Chapter 14

1.1K 182 5
                                    

Tentang Huang Renjun, seolah menjadi sebuah cerita baru yang begitu seru untuk diceritakan. Namaku Y/N, seseorang yang jika kau tanyakan pada Renjun sendiri tentu tak akan tau. Sudah tak aneh memperhatikan seseorang secara diam-diam tanpa sadar, hal tersebut sudah menjadi hobi pada setiap orang. Termasuk aku.

Suka kah aku padanya? Iya. Suka sekali sampai setiap ia ada tempat di hadapan ku, mataku tak akan lepas dari sosoknya yang aku sendiri tau ia tak akan pernah balik menatap. Mungkin, jika terdapat sebuah keajaiban dalam takdir.

Bagaimana dengan perasaan lain? Entahlah, aku tak tau. Mungkin belum, saat ini aku hanya tengah suka. Sangaaaaaaatttt suka pada Huang Renjun.

Sukaku berawal dari sebuah tulisan iseng. Suka sekali aku menulis sesuatu, tentang sebuah cerita yang tercipta dari imajinasi ku sendiri. Suatu saat ingin sekali aku punya cerita lebih menarik dari cerita-cerita biasa yang pernah ku buat, tak terlalu pelik. Aku hanya ingin cepat menyelesaikannya. Beberapa kali cerita ini muncul dalam kepala ku, tentang suatu kehidupan remaja di akhir 17 tahun yang mencoba menarik perhatian dengan sebuah Sticky Note karna ia tak begitu punya banyak keberanian. Aku menulisnya dengan giat pada awal, sampai aku sadari, ceritaku menjadi begitu hambar. Bahasaku berantakan, aku tak tau kenapa. Dan baru ku pahami, tak pernah sekalipun ku tuangkan perasaan dalam tulisanku.

Disitulah aku bertemu sosok Huang Renjun. Terlalu mendrama jika ku bilang ku lihat dia dibawah hujan, atau bertemu dengannya di belokan koridor saat dia tak sengaja menabrak bahuku dan membuatku jatuh atau mungkin bertemu disebuah perpustakaan ketika tak sengaja kami mengambil buku yang sama. Bukan, itu terlalu klise. Pertemuanku dengannya sangat unik.

Masih dengan jelas ku ingat hari itu, di tengah riuh suara sejuta umat di kantin. Dia duduk di tengah-tengah segerombolan siswa yang entah tengah apa, ribut sekali saat itu. Suaranya sampai menarik perhatian ku yang kebetulan tengah duduk bersama teman-teman ku di tengah-tengah kantin. Dia disana, di datangi oleh segerombolan siswa yang seangkatannya yang sepertinya dari kelas berbeda. Mereka datang dengan rusuh pada Renjun dan teman-temannya. Ku lihat salah satu teman Renjun meladeni mereka, aku ingat dia adalah Jeno. Dia berdiri dengan tenang menyahuti semua kata-kata yang tak bisa di bilang baik itu sampai pada akhir nya seperti nya kesabarannya habis dan mulai memukul mereka lebih dahulu.

Kebetulan, sangat kebetulan saat itu aku melihat Renjun. Dia masih duduk tenang ketika hampir semua teman-teman nya melakukan kegaduhan. Haechan, namanya jika aku tak salah ingat. Dia juga turut membantu Jeno bersamaan dengan Mark. Renjun sendiri? Dia masih duduk, duduk dengan begitu tenang di mejanya bahkan tak menatap mereka sama sekali. Sempat saat itu aku merasa kesal pada sosok Huang Renjun, sedang apa dia. Apa yang dia lakukan hingga tak membela temannya sama sekali. Dia bahkan tak berusaha merelai mereka.

Seisi kantin saat itu begitu ribut, aku sampai bingung dan hanya bisa diam di tempat tak bergerak. Tangan dan kakiku bergetar, aku tak pernah suka melihat hal-hal seperti keributan itu. Dengan mata bergetar ku lihat lagi Renjun yang masih duduk di tempatnya ketika itu, ia terlihat menghela nafas setelah nya ia malah bangkit dan pergi begitu saja. Saat itu mungkin bukan hanya aku yang begitu kesal dengan Renjun.

Sampai suatu ketika, aku pergi ke ruang BK untuk mengantar absensi kehadiran dan tak sengaja bertemu Renjun disana dengan kepala sekolah serta guru BK lainnya tengah mengobrol. Mungkin Renjun sadar akan keberadaan ku karna aku sempat menyapa mereka ketika masuk kesana. Dalam pikiranku saat itu, sedang apa Renjun disana. Untunglah mungkin sebuah kesempatan sengaja Tuhan berikan padaku, guru BK yang memintaku keruangannya menyuruhku untuk menunggu sebentar sementara ia tengah berbicara dengan Renjun serta kepala sekolah. Aku iyakan saja dan menunggu di deretan kursi kosong dekat jendela.

