Bab Delapan

2.4K 410 103
                                    

Pagi yang indah dan sunyi merupakan suasana tepat untuk memeriksa semua dokumen kerajaan, begitulah yang dipikirkan Ahn, penasihat sekaligus tabib istana. Ada tanggung jawab besar yang dipikul pundaknya sejak memegang posisi penting ini empat tahun lalu.

Ayahnya, Zian Li yang juga merupakan penasihat sebelumnya memercayakan segala hal, baik dokumen lama ataupun rahasia terpendam Kerajaan Walta padanya. Ya, meskipun alasan sebenarnya dia bekerja keras selama ini adalah untuk menyokong Raja Walta yang tampaknya lebih suka bersantai dan hidup damai daripada memperebutkan kekuasaan.

Suara ketukan pintu membuat Ahn mendongakkan kepalanya. Seorang prajurit penjaga gerbang berdiri di ujung pintu.

"Masuklah," perintah Ahn.

Prajurit itu menganggukkan kepala sebelum berjalan ke meja kerjanya. "Maaf menganggu waktu Anda, Tuan Ahn. Ada surat untuk Yang Mulia."

"Terima kasih, akan aku sampaikan," kata Ahn saat menerima amplop surat dari prajurit itu. "Kau bisa kembali ke posmu."

Prajurit itu memberi hormat kepada Ahn sebelum kembali ke pos penjagaannya. Begitu prajurit itu pergi, Ahn mengalihkan tatapannya pada amplop surat berwarna putih. Sebuah cap berwarna merah dengan simbol singa dan matahari tertera di bagian pembuka amplop.

"Surat balasan dari Clarion sudah datang."

***

Dan menyandarkan punggungnya ke dinding sembari menatap pemandangan taman istana dari jendela ruang kerja Will. Seperti biasa, dia akan selalu berada di ruang itu sampai Will menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun ini sudah menjadi tugas utamanya untuk melindungi raja di mana pun dan kapan pun, dia tetap melatih prajurit istana ketika Will lenggang dan bersantai.

"Ah, capeknya," keluh Will sembari menurunkan posisi duduknya.

"Asal kau tahu, kau baru bekerja satu jam."

"Habisnya aku selalu membaca laporan yang sama setiap hari. Permasalahan yang mereka hadapi sama, hanya permasalahan sepele dan terus diulang, apakah mereka tidak pernah belajar dari kesalahan sebelumnya?"

Dan paham betul kata mereka yang disebut Will merujuk pada delapan pemimpin wilayah Kerajaan Walta. Tugas mereka adalah membantu raja dalam mengawasi dan menyelesaikan permasalahan di delapan wilayah Kerajaan Walta. Namun, selama ini Dan tidak pernah melihat mereka mampu menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya sepele ini sendiri. Mereka pasti langsung melemparkannya pada Will, seolah-olah tidak ingin bersusah payah dan ingin mendapatkan hasil cepat dan memuaskan.

Dan bisa memaklumi jika Will akhirnya merasa kesal dengan sikap mereka. Ya, walaupun tidak semua pemimpin wilayah begitu. Masih ada beberapa pemimpin wilayah yang mencoba mengatasi permasalahan mereka sendiri.

"Dan, bagaimana perkembanganmu dengan Celena?" tanya Will tiba-tiba. Ia menopang dagunya sembari menatap Dan dengan tatapan jahilnya. "Tidak masalah kalau kau tidak mendapatkan istri seorang putri kerajaan, Celena juga cantik kok."

Dan menghela napas sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lebih baik kau urus nasibmu sendiri Will. Sudah waktunya kau menikah kan?"

Penguasa Kerajaan Walta ini masih menatap Dan lurus. Merasa tidak nyaman akan tatapannya, Dan mengalihkan tatapannya. "Ya, aku belum sempat bertemu dengannya lagi."

"Ah begitu," kata Will, "padahal dia sedang dalam kesulitan loh. Kesulitan yang pernah kau alami dulu."

"Keberadaannya tidak diterima di kelasnya, ya?"

"Kurasa tidak masalah bagiku kalau kau menyelinap keluar dan membolos untuk menemuinya. Tenang saja, aku akan bersikap kooperatif kok," kata Will sembari membuat tanda ok dengan telunjuk dan ibu jarinya.

Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang