第十五集 Episode 15 [ Walking in Paris]

65 10 0
                                    

Now playing: Pei Wo Dao Yi Hou by Cindy Wang

"Astaga, Wang Yi! Mengapa kau minum di tempat seperti ini?"

Sekalimat perkataan Li Cheng itu membuat Wang Yi kembali ke alam nyata. Ia menggelengkan kepala beberapa kali, berusaha menyadarkan diri seutuhnya. Pandangan matanya yang agak buram perlahan kembali jelas. Ia menatap wajah Li Cheng yang memandangnya. Arti tatapan Li Cheng tidak terlalu jelas. Antara khawatir dan kesal. Antara peduli dan marah.

Namun, Wang Yi memutuskan untuk mengabaikan teka-teki makna tatapan tersebut. "Seperti kata Lao Zi, orang yang kaku akan jatuh, yang fleksibel akan bertahan. Ini Paris. Aku sedang melakukan apa yang hanya dapat kulakukan di sini," jawab Wang Yi tak acuh.

"Setahuku, maksud Lao Zi bukan seperti itu," sahut Li Cheng datar. Ia menatap mata Wang Yi yang perlahan-lahan ingin tertutup. "Kau mengantuk? Atau mabuk?"

"Aku tidak mabuk. Hanya sedikit. Ya, sedikit. Aku mengantuk," ucap Wang Yi. Beberapa detik kemudian, Wang Yi mendadak memalingkan wajahnya dari Li Cheng, lalu menguap sangat lebar. Sekarang, rasa "sedikit" mabuk dan kantuk itu tercampur dengan sempurna.

Li Cheng melirik arlojinya, lalu berdecak. "Masih jam 08.00 malam. Kau tidak bisa pulang sekarang. Lagipula, Nona Mariah tidak kunjung datang. Kau harus menjadi penerjemahku sekarang," ucap Li Cheng. Ia menggandeng tangan Wang Yi lagi, lalu menarik wanita itu menuju ke kerumunan para bos Anna Sui.

Nona Scarlett adalah yang pertama melihat kehadiran Li Cheng. Wanita itu mundur sedikit, memberi celah kepada Li Cheng dan Wang Yi supaya mereka dapat bergabung dalam lingkar pembicaraan. "Tuan-tuan, perkenalkan. Ini adalah Monsieur Li, direktur BeLook," ucap Nona Scarlett.

Wang Yi menarik tangannya dari genggaman Li Cheng, lalu berusaha berdiri sendiri. "Ia sedang memperkenalkanmu," kata Wang Yi singkat.

"Oh ... hello. Saya Li Cheng. Senang bergabung dengan Anda semua," sahut Li Cheng sembari tersenyum formal pada orang-orang Prancis di hadapannya.

"Monsieur Li sedang memperkenalkan diri," ucap Wang Yi singkat dalam Bahasa Prancis.

"Oh ... jadi kau direktur merek BeLook yang ternama di Asia itu. Senang bertemu denganmu. Saya Jonathan Da Vinci, panggil saja Jonathan," ucap seorang pria Prancis sambil mengulurkan tangan ke arah Li Cheng. Li Cheng segera menyambut uluran tangan itu.

"Pria bernama Jonathan Da Vinci itu senang bertemu denganmu, direktur merek BeLook yang ternama di Asia," ujar Wang Yi dalam Bahasa Mandarin.

Seperti biasanya, percakapan antarbos selalu berlangsung dengan membosankan. Herannya, dialog tersebut dapat terus berlanjut hingga berjam-jam kemudian. Selama hitungan waktu yang membosankan itu, Wang Yi harus terus menerjemahkan sembari menahan kantuk dan pening yang menyerang kepalanya. Astaga, sudah berapa tahun ia tidak minum wine? Di umur 26 tahun ini, efek minum wine terasa sangat besar. Sepertinya, Wang Yi hampir tidak pernah minum wine setelah pulang ke China. Lidahnya juga terasa kering setelah berbicara dua bahasa selama jam-jam tersebut.

***

Kegiatan Li Cheng berakhir pukul 10.30 malam. Aula Anna Sui masih sangat ramai dipenuhi orang-orang Prancis yang sedang bersenang-senang. Para desainer BeLook sudah banyak yang meninggalkan acara. Chen Xin juga sudah pulang bersama para desainer itu untuk beristirahat lebih awal. Esok pagi, jadwal wanita itu benar-benar padat.

Setelah Li Cheng menutup percakapannya dengan para bos Prancis, pria itu mengikuti Wang Yi kembali ke area pesta yang ramai.

"Bos Li, mengapa kau bisa bertahan membicarakan hal-hal seperti itu hingga dua jam lebih?" tanya Wang Yi sekilas.

Li Cheng tidak langsung menjawab. Ia tahu Wang Yi tidak benar-benar membutuhkan jawaban. Pertanyaan itu hanyalah bentuk protes. Li Cheng memperhatikan gerak-gerik Wang Yi yang mencari-cari sesuatu di dekat meja hidangan.

Li Cheng mengambil gelas kaca kecil di pinggir meja, lalu mengisinya dengan jus jeruk. Matanya masih terus menatap gerak-gerik Wang Yi.

Setelah beberapa detik terus melihat-lihat meja, akhirnya Wang Yi mengambil gelas kaca pula. Wanita itu mengambil botol wine yang baru. Li Cheng memutuskan untuk tidak peduli dan memainkan gelas jus jeruknya.

"Eergh ...." Suara erangan Wang Yi membuat Li Cheng menoleh. "Menyebalkan!"

Wang Yi mengibaskan tangan, lalu menggosokkan jari ke gaun pestanya. Li Cheng melihat ada noda merah di gaun Wang Yi. Apakah Wang Yi mencoba membuka botol wine menggunakan tangan? Mengapa wanita itu begitu bodoh ketika mabuk?

"Wang Yi, apa yang kau mau?!" Li Cheng mendekati Wang Yi. Ia merebut botol wine dari tangan Wang Yi lalu meletakkannya di meja dengan kasar.

"Hei, mengapa kau main rebut-rebut begitu? Aku haus. Aku ingin minum," ucap Wang Yi tanpa dosa. Wang Yi mencoba meraih botol winenya kembali, tetapi Li Cheng semakin menjauhkannya. Pria itu menyodorkan segelas jus jeruk di depan wajah Wang Yi.

Wang Yi menerima gelas tersebut sambil menggerutu tak jelas, lalu meminumnya separuh. Setelah itu, Wang Yi berdiri bersandar ke meja sambil menyilangkan kedua lengan di depan dada, terlihat tak ingin membicarakan apa pun.

"Apa di Prancis kau selalu suka minum?" tanya Li Cheng tiba-tiba.

"Tidak selalu. Tapi minum-minum di Prancis tidak pernah menimbulkan masalah. Pertama, sangat sedikit pria Prancis yang tertarik dengan wanita Asia. Kedua, aku tidak pernah minum banyak di pesta. Ketiga, aku adalah wanita yang bisa menjaga diri meskipun sedang bersenang-senang." Wang Yi menenggak jus jeruk sampai habis, lalu beranjak menuju pintu keluar.

"Kau ingin pulang sekarang?" Li Cheng menyusul langkah Wang Yi.

"Ya. Aku sangat mengantuk."

"Baiklah." Li Cheng menjajari langkah Wang Yi, lalu mengantar wanita itu hingga ke trotoar. Li Cheng berhenti sejenak, memperhatikan jalan, barangkali ia dapat menemukan taxi. Namun, Wang Yi sudah berjalan meninggalkannya.

Li Cheng segera mengejar Wang Yi lagi. "Kau serius mau berjalan kaki? Tidak mau mencari taxi?"

"Percuma saja. Membuang waktu. Lagipula, jalanan akan sangat padat beberapa menit lagi. Jarak dari sini ke hotel hanya tiga kilometer. Lebih baik berjalan kaki," jawab Wang Yi.

"Baiklah. Terserah padamu." Li Cheng pun mengikuti Wang Yi berjalan kaki.

Teorinya, berjalan berdua di trotoar kota Paris di malam hari adalah hal yang romantis. Wang Yi senang karena pria pertama yang melewati adegan ini bersamanya adalah Li Cheng, pria yang membuat sejarah awal kariernya menanjak, meskipun Li Cheng juga adalah orang yang membuatnya larut dalam penyesalan selama empat tahun.

Li Cheng memanfaatkan kesempatan langkanya untuk berjalan berdua dengan Wang Yi di Paris. Ia mencuri pandang ke arah Wang Yi selagi wanita itu memandang jalanan. Ia juga memperhatikan Wang Yi yang sesekali menggosokkan kedua tangannya untuk menahan dingin.

"Paris di malam hari benar-benar dingin, ya," gumam Wang Yi. Ia meraba-raba pinggulnya, hendak mencari saku lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Namun, ia baru ingat kalau gaun pestanya tidak memiliki saku.

"Hu-um," ucap Li Cheng singkat. Li Cheng menyentuh tangan Wang Yi perlahan, lalu memasukkan tangan itu ke dalam saku jasnya. Setelah memastikan Wang Yi tidak ingin menarik tangan kembali, Li Cheng mengeluarkan tangannya sendiri dari saku jas, hingga tinggal tangan Wang Yi yang ada dalam saku. "Kau boleh melakukan ini denganku setiap kali kau kedinginan."

***

Li Cheng mengantarkan Wang Yi hingga ke lobi, lalu membiarkan wanita masuk dulu ke dalam lift.

"Selamat malam, Wang Yi. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu membutuhkanmu," ujar Li Cheng di belakangnya. Wang Yi tidak menoleh dan terus berjalan ke arah lift. Namun, perlahan-lahan senyum bahagia terukir di bibirnya. Senyum kelegaan yang sudah lama sekali tak pernah Wang Yi rasakan. Sepertinya, Li Cheng sudah memercayainya lagi.

Footnote:

Lao Zi= salah satu filsuf terbesar China yang memprakarsai aliran kepercayaan Taoisme

Vow of Heart [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now