11. Iya-Iya. Tunggu Aku! Astaga!

86 44 2
                                    

"Di mana kertas-kertas tadi?"

"Ini sedang ibu masukkan ke ranselmu."

Suaranya terdengar seperti sekumpulan plastik yang dimasukkan secara paksa. Aku sedang membelakangi ibu, jadi aku tidak tahu apa yang sedang terjadi di sana. "Apa kertas bunyinya memang seperti itu?"

"Kertasnya ibu simpan di wadah dokumen."

"Oh ..."

"Saat sudah sampai nanti, staples."

Kemudian terdengar suara risleting tasku ditutup.

"Pinjam punya bibimu nanti. Ibu lupa merapikannya dan itu juga gara-gara kegaduhan yang kau lakukan sejak pagi tadi."

Aku memeriksa kembali isi tasku. Memastikan kembali kalau-kalau ada dokumen yang masih ketinggalan. Kurasa sudah terbawa semuanya kecuali itu. Aku kemudian menutup risleting tasku lalu memberikan senyuman pada ibu.

Ibuku geleng-geleng sambil tersenyum. "Cepat masuk ke dalam dan check-in." Suruhnya. "Dah, Frida." Kemudian ia menyalakan mesin lalu menjalankan mobil dia.

"Dah Mah. Ingat pakaianku!"

Dan ibu menanggapi itu dengan memberi jempol keluar dari jendela mobil dan mobil tersebut mulai menjauh dari pandangan.

Aku kemudian masuk ke dalam bandara.

Bandara ini ramai seperti biasanya.

Mereka ada yang berjalan membawa koper, ada yang membawa anak, ada yang anaknya menangis entah kenapa sebabnya, ada bule dan dia kebingungan. Ada banyak orang duduk memainkan ponselnya. Men-charge ponselnya. Ada yang membaca majalah. Ada yang berjalan cepat ke konter check-in. Ada juga yang berjalan cepat mendekati security lalu bertanya "Toilet ada di mana, ya?"

"..."

Aku mempercepat jalanku.

Ibu sudah memesankan tiket di awal-awal dan pesawatku akan berangkat kurang dari 40 menit lagi! Kurang dari 40 menit lagi!

Ah ... apa ini akan berjalan lancar? Sebenarnya sewaktu aku dan ibu tiba di bandara ini setengah jam yang lalu, masalahku bertambah lalu bertambah terus. 

Sempat terjadi keributan kecil antara aku dan ibu barusan karena aku merengek dan tidak mau bekerjasama dengannya saat ia menyuruhku turun dari mobil ketika sudah sampai di bandara. Aku meminta ibu untuk balik ke rumah, untuk mengambil koperku atau membeli beberapa isi dari koper itu saja, yang tak lain adalah pakaian-pakaian, di bandara. Tapi ibu tidak mau melakukan apa yang kukatakan dan menjawabnya dengan ini.

Beliau bilang jarak rumah ke bandara lalu kembali lagi ke sini terlalu jauh serta melelahkan. Dan dia tidak sedang membawa sesuatu yang bisa digesek. Uang tunai yang dia bawa juga hanya mampu menembus angka delapan puluh lima ribu rupiah. Aku terpicu karena dalih-dalih yang ibu lontarkan tersebut. Akan tetapi aku berusaha mengendalikan diri dan berbesar hati menerimanya karena aku bisa ketinggalan pesawat kalau aku masih bersikeras untuk kembali ke rumah.

Koperku tidak sengaja tertinggal karena aku terlalu fokus memastikan kertas-kertas yang di dalam tasku ini, yaitu berkas-berkasku untuk mendaftar sekolah, yang ibu masukkan tadi ke tas juga ikut terangkut dan saat ini aku cuma membawa pakaian yang ada di badan saja sekarang.

Sejak aku selesai check-in, usikan dari keinginanku untuk membeli pakaian semakin menguji ketahananku untuk tidak membelinya. Toko-toko pakaian ada terus di sepanjang perjalanan menuju area keberangkatan pesawat, astaga. Mereka memasang label harga dengan tulisan yang dicoret dan dijual dari setengah dari angka-angka yang dicoret tadi atau menggunakan potongan harga dengan persenan 20%, 30% hingga 50%.

Uang yang kubawa kira-kira cukup untuk membeli enam lembar pakaian sekaligus dengan bawahannya. Tapi aku tidak menginginkan uangku kugunakan hanya untuk keadaan seperti ini. Ini hanya sementara, Frida. Fokus saja ke ruang tunggu keberangkatan.

Ah ini dia ruang keberangkatannya, tinggal mencari pintu-

Ya ampun! Di seberang ruang keberangkatan ternyata juga ada yang menjual pakaian!

Mana pengumuman keberangkatan pesawatku, aku sudah tidak kuat. Waktu keberangkatan di tiket dengan jam di ponsel kujumpai seharusnya-

"Panggilan penumpang pesawat udara ... dengan nomor penerbangan ..."

Aku memeriksa boarding pass milikku. Itu nomor pesawatku!?

"... dipersilakan ke pintu G4."

Aku plangak-plongok mencari pintu G4 ada di mana lalu aku menemukannya di kejauhan. Arghh! Aku harus berlari.

"Panggilan terakhir penumpang pesawat udara ... dengan nomor penerbangan GA-"

Iya-iya. Tunggu aku! Astaga!

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang