah awal mula dimana aku menyukai musik, aku juga memesan sebuah headphone untuk mendengarkan banyak musik tanpa menganggu orang sekitar, terutama ibu dan ayahku.

Kini setelah hal tersebut aku terus menggunakan headphone kemana diriku pergi. Namun, tujuanku belum bisa tercapai. Diriku masih mencari judul lagu yang pria itu nyanyikan.

Lagunya sangat indah dan penuh makna, meskipun dinyanyikan dalam bahasa inggris, aku sepenuhnya paham maksud dan isinya.

Mengingat percakapan orang dewasa itu juga membuat perubahan kecil dalam diriku. Saat aku pulang dari kegiatan ku yang panjang, aku tidak lagi duduk untuk belajar.

Aku lebih sering melakukan hal yang aku suka, atau kadang tidur lebih awal untuk bangun lebih awal pula. Agar diriku bisa tetap berakting tertidur di meja belajar.

Malam itu sangatlah panas, aku menyalakan AC hanya untuk mendinginkan secara tipis. Selebihnya aku melepas atasanku.

Mulai mengeluarkan canvas besar dari dalam lemariku, menjadikan cahaya rembulan sebagai pencahayaan, aku melukis dengan membelakangi jendela.

Tidak melupakan headphone yang
bertengger di kedua telingaku. Sambari melukis dengan bertelanjang dada aku mendengarkan lagu berjudul Car's Outside milik James Arthur.

"Malam Kak!" Aku terkejut melihat Sunoo sedang menutup pintu. Karena memakai headphonne, diriku jadi tidak bisa mendengar langkah kakinya.

Merasa telah ceroboh akhirnya aku melangkah mendekati pintu dan mulai mengunci pintunya. Beruntung saja Sunoo yang masuk pertama, bayangkan saja jika itu adalah Ibuku, atau Ayahku.

Sambil memakai kaos aku bertanya pada Sunoo. "Pukul dua? Kamu sudah seperti anggota keluarga ya bisa masuk kapan pun."

Pria itu tersenyum lebar sebelum berakhir duduk di atas ranjang. Aku menghela nafas sedalam-dalamnya. Menahan agar tidak mengumpat. Ayolah, spreinya baru aku ganti!

"Sedang melukis apa?" Aku hanya menaikan kedua bahu sebagai jawaban. "Bukankah sedang ujian? Pemandangan sangat langka melihat dirimu tidak belajar."

"Kau akan melaporkannya pada Ayahku?"

"Aku terlihat seperti seorang pengadu bagimu?" Setelah dipikir aku tidak pernah mendengar Sunoo menjelekan orang lain untuk membuatnya tersanjung.

"Apa maumu?" Kami saling melemparkan pertanyaan tanpa menjawab satu sama lain. Mendengar hal tersebut, Sunoo merogoh sakunya dan bangkit dari tempatnya duduk.

Meraih ponselku, dan yang aku tahu ia baru saja memutuskan sambungan bluetooth headphoneku. Tak berselang lama dia mendekat, menyondorkanku sebuah earphone.

Setelah aku memakainya, pria itu tersenyum. "Mari mendengarkan bersama, well aku akan menunjukan mu sebuah lagu."

Sebuah lagu bertempo lambat dan diiringi vokal yang halus dan harmonis. Liriknya menghibur dan sangat menyemangati. Pesan yang aku dapat adalah semua masa sulit pasti akan terlewati. Dipertengahan lagu aku mulai menjejeri Sunoo. "Apa judul lagunya?"

Tanpa melepas senyum Sunoo menjawab. "Landslide oleh Oh Wonder. Mau aku rekomendasikan lagu seperti ini?"

tbc...

Heebreath | HeeseungWhere stories live. Discover now