Jika boleh jujur sebenarnya aku tak begitu tertarik ketika itu, pasalnya diam-diam aku masih kesal dengan sikap Renjun kemarin pada teman-temannya. Tapi dari yang ku dengar, aku menarik satu kesimpulan dalam pikiranku. Renjun tengah berdiskusi dengan kepala sekolah untuk mengurangi hukuman Haechan, Jeno, dan Mark yang niatnya akan di keluarkan dari sekolah. Memang pada dasarnya itulah peraturan utama disini, sekolah sama sekali tak mentolerir murid-murid nya yang berkelahi dan menyebabkan kerusakan disekolah.

Saat itu, aku baru tau Renjun ternyata orang yang cerdik. Ia tak bermain fisik, tapi dengan otak nya ia bermain tenang. Saat kejadian itu ia sudah tau jika segerombolan laki-laki yang menandatangani mereka itu akan mencari gara-gara. Renjun menjelaskan bagaimana semua itu bisa terjadi dan membawa beberapa saksi untuk di tanyai, lucunya yang ia bawa malah pemilik kantin serta seorang teman berkaca mata yang memang saat itu ku lihat duduk di samping mejanya. Ia berkata jika ketiga temannya tak sepenuhnya salah, tak mungkin ada asap jika tak ada api. Benar, diam-diam saat itu aku setuju dengan kata-katanya.

Aku akui Renjun adalah orang yang pandai bicara hingga siapapun yang mendengarkannya akan merasa setuju dengan apa yang dia katakan.   Ia pergi sesudah menemukan satu kesepakatan bersama dengan kepala sekolah dan guru BK. Walau keputusan masih abu-abu, dengan wajah penuh senyumnya Renjun berkata akan menunggu keputusan mereka. Begitulah pertemuanku berakhir dengan Renjun saat itu.

Tak beberapa hari, pengumuman akhirnya keluar. Sebuah pemberitahuan tertempel di mading yang menyatakan bahwa ketiga teman Renjun serta siapapun yang terlibat dalam perkelahian itu hanya mendapatkan skorsing beberapa hari. Renjun ada disana, tepat didepan manding pagi-pagi sekali. Bersamaan dengan ku yang berdiri tepat tak beberapa jauh darinya. Yang ku perhatikan sebenarnya bukan tulisan di Mading, melainkan ekspresi Renjun yang tak mengatakan apapun. Datar sekali, sangat dingin. Ia kemudian pergi setelah itu namun ketika berpapasan dengan beberapa orang yang menyapanya ekspresi itu dengan cepat berubah. Seolah sebelumnya hanya aku yang salah lihat. Dari situlah sosok Huang Renjun menjadi sangat menarik di mataku.

Sebuah kesimpulan kembali hinggap di kepalaku tentangnya, dia bukan dia yang orang lihat. Huang Renjun, yang hanya tertarik dengan dunia nya. Huang Renjun, yang tak pernah ingin membuat sesuatu menjadi sulit. Dengan berprinsip, dia bisa melakukan apapun. Ia hanya ingin berguna untuk orang lain, tapi tidak merasa nyaman dengan dirinya sendiri.

Begitulah cerita singkat tentang Huang Renjun, seseorang yang sangat ku suka. Dan karna sebuah ide aneh di kepalaku, aku ingin mencoba sesuatu dari cerita yang ku buat. Menjadikannya nyata, dan aku sendiri merasakannya.

Dan dari situlah, cerita yang ku tulis. Berlanjut sama persis dengan hidupku dalam dunia yang nyata. Sosok Huang Renjun di kehidupan nyata, hidup juga dalam duniaku semuku yang ku harap berujung bahagia.

Setelah hari berikutnya aku tak tau akan terjadi apa, yang ku lakukan hanya mengirim Sticky Note pada Renjun dan berharap dia membacanya. Awalnya sangat canggung, aku sama sekali tak mengenal Renjun secara keseluruhan. Aku mengenalnya hanya dari cerita banyak orang kemudian diam-diam aku akan pastikan sendiri apa yang ku dengar dengan cara diam-diam memperhatikan nya dari jauh. Walau kadang itu sangat jarang terjadi, bukan karna aku tak berani. Hanya saja kesempatan terkadang tak berpihak padaku.

Bukan hal yang mudah pada awalnya mengirimi Renjun Sticky Note secara diam-diam, tapi akhirnya seru juga. Aku jadi begitu menikmatinya hingga aku dengan berani menyatakan, Aku sukaaaaa sekali dengan Huang Renjun.

Suatu saat aku berharap bisa mengenalnya. Mungkin hanya sekedar mengenal, hanya itu saja. Aku ingin tau bagaimana sosok dia yang nyata, bukan lagi mendengar ia dari banyak cerita yang tak tentu benar adanya.

Ngomong-ngomong Renjun adalah Kakak kelasku, benar jika aku tak sopan sekali tapi terkadang aku suka memanggilnya hanya dengan Renjun tanpa embel-embel apapun tapi dalam dunia nyata yang keluar dari mulutku ku panggil dia dengan nama yang lebih sopan. Hehe, tak salahkan aku bersikap lebih nyaman dengan diriku sendiri.

- Usai cerita tentang Huang Renjun yang ku tau




...

Gak tau ah bingung:<

Sticky Note [Huang Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang