HeeB : 119, Help!

43.4K 1.8K 57
                                    

Supir tua  itu membawa ku berkeliling menggunakan mobil, ia mengulur jalan agar lebih lama sampai ke rumah. Aku sempat menegurnya, namun ia tahu jika Ayahku sedang tidak ada di rumah. 

"Kau akan dipecat," ucapku mendapat kekehan dari sang tua.

"Meremehkan pengalaman ku ya anak kecil?

"Jangan panggil aku anak kecil, paman."

Sebuah kata yang sempat melegenda. Kata tersebut pernah aku terus ucapkan waktu kecil. Mengingat kartun itu tentang anak kecil dengan sepeda canggihnya, aku juga punya  yang seperti itu di garasi. 

Tidak terlalu mirip, namun tak kalah canggih. Sepeda tersebut sudah lama tidak aku gunakan karena ukuranku yang bertambah sedangkan sepedanya tetap seperti itu.

Selama sesi  berkeliling ini aku jadi tahu jika supir tua ini memiliki seorang anak perempuan seumuran ku. Dirinya banting tulang agar putrinya bisa melanjutkan sekolah setinggi-tingginya, terlebih lagi ia memiliki istri yang menderita Alzheimer.

"Ibu mu meminta ku untuk menjaga dan melaporkan keadaan dirimu, karena dia yakin jika hak asuh mu tidak akan bisa ia pegang," perkataan tersebut menjawab semua spekulasi tentang rumah yang kacau dan makan malam tanpa Ibuku.

Aku menutup mulut, membiarkan supir itu berbicara saja tanpa aku tanya. Terkejut? Sangat. Pertengkaran mereka hanya seputar menyalahkan satu sama lain karena tidak berhasil membuatku taat, patuh, dan berprestasi.

Mereka berpisah karena diriku, bukan? Supir tersebut melanjutkan ceritanya  tanpa menyadari bahwa aku baru saja mendengar kabar tersebut pertama kali dari dirinya. Beberapa bulan lagi aku menginjak umur 18 tahun. Hak asuh wajib aku putuskan sendiri.

Sambil memasang headphone pada telinga aku menyelusuri trotoar yang masih ramai. Diriku meminta turun dari mobil untuk menghabiskan waktu sendirian. Janji akan ku kabari paling lambat tiga jam kemudian.

Kebiasaan buruk ku adalah mendengarkan musik sedih untuk membuatku lebih sedih. Aku perlu sesuatu untuk mengerti keadaan ku sekarang dan hanya melodi-melodi ini yang paham.

Aku melewati sebuah minimarket dengan beberapa wanita  menggunakan pakaian maid menawarkan brosur. Hingga sampai pada sebuah lapangan yang sekarang ramai karena ada pertandingan futsal di sana.

Terlewati begitu saja seharusnya, namun aku kembali berbalik karena melihat sosok Jake ada di samping selokan tengah memberikan dua ekor kucing makan. Jake dengan cepat menyadari keberadaan ku dan segera menyambar kantung keresek putih sebelum menyeberangi selokan untuk menghampiriku.

Ia melepaskan headphone ku dari telinga untuk dipasangkan padanya. Setelah mendengarkan lagu yang kuputar selama 30 detik  ia mengembalikan headphone nya pada ku.

"Wish You Were Here milik Neck Deep, selera yang bagus," ucapnya sambari berjalan. "Siapa yang sedang kau tunggu?"

"Tidak ada."

Dia mengangguk paham. "Jungwon bercerita jika kamu mengkhawatirkan tugas kimianya? Kau kapan ada waktu luang?"

"Tidak tahu," aku sungguh tidak tahu kapan aku memiliki waktu luang untuk menggarap tugas ini bersama Jake.  Terlebih lagi jadwal ku semakin padat karena akan ada kemungkinan di mana aku harus menghadiri persidangan.

Sekejap Jake sudah hilang dari sampingku. Aku melihat dia telah berada di depan memberikan seekor kucing makan. Terlihat ia mengambil segenggam makanan kering khusus kucing dari dalam keresek putih.

"Kau berkeliling malam hari hanya untuk memberi kucing liar makan?" Tanya ku mulai penasaran karena tingkahnya  yang tak biasa.

"Bukan sekedar kegiatan 'hanya', ini membuat ku bahagia. Daripada dirimu, berkeliaran tidak jelas," ia berhasil memojokkan hingga membuat ku membuang muka untuk mengumpat.

Heebreath | HeeseungWhere stories live. Discover now