Bab Tujuh Belas

1.6K 331 19
                                    

Dan menyodorkan bungkusan pie madu yang masih mengepul ke Celena. Setelah keluar dari hutan, mereka berempat pergi ke Sean untuk membeli beberapa bahan pokok yang akan dijadikan bala bantuan sementara bagi Kota Lamian dan Kota Wade. Karena waktu yang mereka miliki terbatas, mereka lebih memilih membungkus pie madu daripada makan di kedai atau penginapan terdekat.

Begitu Celena menerima bungkusan itu, Dan kembali memegang kembali kendali kuda pembawa gerbong sembari menggigit pie madu di tangan kanannya.

"Hm ... lumayan, tapi tetap saja tidak seenak pie madu di Clarion," komentarnya.

Penasaran dengan rasa pie madu yang mereka beli, Celena mengambil satu potong lalu menggigit pinggiran pie itu. Tekstur renyah dengan isian lumer mengisi penuh mulutnya. Pie madu ini terasa enak.

Celena menoleh ke arah Dan yang sedang membersihkan sisa-sisa saus madu di tangannya. Memangnya seenak apa pie madu yang ada di Clarion?

"Kenapa?" tanya Dan. "Ada yang ingin kau tanyakan?"

Gadis itu menggeleng cepat. "Ti-tidak ada."

"Lalu kenapa kau terlihat seperti merenung tadi?"

"Aku hanya penasaran dengan pie madu yang ada di Clarion," jawab Celena malu. Ia menatap pie madu yang ada di tangannya. "Tadi kau bilang kalau pie madu ini tidak seenak pie madu yang ada di Clarion. Padahal menurutku pie ini sangat enak."

Mendengar jawaban polos Celena membuat Dan tertawa. "Maaf ... maaf.... Aku tidak menyangka akan mendengar hal sepolos itu," kata Dan begitu tawanya mereda. "Yah, menurutku kau memang harus mencobanya. Aku akan mentraktirmu kalau kita pergi ke sana suatu hari nanti."

Seulas senyum terlukis di wajah Celena. "Sepertinya kau suka sekali dengan pie madu. Apa kau punya kenangan manis dengan seseorang yang berhubungan dengan pie madu?"

"Hm ...ya, kurasa," jawab Dan. Ia mengambil satu potong pie madu lagi. "Dulu aku tidak terlalu suka makanan manis sampai seorang anak perempuan mengenalkan aku pada pie madu terenak di Clarion."

"Siapa anak perempuan itu? Apakah dia teman masa kecilmu?"

Laki-laki itu menggeleng. "Bukan. Dia hanya orang yang kutemui secara tidak sengaja. Ya meskipun kami sempat bertemu beberapa kali setelah pertemuan pertama itu."

"Apakah saat itu dia mentraktirmu pie madu?"

"Lebih tepatnya dia membelikanku pie madu sebagai hadiah karena menyelamatkannya dari preman pasar."

"Preman pasar?" Kedua mata hijau emerald itu melebar. "Umur berapa kau saat itu?"

"Kurasa sepuluh atau sebelas tahun."

Celena kehilangan kata-kata. Ia tidak menyangka di usia yang masih muda itu, Dan sudah berani melawan preman pasar.

"Mereka sebenarnya hanya kumpulan orang-orang yang banyak bicara saja. Jadi, bukan sesuatu yang sulit untuk dilawan," lanjut Dan.

"Ah ... hm."

Dan mengambil pie madu untuk ketiga kalinya. "Kurasa sejak saat itu aku menyukai pie madu. Selain enak, makanan ini juga praktis dimakan," katanya lalu menggigit pinggiran pie. Laki-laki itu mengarahkan tatapannya pada pie yang ada di tangan Celena. "Cepat habiskan piemu. Pie madu terasa lebih enak kalau dimakan selagi masih panas."

Gadis itu mengangguk patuh lalu memakan kembali pie madunya yang mulai mendingin.

***

Semburat merah di langit sore menyambut mereka di gerbang utama Kota Lamian. Setelah menempuh empat jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di kota terluar Walta ini.

Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora