Bab 5: Tangan - Genggaman

8.7K 1.2K 102
                                    

"Tangan. Genggaman.

Jatuh cinta bisa dimulai dari bagian sesederhana itu."



"Tenang, Laudy! Tenang!"

Jika Laudy terlahir sebagai setrika, niscaya dia telah berhasil merapikan setidaknya dua lusin pakaian sejak tadi pagi. Kamarnya berantakan sekarang. Ralat, berantakan itu masih terlalu bagus untuk menggambarkan keadaan. Kamarnya mewakili Titanic setelah menabrak gunung es: pecah berhamburan. Bajunya tersebar di segala tempat; kaus, jins, sampai beha berada di tempat-tempat tidak seharusnya, dan Laudy masih tidak tahu harus memakai yang mana.

Klasik sekali, memang, dilema yang tengah dia geluti.

Laudy yang biasanya cuek, hanya mengambil baju dari tumpukan paling atas, atau lebih sering lagi yang habis dijemur tetapi belum dilipat agar dia tidak perlu melipat ulang, sekarang harus dipusingkan dengan drama dasar kaum hawa: enggak punya baju!

Kian mengajaknya kencan malam ini. Tidak, masalahnya bukan ada pada Kian. Laudy akan pede saja meski menemui cowok itu dalam balutan daster rombeng. Permasalahnya ada pada "kencan"-nya. Walaupun bersama Kian, tetap saja ini akan menjadi kencan pertamanya. Ditambah dengan kesepakatan mereka untuk membuat hubungan ini menjadi serealistis mungkin, maka dia harus total. Dan, ini membuat Laudy sakit kepala hebat.

Sambil merebahkan diri di antara tumpukan baju, Laudy mengembuskan napas keras-keras, seolah semua problemnya sekarang terkandung pada karbondioksida yang dia buang itu. Dia melirik jam dinding, dan tidak bisa tidak mengerang. Kurang dari satu jam dari sekarang, Kian akan bercokol di depan pintu! Tidak akan ada jalanan macet atau apa pun yang mampu melindunginya; kamar kos Kian tepat berada di sebelah!

Gila saja, si Kian itu, minta diajari pacaran dengan orang yang sama tidak tahunya.

"KIAN GILA!" ungkapnya keras, lalu masih sambil rebahan, menendang-nendang pakaian di sekitar kakinya dengan gusar.

Katalk! Tidak lama, sebuah pesan pop-up muncul di layar ponselnya yang berhias wajah Sehun EXO.

Kian.

Pake baju apa aja, Dy. Asal jangan enggak pake aja, nanti orang-orang salfok.

Laudy seketika mengedarkan pandang, dan berhenti pada dinding yang memisahkan dirinya dengan Kian. Entah dia barusan berteriak terlalu keras sambil mencurahkan isi hati, atau Kian dapat membaca pikirannya? Kian pernah bilang, memang semudah itu membaca Laudy, seperti headline berita di koran yang digelar lebar-lebar.

"Yan?" panggilnya coba-coba.

"Kian?!

"Apaan?" Samar, Kian membalas.

Laudy segera beringsut, membawa tubuhnya ke dinding agar bisa mendengar lebih jelas.

"Kian, lagi ngapain?"

"Ngetik."

"Oh."

Jeda. Laudy menggigit bibir, keheranan dengan Kian yang bisa sesantai itu. Beberapa menit dia habiskan hanya untuk menyandarkan rambutnya yang kusut di dinding, mendengarkan dengan saksama kegiatan Kian, yang sebenarnya tidak menghasilkan bunyi apa-apa.

"Tiang." Dia menunggu. Begitu ada deham pelan di ujung sana, Laudy melanjutkan omongannya. "Kita serius mau kencan, nih?"

"Cuma nonton, Dy."

"Tetep aja, Kian. First date itu momen sakral. Apa-apa yang pertama itu sakral. Hanya terjadi sekali. Enggak ada remedi."

Meski tidak bisa melihatnya, Laudy dapat merasakan Kian tersenyum di sana.

[CAMPUS COUPLE] Naya Hasan - Tiga MingguWhere stories live. Discover now