Jam menunjukkan pukul 22.00 waktu Bangkok dan Jae sudah berada di rumah setelah bekerja seharian di kafe miliknya. Namun ada pemandangan yang tak beres pada lelaki manis itu, dia tampak jengkel dengan duduk di depan tv sembari terus menatap kearah jam di dinding. Bagaimana tidak, saat bekerja Jae menerima panggilan dari Earth yang mengatakan jika Ren menghilang begitu saja, kata sang adik terakhir kali ia meminta ijin keluar karena ada keperluan sebentar. Hingga sampai saat ini Ren belum juga kembali, Jae sangat kesal waktu itu sampai-sampai pekerjaannya sedikit terganggu.

"Jika kau sibuk, seharusnya beritahu aku dari awal, dasar goblin sialan!!" Gerutu Jae kesal dengan melipat kedua tangan di dadanya, entah mengapa ada perasaan cemas yang tiba-tiba menyelimutinya tetapi ia tepis dan menggantinya dengan perasaan jengkel.

"Oh Jae... kau sudah pulang?" Tanya Ren mendadak muncul dan menatap sendu kearah Jae yang justru menatapnya geram.

"Mengapa kau meninggalkan Jin sendiri tadi pagi? Bukankah sudah kubilang jika-"

TAP

Ren yang masih sedih langsung meletakkan kepalanya di bahu Jae dengan lembut, Jae yang diperlakukan seperti itu diam tak bergerak. Kemarahan yang sudah ia pendam dan siap untuk dilampiaskan pada Ren seketika hilang ketika sang goblin bersikap manja padanya saat ini.

"Ren, apa yang-"

"Kumohon tetaplah seperti ini sebentar saja, aku sangat frustasi sekarang..." jawabnya dengan suara parau yang membuat Jae terheran-heran sendiri, ia berpikir bagaimana bisa seorang goblin merasa sedih seperti ini, "Aku tak menyangka jika goblin sepertimu bisa merasa frustasi" ucap Jae seperti meledek Ren namun tak digubris olehnya. Sang goblin lebih memilih memejamkan kedua matanya menahan kesedihannya. Karena kasihan, Jae mengelus punggung lebar Ren pelan mencoba menenangkannya.

"Baiklah, jika kau ingin menangis, menangis saja. Jangan kau pendam sendiri"

"Aku bukan makhluk yang lemah sepertimu, Jae. Sampai kapanpun aku tidak akan menangis... tidak akan" meskipun terdengar meyakinkan, namun Jae tahu betul jika sekarang Ren tengah bergetar di bahu lelaki tersebut dan menandakan ia menahan tangisannya. Sekali lagi Jae mengelus punggungnya dengan raut wajah datar, namun jauh di dalam hati ia merasakan jantungnya berdegup cukup kencang. Dia berusaha se-normal mungkin agar Ren tak menyadarinya, "Kalau begitu jika kau sudah merasa baikan, cepatlah menyingkir dariku. Kau berat, bodoh!" Ren tersadar kemudian menjauh dari Jae yang menatapnya bingung.

"Iya... aku sudah baik-baik saja. Terima kasih sudah membuatku merasa lebih baik, Jae. Aku harus pergi dulu" dan menghilang, Jae mendadak kembali sebal dengan sikap menyebalkan Ren.

"Sepertinya aku harus benar-benar menghajarnya"

Ren kembali ke tempat Jae dan mendapati lelaki berwajah imut itu sudah terlelap tidur di kamarnya. Goblin tampan tersebut menatap lekat kearahnya lalu berjalan mendekat kearah Jae, lagi-lagi dia dibuat kagum dengan wajah damainya saat tertidur.

"Ini benar-benar gila! Entah mengapa aku seperti tertarik denganmu, Jae. Sekeras apapun aku mencoba bersikap biasa, tetap saja hatiku berbanding terbalik. Saat aku berada di dekatmu, seakan jantungku berdegup cukup kencang, padahal baru beberapa minggu aku mengenalmu. Dan juga disaat kau bersedih... aku juga merasa sakit luar biasa, seakan ada sesuatu yang menusuk jantungku. Kuharap ini hanya perasaanku saja, tak lebih" gumam Ren panjang lebar sebelum akhirnya mengelus kepala Jae sangat lembut.

Keesokan harinya...

"Pagi..." sapa Ren dengan senyum lebarnya ketika melihat Jae yang baru saja keluar kamar dan sudah berganti pakaian yang rapi untuk pergi bekerja, sementara sang lelaki yang disapa terdiam sesaat kemudian melangkah pergi tanpa menghampiri dapur, "Hei Jae... harusnya kau sarapan dulu!" Ren segera menuju Jae yang sedang memakai sepatunya dan bersiap-siap keluar rumah.

My Handsome GoblinOnde histórias criam vida. Descubra agora