13. Pulang

7.5K 1.1K 13
                                    

Happy reading
.
.
.

Gue menghela napas, banyak kenangan di rumah ini. Tangan gue udah pegang koper, siap untuk pergi. Sebenernya rumah gue agak jauh dari sini, jadi kemungkinan Renjun antar gue pulang.

Gue turun ke lantai bawah sambil menggusur koper gue. Dibawah udah ada Renjun, bunda, dan ayah. Bahkan mama gue gak mau jemput gue kesini.

"Makasih ya bunda, ayah, Renjun selama ini udah izinin Rara tinggal di rumah kalian."

"Yah, gue kesepian lagi deh." ucap Renjun.

"Kan ada jaemin sama Haechan." balas gue.

"Baik-baik ya disana, jaga kesehatan." Bunda Irene mengusap rambut gue.

Gue mengangguk. "Iya pasti bunda."

"Renjun bawa mobilnya pelan-pelan aja." ucap ayah.

"Iya ayah, Renjun tau."

"Kalau gitu, aku pergi dulu ya bunda, ayah. Makasih banyak," gue cipika-cipiki sama ayah dan bunda.

"Iya hati-hati."

Renjun gandeng tangan gue sampai ke mobil, sebenernya Renjun suka gak sih sama gue, aneh aja setiap dia tanya gue suka apa enggak ke dia, gue selalu bicara jujur. Tapi dia malah respon senyum doang.

Di mobil, gue peluk boneka pemberian Renjun. Sebentar lagi, gue gak bakalan lagi denger ocehannya setiap pagi yang bangunin gue, yang nyuruh gue mandi, makan, belajar. Gue bakal kangen itu semua.

"Jun." Panggil gue.

Yang di panggil noleh. "Hm?"

"Gue bakalan kangen sama lo, sama marahnya lo."

Renjun tersenyum kecil. "Gue juga bakal kangen sama malasnya lo. Cerewet nya lo, Fangirl-an nya lo, ke—"

Gue menggenggam tangannya. Renjun langsung rem ngedadak. Hening, tatapannya lurus ke jalan. Gue cuma senyum-senyum sendiri.

"Kenapa berhenti?"

"Ah? Iya ini jalan lagi." katanya sembari gugup.




"Renjun, mampir dulu yuk."

"Kayaknya gue langsung pulang aja deh Ra, Soalnya bunda sama ayah mau ke acara gitu. Jadi gue harus jaga rumah."

"Ohm, kalau gitu makasih ya udah nganterin gue."

"Iya sama-sama. Gue pulang ya."

"Iya hati-hati."

Renjun berjalan ke mobilnya, tapi tiba-tiba berhenti terus balik menatap gue dari kejauhan.

"Kenapa?"

Renjun berlari ke arah gue. Renjun memeluk gue. Detik itu juga gue kaget bukan main. Gue juga balas pelukannya. "Gue sayang sama lo, Ra."

Baru kali ini Renjun nyatain perasaannya. Renjun melepaskan pelukannya. Dan seperti biasa sebelum pergi, dia mengacak rambut gue pelan.

Setelah itu dia benar-benar pergi. Gue tersenyum dan berjalan masuk ke rumah. Gue sama sekali gak merindukan rumah ini. Banyak kenangan buruk disini. Hampir 5 bulan gue di rumah Renjun.

"Ma." panggil gue ketika masuk, tapi gak ada yang nyaut.

Gue coba cek ke kamar mama. Ternyata mama lagi tidur. Gue simpen koper gue dulu ke kamar, terus bikin makanan kesukaan mama.

"Gue gak tau ini enak apa enggak, tapi coba dulu deh." Gumam gue.

Setelah selesai masak, gue ke kamar mama, terus simpen makanannya di atas nakas. Gue coba bangunin mama.

"Ma, ini aku coba bikin ma—"

"Kamu tuh ngapain sih ke kamar mama? Gak liat mama lagi istirahat? Mama capek." ujarnya.

"Maaf ma, aku tadinya bermaksud–"

"Keluar! Mama capek Soojin!"

Gue bawa makanannya terus coba dikasihin ke mama. "Ma ini makan ya."

"Keluar!" Mama dorong gue sampai jatuh, sia-sia makanan yang gue buat. Padahal gue tulus bikinnya.

Makanannya pun terjatuh kelantai.

Gue berlari masuk ke kamar, gue kira kalau gue pulang mama bakal baik sama gue. Ternyata di luar dugaan gue.

Gue inget kata-kata Renjun. Menangis lah jika itu membuat tenang.

Gue menenggelamkan wajah di lutut gue. Baru kali ini gue menyesal pulang ke rumah, gue pengen balik lagi ke rumah Renjun.

Tok tok tok

Gue cepet-cepet menghapus air mata gue. Lalu membuka pintu kamar, ternyata art gue. "Eh Bi, ada apa?"

"Tadinya bibi mau ke rumah den Renjun jemput non Soojin, sekalian bibi pulang dari pasar gitu, eh tapi pas bibi kesana, kata Bu Irene non udah di anterin pulang sama den Renjun. Yaudah bibi teh pulang aja." ujarnya.

Gue ketawa kecil, art gue yang satu ini memang lucu kalau udah bicara pakai bahasa Sunda campur bahasa Indonesia. "Aduh bi, padahal telfon aku aja kemarin."

"Iya, bibi teh lupa."

"Oh iya, di luar ada temen non mau ketemu, katanya kangen udah lama gak ketemu." Gue ngangguk ngerti, gak salah lagi pasti Mark.

"Bibi ke dapur ya, mau simpan belanjaan." katanya.

"Iya bi."

Gue berjalan ke balkon, mastiin kalau Mark beneran datang atau enggak. Dan benar, Mark sedang berdiri di teras rumah gue sambil mainin ponselnya. Secepat kilat gue turun ke lantai bawah nyamperin Mark.

"Ekhem." gue berdehem.

Mark menoleh, lalu tersenyum. "Eh, hai apa kabar?" Mark memasukkan ponselnya ke saku celananya. Dan memeluk gue, Mark itu sahabat gue di kompleks ini setelah Renjun pindah rumah.

"Baik, lo gimana?"

"Baik banget hari ini karena seneng udah lama gak ketemu lo, hampir setengah tahun lho," katanya lalu melepaskan pelukannya.

Gue ngangguk. "Sekolah lo gimana?"

"Gue masuk universitas negeri yang deket-deket daerah sini sih."

"Wow! Selamat! Nanti gue nyusul lho, hahaha..."

"Pastinya, harus."

"Yuk masuk, kita ngobrol di dalam." Gue menarik tangan Mark, namun Mark mencegah.

Gue menoleh, "Kenapa?"

Mark menggeleng pelan. "Gue tahu hubungan lo sama mama lo lagi gak baik, gimana kalau kita ngobrol di sini aja." Mark memang tahu tentang keluarga gue, dia pengertian.

Gue mengangguk. "Gue ambil kursi nya dulu."

"Ayok gue bantu,"

•••

Vote ya

Vote ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fierce • Renjun [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang