Bab 15: Akuarium dan Ikan Terbang

6.4K 1.1K 298
                                    

"Jika kita hidup di laut,

aku ingin menjadi ikan pari.

Agar punya sayap lebar untuk melindungi kamu."





"Kian, skripsi kamu gimana?"

Itu adalah pertanyaan yang selalu menempeli mahasiswa tingkat akhir dan, seringnya, membuat yang bersangkutan frustrasi. Belum tahu saja mereka betapa beratnya pertanyaan level upgrade: "Kapan nikah?"

Untungnya, Kian tidak perlu mencari-cari alasan untuk kabur karena skripsinya tidak jalan di tempat seperti Laudy atau jalan mundur seperti Nando. Jalan mundur karena kemarin judulnya sudah di-ACC, tetapi karena dia sendiri tidak paham mau riset bagaimana, dia menyerah dan mencari judul baru, yang masih belum diterima-terima sampai sekarang.

"Udah di-ACC, sih. Tinggal nunggu pengumuman jadwal sidang, terus ntar revisi," ujar Kian seraya menggigit kerupuk. Kerupuk udang dan semur memang kombinasi rasa bintang lima.

Dia sedang makan siang di rumah orangtuanya di Tangerang, lengkap sekeluarga besar, bahkan Kendra memboyong istri dan anaknya sekalian, tiba sekitar setengah jam yang lalu. Tadi pagi, sehari setelah peristiwa berdarah kemarin, Kian membonceng Laudy pulang kampung karena mereka di mana-dimana tetanggaan, dan karena ada jatuh libur tiga hari. Liburnya sehari saja, sebenarnya, sisanya hari kejepit nasional dan hari Minggu.

Ayah Kian mengangguk-ngangguk sementara Kevan yang duduk di seberangnya menaikkan alis, sangsi ayahnya benar-benar paham. "Bagus, deh. Kamu bisa lulus tepat waktu. Enggak kayak abangmu, nih, lulus pas mau DO. Pacaran mulu kerjaannya."

Kendra yang sedang menyeruput es teh nyaris tersedak, tertohok. Dia melirik istrinya yang memberinya tatapan mengintimidasi─ya, dia bukan cewek yang Kendra pacari sampai lupa kuliah itu─sebelum memelotot kepada sang ayah. "Ayah enggak tahu aja. Kian tuh pacaran juga kali."

Kian tersedak kerupuk. Dia mengangkat kepalanya dan segera memberikan abangnya itu tatapan awas-lo-kalau-bilang-bilang.

"Sama siapa?" Kevan bertanya penasaran. "Asyik, abis ini giliran Kevan, dong?"

"Lo bocah! Susu aja masih ngerengek minta dibikinin!" Kendra mencibir. "Cuci kaki sana, terus tidur. Ntar Abang tepok-tepokin pantatnya."

Kevan itu sudah SMA, kelas satu. Namun, biasalah, anak paling bungsu memang suka teraniaya.

"Ma, Bang Ke tuh!"

"BANGKE! BANGKE! Gue ketekin, nih!"

"Ogah! Itu ketek apa kuburan? Busuk amat!"

"Udah! Udah!" Ibu mereka yang semula diam, kini menyela. Masalahnya, dua kakak beradik itu berada di antaranya, mengepitnya, nasi bahkan sampai bermuncratan dari mulut mereka saat berargumentasi. "Kalian itu kalau ngumpul berantem terus. Makan dulu yang bener!"

Sesaat, Kian bernapas lega. Dia meraih sendoknya lagi untuk meneruskan makan. Mereka sudah melupakan topik itu. Syukurlah. Apa kata mereka jika tahu dia dan Laudy—

"Jadi, siapa pacar kamu, Kian?" tanya sang ibu dengan antengnya. "Nanti ajak-ajak ke sini."

Kian memucat. Kendra sudah tertawa-tawa sampai terbatuk-batuk di seberang meja. "Enggak perlu diajakin. Dia sering ke sini, kok, Ma."

"BANGKE!"

***

Kian memanjangkan leher, mencoba menengok ke luar jendela kaca dari posisinya di depan sofa ruang tamu. Tidak ada.

Laudy ke mana, dah?

Ini sudah pukul empat sore. Rencananya, hari ini mereka akan ke Akuarium Jakarta. Mumpung mereka di Tangerang yang jaraknya lebih dekat dibanding kos mereka di Cilandak. Kian sudah siap sejak tadi, dengan kaus putih bertuliskan ZXU yang dia beli kembaran dengan Laudy kemarin, dilapisi jaket denim dan celana jins biru tua. Rambutnya diberi gel, ditata membentuk koma di jidatnya. Sudah ganteng sekali, menurutnya. Dan, Kian tidak berharap penampilannya berubah berantakan sebelum cewek itu sampai.

[CAMPUS COUPLE] Naya Hasan - Tiga MingguWhere stories live. Discover now